Maduro Ledek Utusan Khusus AS untuk Venezuela
A
A
A
CARACAS - Presiden Venezuela Nicolas Maduro mencerca Perwakilan Khusus Amerika Serikat (AS) untuk Venezuela, Elliot Abrams, setelah memohon kepada anggota partai pemerintah pro Maduro untuk bergabung dengan oposisi dan menyerukan pemilu. Maduro menuduh Abrams mencoba menipu orang-orang Venezuela yang membela warisan Hugo Chavez.
Maduro menyebut Abramns berusaha untuk membuat bingung dan memecah belah rakyat Venezuela dengan mengenakan topeng chavist. Ia pun menyebut Abrams sebagai "elang tua perang dingin" selama pertemuannya dengan para guru di Caracas.
"Eliott Abrams mengejutkan dunia dan keluar sebagai pembela warisan Komandan (Hugo) Chavez. Dia mengklaim sebagai pembela warisan Chavism dan Chavez. Apakah itu kredibel? Mengapa dia berbalik? Sekarang mengatakan bahwa Maduro adalah orang jahat?" ujar Maduro.
"Haruskah kita menaatinya, kepala, wakil raja negeri Venezuela ini?" ledek Maduro seperti dikutip dari Sputnik, Sabtu (27/4/2019).
Maduro menekankan bahwa ide Chavez adalah berperang melawan imperialisme AS dan membela kedaulatan Amerika Latin, sembari menekankan bahwa Abrams tidak cocok dengan prinsip-prinsip ini.
"Apakah Eliot Abrams ini menjadi chavist? Itu adalah manuver vulgar, tidak masuk akal untuk berpura-pura bahwa imperialisme membela warisan Hugo Chavez, karena warisan Hugo Chavez adalah warisan anti-imperialis," Maduro bersikeras.
Pernyataan Maduro itu muncul sehari setelah diplomat AS itu dilaporkan menyerukan kepada para chavists muda dan anggota Partai Persatuan Sosialis (PSUV) pro-Maduro untuk bergabung dengan oposisi dan menyerukan pemilu. Ia juga menekankan bahwa militer Venezuela pasca-Maduro perlu digaji dengan baik dan meninggalkan politik.
“Jika kamu ingin Chavism menjadi bagian dari masa depan negaramu, dan bukan hanya masa lalunya, itu tidak bisa dipaksakan dengan paksa. Ketika PSUV menerima bahwa ia harus bertindak semata-mata sebagai partai politik yang demokratis, dan mencari suara warga dalam pemilu bebas, semata-mata melalui argumen dan debat, Venezuela akan berada di jalan menuju demokrasi," kata Abrams pada sebuah acara yang diselenggarakan oleh Atlantic Council di Washington, sebagaimana dikutip oleh Washington Examiner.
Ketika Abrams berbicara, Ariel Gold, co-director nasional Code Pink, berdiri dengan tanda bertuliskan "No Coup in Venezuela". Namun, keamanan mendorong wanita itu keluar dari ruangan. Aktivis itu berteriak "Elliott Abrams adalah penjahat perang" tepat ketika dia melewati panggung.
Selain itu, para aktivis telah membentuk Kolektif Perlindungan Kedutaan Besar dan, atas undangan Caracas, telah tidur selama berminggu-minggu di Kedubes Venezuela di Washington, untuk menghentikan penyitaan.
Krisis politik di Venezuela pecah pada akhir Januari ketika pemimpin oposisi Juan Guaido menyatakan dirinya sebagai "presiden sementara" negara itu, hanya beberapa minggu setelah pelantikan Presiden Nicolas Maduro untuk masa jabatan kedua.
AS segera mengesahkan Guaido, meminta Maduro untuk mundur dan menyita aset minyak negara itu senilai miliaran dolar. Beberapa negara lain mengikuti, memfasilitasi pengambilalihan misi diplomatik Venezuela oleh perwakilan Guaido.
