414 Juta Potong Plastik Ditemukan di Pulau Terpencil Australia

Senin, 20 Mei 2019 - 10:21 WIB
414 Juta Potong Plastik...
414 Juta Potong Plastik Ditemukan di Pulau Terpencil Australia
A A A
COCOS - Hampir satu juta sepatu dan 370.000 lebih sikat gigi yang merupakan bagian dari 414 juta potong plastik ditemukan hanyut hingga mencapai Kepulauan Cocos (Keeling) di Samudra Hindia.

Studi terbaru itu dirilis dalam jurnal Scientific Reports. Menurut studi itu, wilayah Australia tersebut dipenuhi 238 ton plastik meski hanya dihuni oleh 500 orang. Kepulauan yang terdiri atas 27 pulau itu terletak 2.750 km dari Perth, Australia.

Kawasan itu disebut para turis sebagai surga murni terakhir Australia. ”Sebagian besar sampah itu merupakan barang konsumen sekali pakai seperti tutup botol, sedotan, sepatu, dan sandal,” ungkap pakar ekotoksikologis laut Jennifer Lavers dari Universitas Tasmania yang memimpin studi itu.

Dia menambahkan, ”Polusi plastik itu sekarang ada di mana-mana di lautan kita dan kepulauan terpencil menjadi tempat ideal untuk melihat volume sampah plastik yang sekarang mengitari bumi.”

”Kepulauan seperti ini mirip burung kenari di tambang batu bara dan semakin penting bahwa kita bertindak berdasarkan berbagai peringatan yang mereka berikan kepada kita,” papar dia.

Lavers menjelaskan, diperkirakan 414 juta potong itu hanya sampel dari sampah yang berada di laut dan tak dapat mencapai pantai. Pada 2017, Lavers mengungkapkan riset yang menunjukkan Pulau Henderson di Samudra Pasifik Selatan memiliki kepadatan tertinggi sampah plastik bila dibandingkan dengan tempat lain di bumi.

Kepulauan Cocos memiliki kepadatan plastik yang lebih rendah daripada Pulau Henderson, tapi total volumenya lebih besar bila dibandingkan dengan Pulau Henderson dengan 38 juta potong sampah plastik berbobot 17 ton.

Annett Finger dari Universitas Victoria yang juga menulis studi itu menjelaskan, sekitar 12,7 juta ton plastik masuk ke lautan pada 2010 saja. Diperkirakan ada 5,25 triliun potong sampah plastik di lautan.

”Polusi plastik merupakan ancaman bagi kehidupan liar dan berpotensi berdampak pada manusia dengan meluasnya wilayah riset. Satu-satunya solusi adalah mengurangi produksi plastik dan konsumsi plastik sambil memperbaiki manajemen sampah untuk menghentikan material ini masuk lautan kita di tempat pertama,” tutur Finger. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.0535 seconds (0.1#10.140)