Jepang Sambut Ulang Tahun Kaisar Akihito

Senin, 24 Desember 2018 - 08:29 WIB
Jepang Sambut Ulang...
Jepang Sambut Ulang Tahun Kaisar Akihito
A A A
TOKYO - Lebih dari 82.000 warga memberikan penghormatan pada Kaisar Akihito yang berulang tahun ke-85 pada Minggu (23/12).

Perayaan ulang tahun ini menjadi yang terakhir digelar di Istana Kaisar Tokyo sebelum dia mundur dari posisi itu tahun depan. Ulang tahun kaisar biasa ditandai dengan libur nasional dan pidato di istana yang terbuka untuk publik pada hari itu.

Massa sebanyak 92.850 orang itu menurut Badan Rumah Tangga Kaisar merupakan kehadiran terbesar warga saat ulang tahun Akihito selama tiga dekade menjadi kaisar. Era Akihito disebut dengan “Heisei” yang berarti “mencapai perdamaian” dalam bahasa Jepang.

Kaisar merupakan posisi seremonial tanpa kekuatan politik. Meski demikian, pengaruh kaisar sangat besar bagi warga Jepang dan keberadaannya sangat dihormati di negara itu.

Dalam perayaan itu, Akihito melambaikan tangan pada warga yang datang. Akihito ditemani istri, putra sulung Naruhito dan anggota keluarga kaisar lainnya di balkon. Dia berpidato di depan warganya yang melambaikan bendera Jepang dan mengangkat smartphone ke atas untuk mengabadikan momen bersejarah itu.

“Duka saya untuk mereka yang telah kehilangan anggota keluarga atau yang mereka cintai, atau mengalami kekurangan dan yang hidup susah saat ini,” papar Akihito merujuk pada sejumlah bencana alam yang menerjang Jepang pada tahun lalu.

Gempa bumi, badai dan gelombang panas menewaskan ratusan orang, merusak rumah-rumah dan mengacaukan jaringan suplai kebutuhan warga. Kondisi itu pun mempengaruhi perekonomian Jepang yang sangat tergantung pada ekspor.

Bersama Permaisuri Michiko, Akihito menghabiskan banyak masa kekuasaannya menangani warisan Perang Dunia II yang terjadi di masa ayahnya Hirohito. Akihito juga banyak menangani para korban bencana di negeri itu.

“Saya ingin berterima kasih padanya untuk membela kami, rakyat Jepang dan ingin dia beristirahat dan menikmati masanya mulai sekarang,” tutur Kazuyo Toyama, 46, dari Nagoya, pada kantor berita Reuters.

Akihito telah menjalani operasi jantung dan perawatan untuk kanker prostat. Dia dijadwalkan mundur pada 30 April, menyerahkan Tahta Krisan pada Putra Mahkota Naruhito, 58. Masa terakhir seorang kaisar Jepang menyerahkan tahtanya adalah 1817.

Meski kaisar tidak dapat secara langsung mempengaruhi kebijakan pemerintah, Akihito telah menciptakan kesadaran tentang setelah perang Jepang melalui posisi simbolisnya.

“Penting untuk tidak melupakan nyawa yang tak terhitung yang melayang pada Perang Dunia II dan menyampaikan sejarah ini secara akurat pada mereka yang lahir setelah perang,” papar Akihito dalam komentar di media menjelang hari ulang tahunnya.

Sikapnya itu berbeda dengan yang dimiliki Perdana Menteri (PM) Jepang Shinzo Abe yang bersikap kurang memiliki nada bersalah tentang agresi militer Jepang di masa lalu.

Akihito juga selalu merujuk pada para pekerja asing. “Saya berharap rakyat Jepang akan mampu menyambut hangat sebagai anggota masyarakat kita pada mereka yang datang ke Jepang untuk bekerja,” tutur Akihito mengenai para pekerja asing yang banyak berada di negara itu.

Jepang menerapkan undang-undang (UU) baru bulan ini untuk mengizinkan lebih banyak pekerja asing, pekerja kerah biru demi mengisi kekurangan tenaga kerja. Meski demikian, beberapa pihak menganggap UU itu terlalu cepat dibuat dan berisiko menempatkan para pekerja pada kondisi yang mengeksploitasi.

Media Jepang melaporkan, sebanyak 500.000 pekerja kerah biru dapat diizinkan datang ke Jepang pada masa depan. Jumlah tersebut naik 40% dari 1,28 juta pekerja asing yang sekarang mencakup 2% dari tenaga kerja Jepang.

Para pekerja pada kategori pertama harus memiliki tingkat keterampilan dan kemampuan bahasa Jepang tertentu. Mereka tidak akan diizinkan membawa anggota keluarga untuk tinggal hingga lima tahun. Adapun para pekerja yang memiliki keterampilan lebih tinggi, dalam kategori kedua, dapat membawa keluarga dan kemudian mendapatkan tempat tinggal.

Jepang merupakan negara yang semakin menua penduduknya. Tingkat kelahiran yang sangat rendah di negara itu mengakibatkan Jepang kekurangan tenaga produktif. Kondisi ini menjadi ancaman bagi salah satu perekonomian terbesar di dunia tersebut. (Syarifudin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5487 seconds (0.1#10.140)