Taliban Tuntut Konstitusi Baru dan Penerapan Syariat Islam

Rabu, 06 Februari 2019 - 08:48 WIB
Taliban Tuntut Konstitusi...
Taliban Tuntut Konstitusi Baru dan Penerapan Syariat Islam
A A A
MOSKOW - Kelompok Taliban menuntut konstitusi baru untuk Afghanistan dan berjanji sistem Islam inklusif untuk pemerintahan negara yang dilanda perang itu. Tuntutan itu disampaikan pada pertemuan langka dengan politisi senior Afghanistan di Rusia, minus pemerintah Kabul.

Manifesto pemberontak ini dibacakan di hadapan beberapa pemimpin paling berpengaruh di Afghanistan. Ini terjadi seminggu setelah Taliban mengadakan pembicaraan selama enam hari yang belum pernah terjadi sebelumnya dengan para negosiator Amerika Serikat (AS) di Doha, Qatar, untuk mengakhiri perang selama 17 tahun.

Diskusi di Doha dan Moskow mengecualikan pemerintah Afghanistan di Kabul, di mana posisi Presiden Ashraf Ghani dipandang semakin tersisih dari negosiasi kunci untuk perdamaian di negaranya.

"Konstitusi pemerintah Kabul tidak valid. Itu telah diimpor dari Barat dan merupakan penghalang bagi perdamaian," kata Sher Mohammad Abbas Stanikzai, yang memimpin delegasi Taliban, mengatakan kepada peserta di sebuah hotel di pusat kota Moskow.

"Itu bertentangan. Kami menginginkan konstitusi Islam," tegasnya, seraya menambahkan bahwa konstitusi baru akan disusun oleh para cendekiawan Islam seperti dilansir dari AFP, Rabu (6/2/2019).

Pertemuan Moskow adalah yang paling signifikan antara Taliban dengan politisi Afghanistan. Dalam pertemuan itu kelompok pemberontak berdio bersama dengan musuh bebuyutannya, termasuk mantan Hamid Karzai ketika mereka membahas visi mereka untuk masa depan.

Tidak ada perwakilan dari pemerintah Kabul yang diundang ke Moskow tetapi beberapa saingan utama Ghani - termasuk Karzai serta lawan dalam pemilihan yang dijadwalkan Juli - hadir.

Sekutu-sekutu Ghani di Washington mendesak warga Afghanistan untuk memimpin proses perdamaian, dan dorongan berbulan-bulan oleh AS untuk melibatkan Taliban tampaknya bertujuan meyakinkan mereka untuk bernegosiasi dengan pemerintah di Kabul.

Upaya-upaya itu mencapai puncaknya dalam perundingan enam hari antara AS dan Taliban pada Januari di mana kedua belah pihak memuji "kemajuan". Kenyataan ini memicu kekhawatiran Afghanistan bahwa Amerika dapat memutuskan kesepakatan untuk menarik tentaranya sebelum perdamaian abadi dengan Kabul tercapai.

Ghani telah berulang kali mengatakan bahwa semua warga Afghanistan harus menyepakati perlunya mengakhiri permusuhan dan penarikan pasukan asing, tetapi ia tidak akan menyerah pada perjanjian damai sementara.

Taliban menganggap Ghani dan pemerintahannya sebagai boneka AS, dan menolak tawaran untuk membicarakan gencatan senjata.

Stanikzai mengatakan para Taliban tidak menginginkan "monopoli kekuasaan" tetapi "sistem Islam inklusif".

Mereka juga berjanji untuk menghentikan penanaman opium di Afghanistan dan mengambil langkah-langkah untuk mencegah korban sipil dalam konflik yang telah menewaskan serta melukai ratusan ribu orang itu.

Dua wanita menghadiri konferensi itu. Taliban menutup sekolah-sekolah perempuan dan melarang perempuan bekerja di bawah rezim mereka, tetapi telah mengindikasikan bahwa mereka dapat melonggarkan beberapa pedoman sesuai dengan hukum Syariah.

"Saya pikir semua pihak siap untuk kompromi. Ini adalah awal yang baik," kata Muhammad Ghulam Jalal, kepala kelompok diaspora Afghanistan yang menjadi tuan rumah pertemuan tersebut.

Tetapi gambar-gambar Karzai dan para pemimpin kuat lainnya menghadiri doa yang dipimpin oleh seorang tokoh Taliban dan makan bersama para militan memicu kemarahan di Afghanistan.

"Jika kalian bisa makan bersama, tertawa dan berdoa bersama, saling berpelukan mengapa kamu masih membunuh orang Afghanistan yang tidak bersalah?" bunyi postingan salah satu pengguna Facebook.

Taliban dijadwalkan akan mengadakan lagi perundingan damai dengan AS di Doha pada 25 Februari.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6035 seconds (0.1#10.140)