Perilaku Perempuan Jadi Penyebab Rendahnya Kelahiran di Jepang
A
A
A
TOKYO - Deputi Perdana Menteri (PM) Jepang Taro Asoa, 78, menuding perempuan sebagai penyebab rendahnya tingkat kelahiran bayi di Negeri Matahari Terbit. Rendahnya tingkat kelahiran berdampak pada stagnasi ekonomi dan kekhawatiran peningkatan biaya kesehatan para manula yang bertambah banyak. Itu juga berdampak pada berkurangnya tenaga kerja muda di Jepang sehingga banyak orang tua harus bekerja untuk mengisi kekosongan posisi di banyak perusahaan.
“Banyak orang aneh yang mengatakan manula adalah kesalahan, tapi tidak benar,” kata Taro Aso, dilansir BBC. “Yang disalahkan adalah mereka yang tidak memiliki anak,” tudingnya.
Populasi yang menua, kata dia, berkaitan dengan jumlah kelahiran yang menurun dan itu merupakan isu yang menjadi perhatian bersama. Aso mengungkapkan pernyataan kontroversial tersebut di Fukuoka, Jepang.
Namun, pada Senin (4/2), Aso menarik kembali pernyataannya karena mendapatkan kritikan pedas dari anggota parlemen oposisi. Pernyataan Aso dinilai menyakiti pasangan yang tidak memiliki anak. “Saya menarik komentar saya dan akan berhati-hati dengan pernyataan saya kelak,” ujarnya.
Dia juga mengungkapkan bahwa pernyataan tersebut terlalu keluar konteks dalam topik pembicaraan. “Jika pernyataan itu membuat tidak nyaman, saya meminta maaf,” kata Aso. Melansir harian Asahi Shimbun, Aso mengungkapkan bahwa meningkatkan daya tahan hidup merupakan hal “menakjubkan”. Dia menyebut Jepang perlu menerapkan sistem keamanan sosial yang mendukung semua generasi.
Aso bukan politikus Jepang yang dituduh memainkan isu seksisme dalam beberapa tahun terakhir. Pada Mei 2018 lalu, seorang anggota parlemen Kanji Kato mengungkapkan perempuan Jepang seharusnya memiliki banyak anak atau menanggung beban negara. “Jika saya bertemu perempuan yang enggan menikah, saya akan menghentikan dana bantuan dari pajak dan dialihkan ke orang lain,” katanya.
Kemudian, politikus Partai Demokrat Liberal, Toshihiro Nikai, juga pernah dikecam ketika menyinggung perempuan yang tidak mau hamil pada Juni 2018. "Kini banyak orang egois bahwa lebih baik tidak melahirkan anak," tuding Nikai.
Tingkat kelahiran di Jepang memang menurun dan paling buruk pada 2018. Populasi mengalami penyusutan hingga 448.000 orang. Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga menegaskan bahwa pemerintah terus berusaha mengatasi masalah yang menjadi dilema bagi bangsa Jepang tersebut. (Andika Hendra)
“Banyak orang aneh yang mengatakan manula adalah kesalahan, tapi tidak benar,” kata Taro Aso, dilansir BBC. “Yang disalahkan adalah mereka yang tidak memiliki anak,” tudingnya.
Populasi yang menua, kata dia, berkaitan dengan jumlah kelahiran yang menurun dan itu merupakan isu yang menjadi perhatian bersama. Aso mengungkapkan pernyataan kontroversial tersebut di Fukuoka, Jepang.
Namun, pada Senin (4/2), Aso menarik kembali pernyataannya karena mendapatkan kritikan pedas dari anggota parlemen oposisi. Pernyataan Aso dinilai menyakiti pasangan yang tidak memiliki anak. “Saya menarik komentar saya dan akan berhati-hati dengan pernyataan saya kelak,” ujarnya.
Dia juga mengungkapkan bahwa pernyataan tersebut terlalu keluar konteks dalam topik pembicaraan. “Jika pernyataan itu membuat tidak nyaman, saya meminta maaf,” kata Aso. Melansir harian Asahi Shimbun, Aso mengungkapkan bahwa meningkatkan daya tahan hidup merupakan hal “menakjubkan”. Dia menyebut Jepang perlu menerapkan sistem keamanan sosial yang mendukung semua generasi.
Aso bukan politikus Jepang yang dituduh memainkan isu seksisme dalam beberapa tahun terakhir. Pada Mei 2018 lalu, seorang anggota parlemen Kanji Kato mengungkapkan perempuan Jepang seharusnya memiliki banyak anak atau menanggung beban negara. “Jika saya bertemu perempuan yang enggan menikah, saya akan menghentikan dana bantuan dari pajak dan dialihkan ke orang lain,” katanya.
Kemudian, politikus Partai Demokrat Liberal, Toshihiro Nikai, juga pernah dikecam ketika menyinggung perempuan yang tidak mau hamil pada Juni 2018. "Kini banyak orang egois bahwa lebih baik tidak melahirkan anak," tuding Nikai.
Tingkat kelahiran di Jepang memang menurun dan paling buruk pada 2018. Populasi mengalami penyusutan hingga 448.000 orang. Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga menegaskan bahwa pemerintah terus berusaha mengatasi masalah yang menjadi dilema bagi bangsa Jepang tersebut. (Andika Hendra)
(nfl)