Julia Eileen Gillard Konsisten Tuntut Kesetaraan Gender
A
A
A
JULIA Eileen Gillard memang sudah lepas dari dunia politik. Namun dunia tak akan lupa saat dirinya yang waktu itu menjabat Perdana Menteri (PM) Australia berpidato tentang misoginis atau kebencian terhadap perempuan di hadapan anggota DPR Australia pada 2012.
Dia bahkan melakukannya lagi tahun ini. Pidato itu langsung viral secara luas di seluruh dunia. Bahkan video ini telah ditonton lebih dari 2,5 juta penonton di YouTube, menarik per hatian Barack Obama dan mendorong revisi definisi misoginis dalam kamus. Dia pun sempat menjadi ‘superstar’ internasional kala itu.
Tahun ini, Julia hadir lagi dengan pidato yang sama pedasnya. Dalam acara The Economic Times Women’s Forum 2019 di Mumbai, India, dia memberikan pidato yang penuh dengan angka statistik yang menggambarkan kenyataan yang pedih. “Kami tidak punya alasan untuk membuka sampanye. Yang benar adalah, di negara mana pun di dunia saat ini, kita tidak memiliki kesetaraan gender,” terangnya, dikutip The Economic Times.
Perempuan berusia 57 tahun pada 29 September tahun lalu ini menceritakan kisah perjalanan keluarganya yang sulit dari Inggris ke Australia, dengan orang tua yang berasal dari latar belakang yang kurang beruntung yang tidak pernah menyelesaikan sekolah menengah.
Dia pun mengutip angka untuk mendukung argumennya. “Secara global, perempuan hanya 24% dari anggota parlemen nasional, 26% pemimpin media berita, 27% hakim, 25% manajer senior, 15% anggota dewan perusahaan, dan hanya 9% pemimpin senior TI. Dalam dekade terakhir, jumlah manajer wanita senior telah me - ningkat hanya 1% dan jumlah wanita yang me megang jabatan menteri di pemerintahan me ning kat hanya 2% di seluruh dunia,” ungkapnya.
Angka ini lebih parah lagi di India. Dia melanjutkan bahwa laporan terbaru dari Forum Ekonomi Dunia memper kira kan akan dibutuhkan 202 tahun untuk menutup kesenjangan gender ekonomi dan 170 tahun untuk menutup kesen ja ngan gender politik. “Sekarang, aku berniat untuk hidup lama, tapi aku tidak berpikir aku akan membuat ulang tahunku yang ke 250,” ujarnya. Mengapa ada lebih sedikit perempuan dalam posisi kepemimpinan di seluruh sektor dan industri? Dia menilai ada masalah struktural dan sikap yang masih menghalangi perempuan mendapatkan akses yang adil ke jalur kepemimpinan.
Sebagian besar jalur karier telah dikembang kan dengan mem per timbangkan kehidupan pria. Telah tertanam sebuah asumsi bahwa individu dapat mencurahkan hampir seluruh waktu mereka untuk bekerja karena seseorang biasanya seorang istri yang tidak bekerja telah bertugas menjaga kehidupannya atau mengurusi urusan domestik.
“Bagi wanita, yang mencoba menggabungkan antara memiliki pekerjaan dan merawat anakanak, semua berjalan dengan banyak kerugian di sisi meraka. Adalah fakta bahwa mereka tidak dapat menjawab surel setiap saat, atau mereka kehilangan acara networking setelah jam kerja, dan itulah yang membuat perbedaan. Lalu ada satu set bias yang berkelanjutan tentang perempuan, yaitu mereka terlalu lunak untuk jadi pemimpin, atau terlalu emosional atau histeris,” ungkap wanita pertama dan satu-satunya yang memegang posisi Wakil PM, PM, dan pemimpin partai besar di Australia.
Tak heran bahwa dia masuk dalam daftar Power Women 2013 versi Forbes, dan tahun lalu namanya juga masuk dalam daftar 100 Women BBC. Masalah gender memang selalu menjadi perhatian bagi Julia. Meski sudah tidak lagi berada di pemerintahan, tapi dia tetap menyuarakan isu tersebut.
Selain itu, dia juga menambah fokusnya di masalah kesehatan jiwa, pendidikan, dan juga pendidikan gender. Tahun lalu dia juga bergabung dengan ratusan orang lainnya di parlemen untuk menuntut permintaan maaf secara nasional kepada para korban pelecehan seksual anak institusional.
Pada tahun lalu, Julia terpilih menjadi Ketua Global Institute for Women’s Leadership yang didirikan King’s College London. Lembaga ini menyatukan penelitian, praktik, dan advokasi yang ketat untuk lebih memahami dan mengatasi penyebab kurang terwakilinya perempuan dalam posisi kepemimpinan di berbagai sektor dan negara dan cara gender berdampak negatif terhadap evaluasi pemimpin perempuan.
Pribadi Ramah dan Hangat
Dikutip The Sydney Morning Herald, bagi mereka yang mengenal Julia secara dekat, dia dinilai sebagai orang yang ramah, hangat, bermartabat, pekerja keras, dan berani. Dia dikenal sangat sopan kepada staf, anggota parlemen, pegawai negeri, dan pemangku kepentingan. Dia murah hati dengan waktunya dan tidak membuat orang terburu-buru seperti yang dilakukan para pemimpin yang sibuk. Dia tidak pernah kasar dan tidak pernah meninggikan suaranya.
