Pasukan Zimbabwe Dituduh Lakukan Penyiksaan Sistematis
A
A
A
HARARE - Komisi hak asasi manusia (HAM) yang ditunjuk pemerintah Zimbabwe menuduh tentara telah melakukan penyiksaan sistematis dalam tindakan kerasnya terhadap demonstran. Komisi HAM Zimbabwe juga mengkritik keras pihak berwenang karena menggunakan pasukan untuk memadamkan demonstrasi.
Kerusuhan pecah lebih dari seminggu yang lalu di Zimbabwe menyusul kenaikan tajam harga bahan bakar. Muncul laporan telah terjadi penyerangan yang diduga dilakukan oleh militer di berbagai bagian ibukota, Harare.
Dalam sebuah pernyataan, komisi itu mengatakan setidaknya delapan kematian telah dilaporkan sejak pekan lalu. Sebagian besar disebabkan oleh penggunaan amunisi hidup.
"Anggota-anggota Tentara Nasional Zimbabwe dan Polisi Republik Zimbabwe yang bersenjata dan berseragam melakukan penyiksaan sistematis. Penyiksaan itu dilakukan karena mereka menargetkan para pria yang tinggal di dekat daerah-daerah di mana barikade ditempatkan dan di dekat daerah-daerah yang dibakar oleh pengunjuk rasa atau dijarah," bunyi pernyataan itu seperti dikutip dari BBC, Rabu (23/1/2019).
Komisi tersebut merinci laporan pasukan keamanan yang memasuki rumah pada malam hari dan membuat laki-laki, bahkan anak lelaki berusia 11 tahun, terbaring di tanah di mana mereka kemudian dipukuli.
"Pengerahan tentara dalam menumpas gangguan sipil menyebabkan hilangnya nyawa dan cedera tubuh yang serius dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya, namun pemerintah terus melakukan pengerahan seperti itu," sambung pernyataan itu.
Laporan lain mengatakan setidaknya 12 orang telah terbunuh dan banyak yang dirawat karena luka tembak.
Awal pekan ini, Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa, membatalkan lawatannya ke Eropa untuk menangani kerusuhan yang terus berlanjut. Sebelumnya ia dijadwalkan menghadiri KTT ekonomi di Davos di mana dia diharapkan untuk mencari investasi untuk Zimbabwe.
Kembali di Harare, lewat akun Twitternya, ia mendesak semua pihak untuk bekerja sama memperbaiki ekonomi yang rusak.
Dalam serangkaian tweet, dia mengatakan kekerasan atau kesalahan oleh pasukan keamanan tidak dapat diterima dan pengkhianatan terhadap Zimbabwe baru
"Jika diperlukan, pemimpin mereka akan diberhentikan," tegasnya.
Kerusuhan pecah lebih dari seminggu yang lalu di Zimbabwe menyusul kenaikan tajam harga bahan bakar. Muncul laporan telah terjadi penyerangan yang diduga dilakukan oleh militer di berbagai bagian ibukota, Harare.
Dalam sebuah pernyataan, komisi itu mengatakan setidaknya delapan kematian telah dilaporkan sejak pekan lalu. Sebagian besar disebabkan oleh penggunaan amunisi hidup.
"Anggota-anggota Tentara Nasional Zimbabwe dan Polisi Republik Zimbabwe yang bersenjata dan berseragam melakukan penyiksaan sistematis. Penyiksaan itu dilakukan karena mereka menargetkan para pria yang tinggal di dekat daerah-daerah di mana barikade ditempatkan dan di dekat daerah-daerah yang dibakar oleh pengunjuk rasa atau dijarah," bunyi pernyataan itu seperti dikutip dari BBC, Rabu (23/1/2019).
Komisi tersebut merinci laporan pasukan keamanan yang memasuki rumah pada malam hari dan membuat laki-laki, bahkan anak lelaki berusia 11 tahun, terbaring di tanah di mana mereka kemudian dipukuli.
"Pengerahan tentara dalam menumpas gangguan sipil menyebabkan hilangnya nyawa dan cedera tubuh yang serius dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya, namun pemerintah terus melakukan pengerahan seperti itu," sambung pernyataan itu.
Laporan lain mengatakan setidaknya 12 orang telah terbunuh dan banyak yang dirawat karena luka tembak.
Awal pekan ini, Presiden Zimbabwe Emmerson Mnangagwa, membatalkan lawatannya ke Eropa untuk menangani kerusuhan yang terus berlanjut. Sebelumnya ia dijadwalkan menghadiri KTT ekonomi di Davos di mana dia diharapkan untuk mencari investasi untuk Zimbabwe.
Kembali di Harare, lewat akun Twitternya, ia mendesak semua pihak untuk bekerja sama memperbaiki ekonomi yang rusak.
Dalam serangkaian tweet, dia mengatakan kekerasan atau kesalahan oleh pasukan keamanan tidak dapat diterima dan pengkhianatan terhadap Zimbabwe baru
"Jika diperlukan, pemimpin mereka akan diberhentikan," tegasnya.
(ian)