Ribuan Migran Amerika Tengah Melintas Perbatasan Meksiko
A
A
A
TECUN UMAN - Sekitar 1.000 migran Amerika Tengah memasuki Meksiko selatan kemarin. Gelombang migran ini menjadi ujian bagi pemerintahan baru Meksiko yang berjanji menangani eksodus migran tersebut.
Aliran migran ini menciptakan ketegangan antara pemerintahan Meksiko dan Amerika Serikat (AS). Institut Migrasi Nasional Meksiko menyatakan, sebanyak 969 migran dari Honduras, El Salvador, Guatemala, dan Nikaragua melintas masuk Ciudad Hidalgo hanya beberapa hari setelah kafilah baru dengan tujuan AS berangkat dari Amerika Tengah.
Kafilah migran dari Amerika Tengah itu memicu perdebatan tentang kebijakan imigrasi AS di mana Presiden AS Donald Trump menggunakan isu migran untuk mendapat dukungan pada rencananya membangun dinding di perbatasan AS dan Meksiko.
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador mendorong pendekatan kemanusiaan atas masalah itu. Dia berjanji meredam aliran migran dengan mencarikan lapangan kerja untuk para migran. Sebagai gantinya, dia ingin Trump membantu mendorong pembangunan ekonomi di kawasan.
Pemerintahan AS sebagian tutup selama lebih dari tiga pekan saat Partai Demokrat menolak permintaan Trump agar Kongres menyediakan dana USD5,7 miliar untuk mendanai rencana pembangunan dinding perbatasan.
Para pejabat Meksiko memasangkan gelang tangan kepada para migran saat mereka masuk negara itu untuk memantau aliran orang. Gelang ini harus tetap disimpan hingga para migran mendaftar ke otoritas.
“Saat terdaftar, para migran yang memenuhi syarat untuk tinggal dapat mengajukan visa kemanusiaan, memungkinkan mereka bekerja di Meksiko atau terus ke perbatasan AS,” papar Ana Laura Martinez de Lara, direktur jenderal kontrol dan verifikasi migrasi Meksiko, kepada Reuters.
Dia menambahkan, “Mereka yang masuk Meksiko di perlintasan perbatasan resmi melakukannya secara sangat tertib dan dihormati, berbeda dengan berbagai bentrok yang terjadi di perbatasan pada Oktober saat kafilah dalam jumlah lebih besar mulai melintas dari Guatemala.”
Beberapa migran diperkirakan tetap tinggal di Meksiko untuk mencari pekerjaan, tapi masih terlalu dini untuk mengatakan berapa banyak yang akan mendapat kerja. “Sekitar 700 orang masih menunggu untuk melintas masuk Meksiko dari Tecun Uman di sisi perbatasan Guatemala,” ujar Martinez de Lara.
Dia tidak dapat menjelaskan apakah ada migran lain yang mencoba masuk Meksiko secara ilegal. Pemerintah menyatakan, Menteri Luar Negeri (Menlu) Meksiko Marcelo Ebrard berencana bertemu Menlu AS Mike Pompeo untuk membahas upaya mereka mengatasi tantangan migrasi. Belum ada tanggal yang ditetapkan untuk pertemuan itu.
Sebelumnya, sebanyak 150 migran dari El Salvador bergerak menuju AS pada Rabu (16/1). Kelompok itu diorganisir melalui media sosial setelah kafilah lebih besar berangkat dari Honduras pekan ini. Pada Rabu (16/1) pagi, antara 900 dan 1.000 warga Honduras berkumpul di perbatasan dengan Guatemala. “Mereka menunggu untuk melintas menuju AS,” papar kepala kepolisian lokal Jorge Rodriguez.
Ratusan migran asal Honduras telah masuk Guatemala pada Selasa (15/1), menurut para aktivis yang ikut bersama para migran. Di El Salvador, Jose Sorto, 30, menyatakan kekerasan membuatnya meninggalkan kampung halaman. Tiga tahun lalu, dia diserang oleh geng Barrio 18.
“Saya bergabung kafilah karena di sini Anda tidak dapat hidup dengan damai. Saya harus lari dan bersembunyi setiap hari,” tutur Sorto yang tidak memiliki pekerjaan dan tinggal di kota Ilobasco, sekitar 56 km timur laut ibu kota. Dia berharap dengan tinggal di AS dapat hidup lebih tenang dan bekerja untuk membeli rumah bagi ibunya.