Bahkan pada masa pemerintahannya, momen ulang tahun setiap pegawainya ikut dirayakan di kantor PM. Julia datang membawa kue dan menyampaikan pidato yang sangat pribadi kepada staf junior sekalipun. (Susi Susanti)
Dia bahkan melakukannya lagi tahun ini. Pidato itu langsung viral secara luas di seluruh dunia. Bahkan video ini telah ditonton lebih dari 2,5 juta penonton di YouTube, menarik per hatian Barack Obama dan mendorong revisi definisi misoginis dalam kamus. Dia pun sempat menjadi ‘superstar’ internasional kala itu.
Tahun ini, Julia hadir lagi dengan pidato yang sama pedasnya. Dalam acara The Economic Times Women’s Forum 2019 di Mumbai, India, dia memberikan pidato yang penuh dengan angka statistik yang menggambarkan kenyataan yang pedih. “Kami tidak punya alasan untuk membuka sampanye. Yang benar adalah, di negara mana pun di dunia saat ini, kita tidak memiliki kesetaraan gender,” terangnya, dikutip The Economic Times.
Perempuan berusia 57 tahun pada 29 September tahun lalu ini menceritakan kisah perjalanan keluarganya yang sulit dari Inggris ke Australia, dengan orang tua yang berasal dari latar belakang yang kurang beruntung yang tidak pernah menyelesaikan sekolah menengah.
Dia pun mengutip angka untuk mendukung argumennya. “Secara global, perempuan hanya 24% dari anggota parlemen nasional, 26% pemimpin media berita, 27% hakim, 25% manajer senior, 15% anggota dewan perusahaan, dan hanya 9% pemimpin senior TI. Dalam dekade terakhir, jumlah manajer wanita senior telah me - ningkat hanya 1% dan jumlah wanita yang me megang jabatan menteri di pemerintahan me ning kat hanya 2% di seluruh dunia,” ungkapnya.
Angka ini lebih parah lagi di India. Dia melanjutkan bahwa laporan terbaru dari Forum Ekonomi Dunia memper kira kan akan dibutuhkan 202 tahun untuk menutup kesenjangan gender ekonomi dan 170 tahun untuk menutup kesen ja ngan gender politik. “Sekarang, aku berniat untuk hidup lama, tapi aku tidak berpikir aku akan membuat ulang tahunku yang ke 250,” ujarnya. Mengapa ada lebih sedikit perempuan dalam posisi kepemimpinan di seluruh sektor dan industri? Dia menilai ada masalah struktural dan sikap yang masih menghalangi perempuan mendapatkan akses yang adil ke jalur kepemimpinan.
Sebagian besar jalur karier telah dikembang kan dengan mem per timbangkan kehidupan pria. Telah tertanam sebuah asumsi bahwa individu dapat mencurahkan hampir seluruh waktu mereka untuk bekerja karena seseorang biasanya seorang istri yang tidak bekerja telah bertugas menjaga kehidupannya atau mengurusi urusan domestik.
“Bagi wanita, yang mencoba menggabungkan antara memiliki pekerjaan dan merawat anakanak, semua berjalan dengan banyak kerugian di sisi meraka. Adalah fakta bahwa mereka tidak dapat menjawab surel setiap saat, atau mereka kehilangan acara networking setelah jam kerja, dan itulah yang membuat perbedaan. Lalu ada satu set bias yang berkelanjutan tentang perempuan, yaitu mereka terlalu lunak untuk jadi pemimpin, atau terlalu emosional atau histeris,” ungkap wanita pertama dan satu-satunya yang memegang posisi Wakil PM, PM, dan pemimpin partai besar di Australia.
Tak heran bahwa dia masuk dalam daftar Power Women 2013 versi Forbes, dan tahun lalu namanya juga masuk dalam daftar 100 Women BBC. Masalah gender memang selalu menjadi perhatian bagi Julia. Meski sudah tidak lagi berada di pemerintahan, tapi dia tetap menyuarakan isu tersebut.
Selain itu, dia juga menambah fokusnya di masalah kesehatan jiwa, pendidikan, dan juga pendidikan gender. Tahun lalu dia juga bergabung dengan ratusan orang lainnya di parlemen untuk menuntut permintaan maaf secara nasional kepada para korban pelecehan seksual anak institusional.
Pada tahun lalu, Julia terpilih menjadi Ketua Global Institute for Women’s Leadership yang didirikan King’s College London. Lembaga ini menyatukan penelitian, praktik, dan advokasi yang ketat untuk lebih memahami dan mengatasi penyebab kurang terwakilinya perempuan dalam posisi kepemimpinan di berbagai sektor dan negara dan cara gender berdampak negatif terhadap evaluasi pemimpin perempuan.
Pribadi Ramah dan Hangat
Dikutip The Sydney Morning Herald, bagi mereka yang mengenal Julia secara dekat, dia dinilai sebagai orang yang ramah, hangat, bermartabat, pekerja keras, dan berani. Dia dikenal sangat sopan kepada staf, anggota parlemen, pegawai negeri, dan pemangku kepentingan. Dia murah hati dengan waktunya dan tidak membuat orang terburu-buru seperti yang dilakukan para pemimpin yang sibuk. Dia tidak pernah kasar dan tidak pernah meninggikan suaranya.
Bahkan pada masa pemerintahannya, momen ulang tahun setiap pegawainya ikut dirayakan di kantor PM. Julia datang membawa kue dan menyampaikan pidato yang sangat pribadi kepada staf junior sekalipun. (Susi Susanti)
(nfl)