Terungkap, Hacker Iran Dekati Alarm Rudal Israel
A
A
A
TEL AVIV - Kelompok hacker Iran berhasil mendekati sistem peringatan (alarm) rudal Israel. Aksi para peretas itu membuat Tel Aviv mengirim militer untuk melindungi alarm rudal agar tidak dikendalikan musuh.
Kepala Divisi Pertahanan Siber di Direktorrat Pertahanan Siber Israel, Noam Shaar, mengatakan ulah para peretas Iran yang terdeteksi itu terjadi pada 2017 lalu. Pihaknya memantau mereka untuk mengetahui niat mereka. Selanjutnya, militer memblokir para peretas ketika target atau tujuan mereka sudah diketahui secara jelas.
"Kami menangani mereka dan membangun penghalang lain dan sistem pemantauan lain untuk memastikan kami bisa menghentikan mereka jika mereka mencoba lagi," kata Shaar, seperti dikutip Bloomberg, Senin (25/2/2019).
Dia menyebut cybercreate Republik Islam sebagai tren paling mengganggu di dunia maya saat ini, dan mendesak sanksi internasional yang serupa dengan yang ada pada program nuklir dan rudal balistik Iran.
"Kami tidak bisa menunggu sampai siber Iran menjadi ancaman besar," kata Shaar, yang telah terlibat dalam mengembangkan operasi siber Israel selama 20 tahun terakhir.
Setelah melacak penyerang selama beberapa bulan, perusahaan keamanan siber yang bermarkas di Amerika Serikat (AS), FireEye Inc., mengatakan pada bulan Januari bahwa Iran dapat berada di belakang gelombang peretasan pada pemerintah dan infrastruktur komunikasi di Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa dan Amerika Utara.
Kementerian Teknologi Informasi dan Komunikasi Iran dan Kementerian Telekomunikasi belum bersedia berkomentar mengenai tuduhan kegiatan tersebut.
Tetapi, Iran juga menuduh Israel melakukan serangan dunia maya, di mana baru-baru ini mereka mengklaim menangkis serangan siber Israel pada infrastruktur telekomunikasi. Beberapa tahun yang lalu, virus Stuxnet—yang dilancarkan terhadap program nuklir Iran—dikaitkan dengan Israel dan AS umumnya menolak untuk menanggapi tuduhan tersebut.
Rhea Siers, mantan pejabat senior di Badan Keamanan Nasional AS, mengatakan Rusia lebih mahir daripada Iran dalam operasi siber ofensif dan China juga adalah pemain yang terampil.
"Orang-orang Iran sangat ingin 'membuat diri mereka dikenal' dalam domain siber dan tentu saja melakukannya," kata Siers. "Tetapi, walaupun memang benar bahwa Israel adalah target (serangan) siber utama Iran, itu berbeda dari penilaian kekuatan Iran di seluruh domain siber."
Strategi pertahanan siber Israel sebagian besar berfokus pada memerangi kehadiran serbuan siber Iran. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu baru-baru ini mengatakan negaranya menangkis serangan siber Iran setiap hari.
Proksi dan sekutu Iran juga terlibat dalam serangan siber terhadap Israel. Menurut Shaar, tahun lalu, penguasa Hamas di Jalur Gaza memata-matai tentara Israel dengan aplikasi kencan palsu. Dalam kasus 2018 lainnya, tentara Israel memblokir upaya nyata Hamas untuk melanggar sistem kamera pengintai.
"Jika mereka ingin melakukan spionase jaringan maya, mereka akan dapat mengetahui di mana pasukan kita berada, dan jika mereka ingin menyerang, mereka dapat menutup bagian dari jaringan," katanya.
Kepala Divisi Pertahanan Siber di Direktorrat Pertahanan Siber Israel, Noam Shaar, mengatakan ulah para peretas Iran yang terdeteksi itu terjadi pada 2017 lalu. Pihaknya memantau mereka untuk mengetahui niat mereka. Selanjutnya, militer memblokir para peretas ketika target atau tujuan mereka sudah diketahui secara jelas.
"Kami menangani mereka dan membangun penghalang lain dan sistem pemantauan lain untuk memastikan kami bisa menghentikan mereka jika mereka mencoba lagi," kata Shaar, seperti dikutip Bloomberg, Senin (25/2/2019).
Dia menyebut cybercreate Republik Islam sebagai tren paling mengganggu di dunia maya saat ini, dan mendesak sanksi internasional yang serupa dengan yang ada pada program nuklir dan rudal balistik Iran.
"Kami tidak bisa menunggu sampai siber Iran menjadi ancaman besar," kata Shaar, yang telah terlibat dalam mengembangkan operasi siber Israel selama 20 tahun terakhir.
Setelah melacak penyerang selama beberapa bulan, perusahaan keamanan siber yang bermarkas di Amerika Serikat (AS), FireEye Inc., mengatakan pada bulan Januari bahwa Iran dapat berada di belakang gelombang peretasan pada pemerintah dan infrastruktur komunikasi di Timur Tengah, Afrika Utara, Eropa dan Amerika Utara.
Kementerian Teknologi Informasi dan Komunikasi Iran dan Kementerian Telekomunikasi belum bersedia berkomentar mengenai tuduhan kegiatan tersebut.
Tetapi, Iran juga menuduh Israel melakukan serangan dunia maya, di mana baru-baru ini mereka mengklaim menangkis serangan siber Israel pada infrastruktur telekomunikasi. Beberapa tahun yang lalu, virus Stuxnet—yang dilancarkan terhadap program nuklir Iran—dikaitkan dengan Israel dan AS umumnya menolak untuk menanggapi tuduhan tersebut.
Rhea Siers, mantan pejabat senior di Badan Keamanan Nasional AS, mengatakan Rusia lebih mahir daripada Iran dalam operasi siber ofensif dan China juga adalah pemain yang terampil.
"Orang-orang Iran sangat ingin 'membuat diri mereka dikenal' dalam domain siber dan tentu saja melakukannya," kata Siers. "Tetapi, walaupun memang benar bahwa Israel adalah target (serangan) siber utama Iran, itu berbeda dari penilaian kekuatan Iran di seluruh domain siber."
Strategi pertahanan siber Israel sebagian besar berfokus pada memerangi kehadiran serbuan siber Iran. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu baru-baru ini mengatakan negaranya menangkis serangan siber Iran setiap hari.
Proksi dan sekutu Iran juga terlibat dalam serangan siber terhadap Israel. Menurut Shaar, tahun lalu, penguasa Hamas di Jalur Gaza memata-matai tentara Israel dengan aplikasi kencan palsu. Dalam kasus 2018 lainnya, tentara Israel memblokir upaya nyata Hamas untuk melanggar sistem kamera pengintai.
"Jika mereka ingin melakukan spionase jaringan maya, mereka akan dapat mengetahui di mana pasukan kita berada, dan jika mereka ingin menyerang, mereka dapat menutup bagian dari jaringan," katanya.
(mas)