Paus Akui Kasus Biarawati Jadi Budak Seks Pastor, Vatikan Klarifikasi
A
A
A
VATIKAN - Pemimpin umat Katolik Paus Fransiskus (Francis) membuat kegemparan internasional setelah mengakui kasus para biarawati Katolik jadi sasaran perbudakan seksual oleh pastor Prancis. Pengakuan langka itu memaksa Vatikan melakukan klarifikasi.
"Ketika Bapa Suci, merujuk pada pembubaran sebuah Kongregasi, berbicara tentang 'perbudakan seksual', ia mengartikan 'manipulasi', suatu bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang tercermin juga dalam pelecehan seksual," kata juru bicara Vatikan Alessandro Gisotti, dikutip CNN, Kamis (7/2/2019).
Komentar mengejutkan Paus merupakan yang pertama kalinya, di mana ia secara terbuka mengakui adanya pelecehan seksual terhadap biarawati oleh para uskup dan imam Katolik. Sampai saat ini, sebagian besar skandal penyalahgunaan oleh para imam Katolik telah difokuskan pada anak di bawah umur, yang mewakili sebagian besar kasus.
Kendati demikian, banyak umat Katolik mengatakan pelecehan terhadap orang dewasa yang rentan, termasuk biarawati dan seminaris, telah lama menjadi masalah di gereja. Beberapa dari mereka berharap gereja akan membahas masalah ini pada pertemuan tentang krisis pelecehan yang akan diselenggarakan oleh Paus Francis mulai 21 hingga 24 Februari di Roma.
Surat kabar Vatikan, L'Osservatore Romano, pada pekan lalu mengatakan penyalahgunaan biarawati oleh pastor dan uskup kadang-kadang diperburuk oleh fakta bahwa pelecehan terhadap wanita menghasilkan prokreasi dan itu merupakan asal usul aborsi paksa dan anak-anak yang tidak diakui oleh para imam.
Komentar Paus dibuat saat konferensi pers di atas pesawat Kepausan yang sedang dalam penerbangan pulang ke Roma dari Uni Emirat Arab. Pernyataan itu muncul ketika Gereja Katolik berurusan dengan skandal pelecehan seksual di beberapa benua.
Selama konferensi pers, Paus ditanya oleh seorang reporter tentang artikel L'Osservatore dan bagaimana dia menghadapi masalah biarawati yang disalahgunakan oleh para imam gereja.
"Ada pastor dan juga uskup yang melakukan itu," kata Paus mengacu pada biarawati yang jadi korban pelecehan seksual. "Dan saya yakin itu masih bisa dilakukan. Bukan sejak saat Anda menyadarinya, ini sudah selesai. Masalahnya terus berlanjut seperti ini. Kami sudah mengerjakan ini sejak lama."
Paus Francis menyebutkan kasus seorang suster biarawati, khususnya di Prancis, di mana pendahulunya, Paus Emeritus Benediktus XVI, telah mencoba mengambil tindakan tetapi digagalkan oleh orang dalam Vatikan. Pada saat itu, Benediktus adalah seorang kardinal dan kepala kantor doktrin Vatikan.
"Tetapi ketika dia menjadi Paus, hal pertama (yang dikatakan) membawa ini dari arsip dan dia memulainya," kata Paus Francis.
"Paus Benediktus memiliki keberanian untuk membubarkan sebuah jemaat wanita yang memiliki tingkat tertentu karena perbudakan perempuan ini telah masuk, bahkan perbudakan seksual, oleh para pastor atau oleh pendirinya," kata Paus.
Menurut Vatikan, pernyataan Paus Francis itu merujuk pada Komunitas St. John, sebuah kelompok agama yang didirikan di Prancis pada tahun 1970-an. Kelompok itu terpecah menjadi dua, yang salah satunya pindah ke Spanyol, setelah pendirinya meninggal.
Pada 2013, komunitas itu secara terbuka mengakui bahwa pendirinya, Pendeta Marie-Dominique Philippe, kadang-kadang membuat "gerakan" yang bertentangan dengan kesucian terhadap beberapa wanita di bawah arahan rohaninya. Hal itu diungkap La Croix, sebuah surat kabar Katolik di Prancis. Phillipe meninggal pada 2006.