Caracas menggambarkan situasi itu sebagai upaya kudeta. Rusia, China, Kuba, Serbia, Suriah, Turki, dan puluhan negara lain memprotes tindakan itu di PBB, dan mendesak AS bersama sekutunya untuk tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara Amerika Latin itu.
Maduro menyebut Abramns berusaha untuk membuat bingung dan memecah belah rakyat Venezuela dengan mengenakan topeng chavist. Ia pun menyebut Abrams sebagai "elang tua perang dingin" selama pertemuannya dengan para guru di Caracas.
"Eliott Abrams mengejutkan dunia dan keluar sebagai pembela warisan Komandan (Hugo) Chavez. Dia mengklaim sebagai pembela warisan Chavism dan Chavez. Apakah itu kredibel? Mengapa dia berbalik? Sekarang mengatakan bahwa Maduro adalah orang jahat?" ujar Maduro.
"Haruskah kita menaatinya, kepala, wakil raja negeri Venezuela ini?" ledek Maduro seperti dikutip dari Sputnik, Sabtu (27/4/2019).
Maduro menekankan bahwa ide Chavez adalah berperang melawan imperialisme AS dan membela kedaulatan Amerika Latin, sembari menekankan bahwa Abrams tidak cocok dengan prinsip-prinsip ini.
"Apakah Eliot Abrams ini menjadi chavist? Itu adalah manuver vulgar, tidak masuk akal untuk berpura-pura bahwa imperialisme membela warisan Hugo Chavez, karena warisan Hugo Chavez adalah warisan anti-imperialis," Maduro bersikeras.
Pernyataan Maduro itu muncul sehari setelah diplomat AS itu dilaporkan menyerukan kepada para chavists muda dan anggota Partai Persatuan Sosialis (PSUV) pro-Maduro untuk bergabung dengan oposisi dan menyerukan pemilu. Ia juga menekankan bahwa militer Venezuela pasca-Maduro perlu digaji dengan baik dan meninggalkan politik.
“Jika kamu ingin Chavism menjadi bagian dari masa depan negaramu, dan bukan hanya masa lalunya, itu tidak bisa dipaksakan dengan paksa. Ketika PSUV menerima bahwa ia harus bertindak semata-mata sebagai partai politik yang demokratis, dan mencari suara warga dalam pemilu bebas, semata-mata melalui argumen dan debat, Venezuela akan berada di jalan menuju demokrasi," kata Abrams pada sebuah acara yang diselenggarakan oleh Atlantic Council di Washington, sebagaimana dikutip oleh Washington Examiner.
Ketika Abrams berbicara, Ariel Gold, co-director nasional Code Pink, berdiri dengan tanda bertuliskan "No Coup in Venezuela". Namun, keamanan mendorong wanita itu keluar dari ruangan. Aktivis itu berteriak "Elliott Abrams adalah penjahat perang" tepat ketika dia melewati panggung.
Selain itu, para aktivis telah membentuk Kolektif Perlindungan Kedutaan Besar dan, atas undangan Caracas, telah tidur selama berminggu-minggu di Kedubes Venezuela di Washington, untuk menghentikan penyitaan.
Krisis politik di Venezuela pecah pada akhir Januari ketika pemimpin oposisi Juan Guaido menyatakan dirinya sebagai "presiden sementara" negara itu, hanya beberapa minggu setelah pelantikan Presiden Nicolas Maduro untuk masa jabatan kedua.
AS segera mengesahkan Guaido, meminta Maduro untuk mundur dan menyita aset minyak negara itu senilai miliaran dolar. Beberapa negara lain mengikuti, memfasilitasi pengambilalihan misi diplomatik Venezuela oleh perwakilan Guaido.
Caracas menggambarkan situasi itu sebagai upaya kudeta. Rusia, China, Kuba, Serbia, Suriah, Turki, dan puluhan negara lain memprotes tindakan itu di PBB, dan mendesak AS bersama sekutunya untuk tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri negara Amerika Latin itu.
(ian)