Jepang Tegaskan Kembali ke Tatanan Nilai Tradisional

Selasa, 02 April 2019 - 07:02 WIB
Jepang Tegaskan Kembali...
Jepang Tegaskan Kembali ke Tatanan Nilai Tradisional
A A A
TOKYO - Jepang mendeklarasikan nama Reiwa untuk era kekaisaran baru saat Putra Mahkota Naruhito menjadi kaisar pada 1 Mei mendatang. Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe menyatakan peluncuran era baru ini menegaskan nilai-nilai tradisional pada titik balik sejarah bangsa Negeri Matahari Terbit tersebut.

Warga menonton layar televisi raksasa di berbagai penjuru Tokyo sambil mengangkat ponsel mereka untuk memotret Kepala Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga yang memegang plakat putih dengan nama baru Reiwa tertulis dalam dua huruf dengan tinta hitam. Negeri itu telah lama menanti nama era baru itu atau “gengo” yang akan digunakan di sejumlah koin, kalender, surat kabar, dan surat dokumen resmi, serta mencerminkan perasaan nasional pada era tersebut.

Huruf pertama sering digunakan dengan arti “perintah” tapi juga berarti “bagus” dan “indah”. Adapun kata huruf kedua berarti “damai” atau “harmoni”. Menurut PM Abe, nama itu menegaskan keindahan budaya tradisional Jepang dan masa depan yang diimpikan setiap orang, terutama para pemuda. “Bangsa kita menghadapi titik balik besar, tapi di sana ada banyak nilai-nilai Jepang yang tidak boleh hilang,” kata Abe saat konferensi pers kemarin.

“Nama itu menunjukkan bahwa budaya bangsa kita lahir dan dipelihara oleh hati rakyat yang menggambarkan keindahan bersama.” tutur Abe, dilansir Reuters. Naiknya Naruhito ke Tahta Krisan akan dilakukan sehari setelah ayahnya, Kaisar Akihito, menyerahkan tahta pada 30 April, mengakhiri era Heisei yang dimulai pada 1989. Akihito akan menjadi kaisar pertama yang menyerahkan tahta di Jepang dalam lebih dari dua abad terakhir.

Pengumuman ini dilakukan sebulan lebih awal sehingga berbagai kantor pemerintahan dan perusahaan dapat memperbarui peranti lunak komputer dan membuat persiapan untuk menghindari kekacauan saat era baru dimulai. Meski penggunaan kalender Barat sudah umum dilakukan, banyak warga Jepang menghitung tahun dengan gengo atau menggunakan dua sistem kalender secara bersamaan.

Meski respons publik secara umum positif, beberapa orang tidak suka nama baru tersebut yang dilafalkan sebagai “ray wa”. “Ini lembut, nama damai. Kami ingin ini menjadi era di mana anak dapat bersinar dalam masa depan yang tenang,” ungkap Masaharu Hannuki, 63, yang berada di luar Stasiun Shimbashi, saat surat kabar edisi khusus diberikan secara gratis.

Warga lain menyebut nama era baru itu terdengar berat karena huruf pertama sering berarti “perintah” dan “komando”. “Ide bahwa Anda harus mematuhi perintah dari mereka yang di atas Anda, itu mungkin harapan mereka. Tapi, saya merasa mereka tidak ingin kedamaian untuk orang biasa,” sahut seorang pengguna Twitter di akunnya.

Untuk pertama kali nama baru itu diambil dari sumber Jepang kuno, antologi puisi yang disebut Manyoshu, bukannya naskah kuno asal China. Huruf itu diambil dari puisi tentang musim semi yang menyebut angin lembut dan bunga prem, referensi yang banyak diketahui oleh para cendekiawan, namun tidak familier bagi sebagian besar orang.

PM Abe menjelaskan sejarah dan penafsiran positif dari nama era baru tersebut. Para pakar juga menyatakan nama itu mencerminkan agenda politik konservatif yang menekankan kebanggaan nasional. “Ini kumpulan yang mengungkapkan kekayaan budaya bangsa kita, yang kita harus banggakan, bersama kecantikan alam bangsa kita. Kami yakin karakter nasional ini harus disampaikan menuju era baru,” tutur Abe.

Pakar Manyoshu di Universitas Nara, Makoto Ueno, menjelaskan, penggunaan teks Jepang menandai perubahan penting. “Ini berarti gengo memasuki babak baru. Sistem yang diawali dengan sistem kekaisaran asal China telah hidup di Jepang,” ujarnya.

Nama baru itu sangat dijaga kerahasiaannya sebelum diumumkan ke publik. Para pejabat yang terlibat dalam pembahasan nama baru itu harus menyerahkan telepon seluler dan tidak bercerita pada orang lain. Saat nama itu akhirnya diumumkan kemarin para pengguna internet segera mendaftarkan nama-nama domain terkait Reiwa serta memicu naiknya harga saham usaha dengan nama terkait Reiwa.

Sejumlah panduan menyebutkan bahwa nama baru harus sesuai cita-cita bangsa, terdiri atas dua huruf China atau kanji, dan mudah ditulis serta dibaca. Tulisan itu tak boleh mengulang kombinasi sebelumnya. Para pakar dan birokrat telah mengusulkan sejumlah nama untuk era baru tersebut dan kabinet membuat keputusan akhir setelah berkonsultasi dengan tim penasihat.

Telah ada empat nama era dalam sejarah modern Jepang yakni Meiji pada 1868-1912, Taisho pada 1912-1926, Showa pada 1926-1989, dan sekarang Heisei yang berarti “mencapai perdamaian”.
Sejumlah lembaga dan kantor pemerintahan telah bersiap untuk nama era baru itu selama beberapa bulan terakhir, dibantu oleh perusahaan sistem komputer seperti Fujitsu Ltd dan NEC Corp.

Banyak program komputer didesain untuk memudahkan perubahan gengo. Selama ini, gengo menjadi simbol perasaan nasional atas satu periode, serupa dengan sebutan era “1960-an” yang mencerminkan sejumlah gambaran, atau bagaimana sejarawan menyebut era Victorian atau Edwardian di Inggris.

Tiga dekade era Heisei mengalami runtuhnya gelembung ekonomi Jepang, beberapa tahun stagnasi ekonomi, sejumlah bencana alam, dan meluasnya media sosial. “Saya harap ini era tanpa perang dan saat di mana semua orang saling membantu,” kata warga Jepang bernama Miyu Sakamoto, 13.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0531 seconds (0.1#10.140)