Paus Benediktus XVI kemudian membubarkan kelompok sempalan St. Yohanes pada tahun 2013, suatu langkah yang dipuji Paus Francis sebagai tindakan kuat dan konsisten.
"Ketika Bapa Suci, merujuk pada pembubaran sebuah Kongregasi, berbicara tentang 'perbudakan seksual', ia mengartikan 'manipulasi', suatu bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang tercermin juga dalam pelecehan seksual," kata juru bicara Vatikan Alessandro Gisotti, dikutip CNN, Kamis (7/2/2019).
Komentar mengejutkan Paus merupakan yang pertama kalinya, di mana ia secara terbuka mengakui adanya pelecehan seksual terhadap biarawati oleh para uskup dan imam Katolik. Sampai saat ini, sebagian besar skandal penyalahgunaan oleh para imam Katolik telah difokuskan pada anak di bawah umur, yang mewakili sebagian besar kasus.
Kendati demikian, banyak umat Katolik mengatakan pelecehan terhadap orang dewasa yang rentan, termasuk biarawati dan seminaris, telah lama menjadi masalah di gereja. Beberapa dari mereka berharap gereja akan membahas masalah ini pada pertemuan tentang krisis pelecehan yang akan diselenggarakan oleh Paus Francis mulai 21 hingga 24 Februari di Roma.
Surat kabar Vatikan, L'Osservatore Romano, pada pekan lalu mengatakan penyalahgunaan biarawati oleh pastor dan uskup kadang-kadang diperburuk oleh fakta bahwa pelecehan terhadap wanita menghasilkan prokreasi dan itu merupakan asal usul aborsi paksa dan anak-anak yang tidak diakui oleh para imam.
Komentar Paus dibuat saat konferensi pers di atas pesawat Kepausan yang sedang dalam penerbangan pulang ke Roma dari Uni Emirat Arab. Pernyataan itu muncul ketika Gereja Katolik berurusan dengan skandal pelecehan seksual di beberapa benua.
Selama konferensi pers, Paus ditanya oleh seorang reporter tentang artikel L'Osservatore dan bagaimana dia menghadapi masalah biarawati yang disalahgunakan oleh para imam gereja.
"Ada pastor dan juga uskup yang melakukan itu," kata Paus mengacu pada biarawati yang jadi korban pelecehan seksual. "Dan saya yakin itu masih bisa dilakukan. Bukan sejak saat Anda menyadarinya, ini sudah selesai. Masalahnya terus berlanjut seperti ini. Kami sudah mengerjakan ini sejak lama."
Paus Francis menyebutkan kasus seorang suster biarawati, khususnya di Prancis, di mana pendahulunya, Paus Emeritus Benediktus XVI, telah mencoba mengambil tindakan tetapi digagalkan oleh orang dalam Vatikan. Pada saat itu, Benediktus adalah seorang kardinal dan kepala kantor doktrin Vatikan.
"Tetapi ketika dia menjadi Paus, hal pertama (yang dikatakan) membawa ini dari arsip dan dia memulainya," kata Paus Francis.
"Paus Benediktus memiliki keberanian untuk membubarkan sebuah jemaat wanita yang memiliki tingkat tertentu karena perbudakan perempuan ini telah masuk, bahkan perbudakan seksual, oleh para pastor atau oleh pendirinya," kata Paus.
Menurut Vatikan, pernyataan Paus Francis itu merujuk pada Komunitas St. John, sebuah kelompok agama yang didirikan di Prancis pada tahun 1970-an. Kelompok itu terpecah menjadi dua, yang salah satunya pindah ke Spanyol, setelah pendirinya meninggal.
Pada 2013, komunitas itu secara terbuka mengakui bahwa pendirinya, Pendeta Marie-Dominique Philippe, kadang-kadang membuat "gerakan" yang bertentangan dengan kesucian terhadap beberapa wanita di bawah arahan rohaninya. Hal itu diungkap La Croix, sebuah surat kabar Katolik di Prancis. Phillipe meninggal pada 2006.
Paus Benediktus XVI kemudian membubarkan kelompok sempalan St. Yohanes pada tahun 2013, suatu langkah yang dipuji Paus Francis sebagai tindakan kuat dan konsisten.
(mas)