Berjalan dengan membawa ransel dan botol air, para migran itu dikawal oleh otoritas imigrasi dan kepolisian. El Salvador mengalami gelombang kekerasan dan kejahatan. “Pada 2018, tingkat pembunuhan di negara itu mencapai 50,3 pembunuhan per 100.000 penduduk, salah satu level tertinggi di dunia,” ungkap data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pemerintah El Salvador memperkirakan sekitar 2.700 orang telah meninggalkan negara itu dengan beberapa kafilah pada tahun lalu. “Sebanyak 600 orang kembali dengan sukarela dan tiga orang meninggal dunia,” papar data resmi pemerintah.
Pada Selasa (15/1), sekitar 360 warga Honduras melintas masuk Guatemala. Mereka membawa dokumen untuk melintas secara legal melalui perbatasan Agua Caliente yang memisahkan dua negara Amerika Tengah itu. Kelompok itu termasuk keluarga dan pria muda serta orang tua yang membawa anak kecil.
“Selain itu, ada 350 warga Honduras yang masuk wilayah Guatemala, tapi ditahan petugas migrasi yang memeriksa dokumen mereka,” papar para aktivis pro-migran yang bersama mereka.
Beberapa migran lari ke pintu masuk perbatasan tempat mereka dihadang polisi Guatemala dan sekitar 150 orang kembali karena mereka kurang memiliki dokumen yang diperlukan. “Mereka yang kekurangan dokumen akan kembali,” ungkap juru bicara otoritas migrasi Guatemala, Alejandra Mena.
Kelompok kedua sekitar 300 migran Honduras berjalan kaki dan berharap mencapai titik perlintasan perbatasan. Adapun kelompok lebih kecil sebanyak 50 migran berkumpul di ibu kota El Salvador untuk bergabung dengan kafilah migran yang lebih besar. Deputi Menlu Honduras Nelly Jerez melaporkan, kafilah di perlintasan Agua Caliente berjumlah antara 800 dan 1.000 orang.Trump mengomentari perkembangan terbaru itu. “Kafilah baru besar menuju ke perbatasan selatan dari Honduras. Hanya dinding atau pembatas baja, akan menjaga negara kita aman! Stop bermain politik dan hentikan penutupan!” tweet Trump. Pekan ini Pentagon mengumumkan akan mengerahkan sekitar 2.350 pasukan ke perbatasan AS hingga akhir September.
Aliran migran ini menciptakan ketegangan antara pemerintahan Meksiko dan Amerika Serikat (AS). Institut Migrasi Nasional Meksiko menyatakan, sebanyak 969 migran dari Honduras, El Salvador, Guatemala, dan Nikaragua melintas masuk Ciudad Hidalgo hanya beberapa hari setelah kafilah baru dengan tujuan AS berangkat dari Amerika Tengah.
Kafilah migran dari Amerika Tengah itu memicu perdebatan tentang kebijakan imigrasi AS di mana Presiden AS Donald Trump menggunakan isu migran untuk mendapat dukungan pada rencananya membangun dinding di perbatasan AS dan Meksiko.
Presiden Meksiko Andres Manuel Lopez Obrador mendorong pendekatan kemanusiaan atas masalah itu. Dia berjanji meredam aliran migran dengan mencarikan lapangan kerja untuk para migran. Sebagai gantinya, dia ingin Trump membantu mendorong pembangunan ekonomi di kawasan.
Pemerintahan AS sebagian tutup selama lebih dari tiga pekan saat Partai Demokrat menolak permintaan Trump agar Kongres menyediakan dana USD5,7 miliar untuk mendanai rencana pembangunan dinding perbatasan.
Para pejabat Meksiko memasangkan gelang tangan kepada para migran saat mereka masuk negara itu untuk memantau aliran orang. Gelang ini harus tetap disimpan hingga para migran mendaftar ke otoritas.
“Saat terdaftar, para migran yang memenuhi syarat untuk tinggal dapat mengajukan visa kemanusiaan, memungkinkan mereka bekerja di Meksiko atau terus ke perbatasan AS,” papar Ana Laura Martinez de Lara, direktur jenderal kontrol dan verifikasi migrasi Meksiko, kepada Reuters.
Dia menambahkan, “Mereka yang masuk Meksiko di perlintasan perbatasan resmi melakukannya secara sangat tertib dan dihormati, berbeda dengan berbagai bentrok yang terjadi di perbatasan pada Oktober saat kafilah dalam jumlah lebih besar mulai melintas dari Guatemala.”
