Legislator Iran Sebut Trump Presiden Gila
A
A
A
TEHERAN - Direktur urusan luar negeri untuk parlemen Iran, Hossein Amir-Abdollahian menyebut Donald Trump sebagai presiden gila dan pemerintahannya membingungkan. Amir-Abdollahian menunjuk pada kampanye pemimpin Amerika Serikat (AS) yang tengah berlangsung untuk mencekik ekonomi Iran, tapi di satu sisi meminta Teheran untuk berdialog dengannya.
"Dalam benaknya, Trump berpikir dia memiliki senjata di kepala Iran dengan sanksi dan dia berusaha untuk menutup ekonomi kita," kata Amir-Abdollahian mengatakan kepada CNN, Rabu (22/5/2019).
"Ini semua dalam imajinasinya. Sekarang dia ingin kita meneleponnya? Ini presiden gila!" imbuhnya.
"Di dalam Gedung Putih ada banyak pendapat yang saling bertentangan," Amir-Abdollahian melanjutkan, menunjuk pada "penghasut perang" di West Wing dan menunjuk penasihat keamanan nasional John Bolton.
"Juga, Trump tidak cukup seimbang dan stabil dalam pengambilan keputusannya, jadi kita berurusan dengan Gedung Putih yang membingungkan. Iran menerima berbagai sinyal yang menunjukkan bahwa tidak ada yang tahu siapa yang memiliki Gedung Putih," ucapnya.
Sebagai bukti lebih lanjut, Amir-Abdollahian menambahkan bahwa cuitan Trump saling bertentangan.
Amir-Abdollahian memberi isyarat bahwa Iran tidak sepenuhnya menentang pembicaraan, itu hanya masalah cara memintanya.
"Trump dapat mendiskusikan pembicaraan dengan Iran melalui telepon ketika dia tidak menggunakan bahasa ancaman dan kekerasan," kata anggota parlemen Iran itu.
"Dia bisa berbicara tentang menelepon kita ketika dia kembali ke perjanjian nuklir," imbuhnya.
Amir-Abdollahian mengatakan bahwa Trump tidak tahu tentang budaya dan mental orang-orang Iran jika ia berpikir ancaman akan berhasil terhadap Iran.
"Empat puluh tahun Revolusi Islam di Iran telah menunjukkan bahwa Anda tidak dapat berbicara dengan Iran melalui ancaman. Jika ia berpikir dengan membawa beberapa kapal induk dan pesawat pembom, ia dapat mengambil keuntungan dari Iran dan memaksa Iran untuk bernegosiasi dari posisi yang tidak setara, dia salah," tutur Amir-Abdollahian.
"Tetapi ketika kapal mereka mendekati kita, itu adalah ancaman bagi mereka. Kami tidak pernah menyambut perang, tetapi kami berdiri teguh," tukasnya.
"Dalam benaknya, Trump berpikir dia memiliki senjata di kepala Iran dengan sanksi dan dia berusaha untuk menutup ekonomi kita," kata Amir-Abdollahian mengatakan kepada CNN, Rabu (22/5/2019).
"Ini semua dalam imajinasinya. Sekarang dia ingin kita meneleponnya? Ini presiden gila!" imbuhnya.
"Di dalam Gedung Putih ada banyak pendapat yang saling bertentangan," Amir-Abdollahian melanjutkan, menunjuk pada "penghasut perang" di West Wing dan menunjuk penasihat keamanan nasional John Bolton.
"Juga, Trump tidak cukup seimbang dan stabil dalam pengambilan keputusannya, jadi kita berurusan dengan Gedung Putih yang membingungkan. Iran menerima berbagai sinyal yang menunjukkan bahwa tidak ada yang tahu siapa yang memiliki Gedung Putih," ucapnya.
Sebagai bukti lebih lanjut, Amir-Abdollahian menambahkan bahwa cuitan Trump saling bertentangan.
Amir-Abdollahian memberi isyarat bahwa Iran tidak sepenuhnya menentang pembicaraan, itu hanya masalah cara memintanya.
"Trump dapat mendiskusikan pembicaraan dengan Iran melalui telepon ketika dia tidak menggunakan bahasa ancaman dan kekerasan," kata anggota parlemen Iran itu.
"Dia bisa berbicara tentang menelepon kita ketika dia kembali ke perjanjian nuklir," imbuhnya.
Amir-Abdollahian mengatakan bahwa Trump tidak tahu tentang budaya dan mental orang-orang Iran jika ia berpikir ancaman akan berhasil terhadap Iran.
"Empat puluh tahun Revolusi Islam di Iran telah menunjukkan bahwa Anda tidak dapat berbicara dengan Iran melalui ancaman. Jika ia berpikir dengan membawa beberapa kapal induk dan pesawat pembom, ia dapat mengambil keuntungan dari Iran dan memaksa Iran untuk bernegosiasi dari posisi yang tidak setara, dia salah," tutur Amir-Abdollahian.
"Tetapi ketika kapal mereka mendekati kita, itu adalah ancaman bagi mereka. Kami tidak pernah menyambut perang, tetapi kami berdiri teguh," tukasnya.
(ian)