Berambisi Menjadi Digdaya, China Ekspansi ke Artik

Senin, 31 Desember 2018 - 06:32 WIB
Berambisi Menjadi Digdaya,...
Berambisi Menjadi Digdaya, China Ekspansi ke Artik
A A A
BEIJING - China telah dianggap sebagai negara yang berambisi menjadi adi kuasa. Itu ditunjukkan dengan menyebar pengaruh dan konflik ke banyak negara tetangga dan melanggar hukum internasional. Kini, Beijing berambisi untuk melakukan ekspansi ke Artik untuk mencari minyak demi kepentingan ekonomi.

China melihat ekspansi laut ke Artik memang mahal. Namun, upaya itu dilakukan untuk membuka rute perdagangan baru yakni eksplorasi minyak dan gas. Mereka juga berkeinginan untuk melakukan penelitian perubahan iklim.

Secara geografis, China memang tidak dekat Lingkaran Artik. Namun, China akan berhadapan dengan delapan negara yang dekat dnegan Artik dan semuanya mengklaim menguasai teritorial Lingkaran Artik.

Anggota Lingkaran Artik terbelah dengan kepentingan China masuk ke kawasan tersebut. Negara kecil seperti Islandia dan Norwegia melihat adanya keselamatan, tetapi Rusia dan Kanada justru melihat kekhawatiran tersendiri.

“China bukan hanya negara Artik yang tertarik terhadap kawasan itu,” kata pakar Artik dari Universitas Massey, Marc Lanteigne, di Selandia Baru, dilansir CNN.

Pada 2013 lalu, India, Korea Selatan, Jepang dan Singapura sudah masuk sebagai negara mengamat pada Dewan Lingkaran Artik. “Memang ada pihak yang menerima China sebagai pemain di sana. Tetapi, ada ambiguitas China yang dimainkan,” paparnya.

Januari lalu, Beijing mempublikasikan white paper yang mempublikasikan strategi Artik. Mereka mengabaikan ketakutan banyak kalangan terhadap ambisi perluasan teritorial. Beijing mengklaim perubahan lingkungan di Artik berdampak langsung terhadap sistem politik dan lingkungan ekologi.

Beijing juga berambisi membangun Jalur Sutra Kubu Utara sebagai bagian proyek Sabu dan Jalan bernilai triliun dolar. Presiden China Xi Jinping memang berupaya membangun infrastruktur untuk membangun koridor perdagangan dunia.

“Inisiatif Sabuk dan Jalan Sutra itu dikritik Barat karena China membebani negara berkembang dengan hutang,” kata Lanteigne. Beberapa pemain utama Artik tetap mendukung langkah China karena hubungan ekonomi mereka yang membaik.

Kemitraan dengan China di Artik bisa menjadi jaminan China untuk masuk ke kawasan tersebut. “Beberapa negara Eropa utara mendukung ekspansi China dalam perdagangan laut dan pembangunan bandara baru,” paparnya.

Namun, sebagian kalangan di Dewan Artik khawatir dengan terulangnya perebutan teritorial yang dilakukan China di Laut China Selatan. Beijing mengklaim sebagian besar teritorial Laut China Selatan sebagai kekuasaannya. Mereka juga membangun infrastrutur di Kepulauan Spratly dan Paracel.

Sebagai perbandingan, situasi di Artik memang relatif damai. Tidak ada ketegangan teritorial. Negara-negara Artik juga tidak ingin berkonflik.

Alasan utama Beijing tertarik dengan Artik adalah alasan ilmiah. Mereka ingin menyelidiki dampak perubahan iklim dan ingin mencari solusi isu lingkungan global. Pandangan tersebut dianggap basa-basi saja. Ambisi utama China tetap alasan politik dan politik untuk mendominasi kawasan kaya sumber daya minyak di Artik.

Sepertiga cadangan gas alam dunia berada di Artik. 13% cadangan minyak global juga ada di kawasan tersebut. “Temperatur yang meningkat mengakibatkan mencairnya es di Artik menyebabkan kapal bisa melalui kawasan tersebut,” kata Rachael Gosnell dari Universitas Maryland. Dia menambahkan, Artik memiliki potensi ekonoi yang menakjubkan senilaui USD450 miliar.

Menurut NASA, mode iklim global diprediksi akan memaksa pencairan es di Artik pada musim panas mendatang. Itu menyebabkan kapal-kapal bisa melalui kawasan tersebut. “China memang ingin merebut sumber daya Artik. China ingin ditempatkan sebagai negara yang mengambil keuntungan besar,” ujar Lanteigne.

Untuk mendukung ambisinya tersebut, China mengembangkan kemampuan untuk menjelajahi Artik. September lalu, China melundurkan kapal pemecah es yang dikenal dengan Xue Long 2 atau Snow Dragon 2. Ekspedisi kapal tersebut diprediksi akan dilaksanakan pada semester awal 2019 mendatang.

Dijelaskan Harriet Moynihan, penelti dari lembaga think tank Chatham House di Inggris, China telah berinvestasi besar dengan memberikan pendanaan kepada negara-negara Artik.

Masuknya China ke Lingkatan Artik seiring dengan tidak ada perhatian AS terhadap kawasan tersebut. Mantan Menteri Luar Negeri Rex Tillerson menghapus perwakilan khusus di kawasan Artik pada 2017 karena perubahan iklim tidak menjadi perhatian pemerintahan Presiden AS Donald Trump.

Setelah Perang Dunia II, AS memiliki tujuh kapal pemecah es. Saat ini, hanya dua kapal pemecah es saja. Pemerintahan Presiden AS Barack Obama sebelumnya cukup meletakkan strategi Artik untuk menjamin AS memiliki kekuatan dalam menjaga hubungan regional. Obama juga menyiapkan pergantikan kapal pemecah es pada 2020. Rencana tersebut dibatalkan karena perubahan haluan kebijakan Presiden Trump.

Pasukan Penjaga Pantai AS yang memiliki kapal pemecah es menghadapi pemotongan anggaran. Mereka juga mempertimbangkan ulang anggaran untuk keamanan perbatasan. “Faktanya Artik bukan prioritas pemerintahan Trump. Itu mengizinkan China untuk mengambil alih kebijakan Artik sendiri,” ujar Lanteigne.

Rusia merupakan negara paling aktif di Artik. Moskow memiliki lebih dari 40 kapal pemecah es. Di tengah sanksi negara-negara Barat terhadap Rusia, Moskow lebih mendekati China.

“Rusia menganggap China sebagai salah satu negarabisa membantu pembangunan Siberia,” ujar Lantegigne. “Dua negara itu bekerja sama dalam kerangka Artik termasuk proyek gas alam,” paparnya.

Dikarenakan Artik juga masih sulit dijangkau oleh China, Beijing memilih berinvestasi di sejumlah negara lain seperti Afrika dan Asia Selatan. Kehadiran China di Artik akan semakin meningkat, negara-negara Artik pun bisa senang atau pun tidak dengan kebijakan tersebut.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0876 seconds (0.1#10.140)