Beberapa migran diperkirakan tetap tinggal di Meksiko untuk mencari pekerjaan, tapi masih terlalu dini untuk mengatakan berapa banyak yang akan mendapat kerja. “Sekitar 700 orang masih menunggu untuk melintas masuk Meksiko dari Tecun Uman di sisi perbatasan Guatemala,” ujar Martinez de Lara.
Dia tidak dapat menjelaskan apakah ada migran lain yang mencoba masuk Meksiko secara ilegal. Pemerintah menyatakan, Menteri Luar Negeri (Menlu) Meksiko Marcelo Ebrard berencana bertemu Menlu AS Mike Pompeo untuk membahas upaya mereka mengatasi tantangan migrasi. Belum ada tanggal yang ditetapkan untuk pertemuan itu.
Sebelumnya, sebanyak 150 migran dari El Salvador bergerak menuju AS pada Rabu (16/1). Kelompok itu diorganisir melalui media sosial setelah kafilah lebih besar berangkat dari Honduras pekan ini. Pada Rabu (16/1) pagi, antara 900 dan 1.000 warga Honduras berkumpul di perbatasan dengan Guatemala. “Mereka menunggu untuk melintas menuju AS,” papar kepala kepolisian lokal Jorge Rodriguez.
Ratusan migran asal Honduras telah masuk Guatemala pada Selasa (15/1), menurut para aktivis yang ikut bersama para migran. Di El Salvador, Jose Sorto, 30, menyatakan kekerasan membuatnya meninggalkan kampung halaman. Tiga tahun lalu, dia diserang oleh geng Barrio 18.
“Saya bergabung kafilah karena di sini Anda tidak dapat hidup dengan damai. Saya harus lari dan bersembunyi setiap hari,” tutur Sorto yang tidak memiliki pekerjaan dan tinggal di kota Ilobasco, sekitar 56 km timur laut ibu kota. Dia berharap dengan tinggal di AS dapat hidup lebih tenang dan bekerja untuk membeli rumah bagi ibunya.
Berjalan dengan membawa ransel dan botol air, para migran itu dikawal oleh otoritas imigrasi dan kepolisian. El Salvador mengalami gelombang kekerasan dan kejahatan. “Pada 2018, tingkat pembunuhan di negara itu mencapai 50,3 pembunuhan per 100.000 penduduk, salah satu level tertinggi di dunia,” ungkap data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Pemerintah El Salvador memperkirakan sekitar 2.700 orang telah meninggalkan negara itu dengan beberapa kafilah pada tahun lalu. “Sebanyak 600 orang kembali dengan sukarela dan tiga orang meninggal dunia,” papar data resmi pemerintah.
Pada Selasa (15/1), sekitar 360 warga Honduras melintas masuk Guatemala. Mereka membawa dokumen untuk melintas secara legal melalui perbatasan Agua Caliente yang memisahkan dua negara Amerika Tengah itu. Kelompok itu termasuk keluarga dan pria muda serta orang tua yang membawa anak kecil.
“Selain itu, ada 350 warga Honduras yang masuk wilayah Guatemala, tapi ditahan petugas migrasi yang memeriksa dokumen mereka,” papar para aktivis pro-migran yang bersama mereka.
Beberapa migran lari ke pintu masuk perbatasan tempat mereka dihadang polisi Guatemala dan sekitar 150 orang kembali karena mereka kurang memiliki dokumen yang diperlukan. “Mereka yang kekurangan dokumen akan kembali,” ungkap juru bicara otoritas migrasi Guatemala, Alejandra Mena.
Kelompok kedua sekitar 300 migran Honduras berjalan kaki dan berharap mencapai titik perlintasan perbatasan. Adapun kelompok lebih kecil sebanyak 50 migran berkumpul di ibu kota El Salvador untuk bergabung dengan kafilah migran yang lebih besar. Deputi Menlu Honduras Nelly Jerez melaporkan, kafilah di perlintasan Agua Caliente berjumlah antara 800 dan 1.000 orang.Trump mengomentari perkembangan terbaru itu. “Kafilah baru besar menuju ke perbatasan selatan dari Honduras. Hanya dinding atau pembatas baja, akan menjaga negara kita aman! Stop bermain politik dan hentikan penutupan!” tweet Trump. Pekan ini Pentagon mengumumkan akan mengerahkan sekitar 2.350 pasukan ke perbatasan AS hingga akhir September.
(don)