Pelecehan Seksual Tak Pernah Surut Menghantui Perempuan

Minggu, 28 Oktober 2018 - 08:11 WIB
Pelecehan Seksual Tak...
Pelecehan Seksual Tak Pernah Surut Menghantui Perempuan
A A A
MOUNTAIN VIEW - Perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS), Google LLC, sedikitnya memecat 48 karyawan, termasuk di antaranya 13 manajer eksekutif, terkait skandal pelecehan seksual dalam dua tahun terakhir.

Fenomena ini menunjukkan seksisme di tempat kerja yang didominasi laki-laki tidak pernah surut, termasuk di negara maju seperti Amerika Serikat yang mempunyai sistem manajemen rigid untuk mencegah berbagai pelanggaran etika.

Bahkan kasus ini terbilang cukup tinggi karena banyaknya perusahaan di negeri Paman Sam itu yang terseret. Selain Google, ada juga sejumlah perusahaan besar lain seperti Vice Media, Ford Motor Company, 21ST Century Fox, Bank of America.

Banyaknya pemecatan tidak memengaruhi terjadi fenomena tersebut. Seperti dilansir bbc.com, dalam surat terbuka yang disebar kepada para karyawan, Chief Executive Officer (CEO) Google Sundar Pichai mengatakan, perusahaannya menindak tegas setiap pelanggaran HAM yang dilakukan di tempat kerja.

Hal itu demi menopang terciptanya lingkungan kerja yang sehat dan nyaman. Surat itu ditulis Pichai sekaligus untuk menjawab laporan The New York Times yang menyatakan Google menutupi kasus pelecehan seksual pembuat Android Andy Rubin dan memberinya pesangon sekitar USD90 juta (Rp1,4 triliun, kurs 15.221 per dolar).

Namun, Google melalui eksekutifnya menepis tuduhan tersebut. “Tidak ada seorang pun dari 48 karyawan yang dipecat yang diberi pesangon,” ujarnya. “Kami ingin kembali menegaskan bahwa kami selalu mengkaji setiap keluhan terkait pelecehan seksual atau perlakuan menyimpang lainnya.

Kami akan melakukan penyelidikan dan mengambil tindakan tegas,” tambahnya. Juru Bicara (Jubir) Rubin, Sam Singer, mengatakan, Rubin memutuskan sendiri kontrak dengan Google untuk membangun perusahaan baru.

Namun, berdasarkan The New York Times, dua sumber eksekutif Google menyatakan Larry Page meminta Rubin untuk resign setelah menerima pengaduan dari pegawai perempuan.

Hasil penyelidikan membuktikan perempuan tersebut dilecehkan Rubin di ruang hotel pada 2013. Tapi, sejauh inilaporan tersebut tidak dapat diverifikasi. “Pelecehan seksual dalam bentuk apapun tidak dapat ditoleransi.

Tapi, beberapa perusahaan teknologi kurang serius menanganinya,” kata ahli Carolina Milanesi. Kasus pelecehan di tempat kerja berdampak serius pada perusahaan.

Selain melanda Uber yang mengakibatkan restrukturisasi besar-besaran, citra Vice Media, Ford Motor Company, 21st Century Fox, hingga Bank of America juga tercoreng.

Seperti di Vice Media, dengan adanya kasus pelecehan seksual yang terus bermunculan, perusahaan itu sampai disebut sebagai “klub laki-laki”. Puluhan karyawan perempuan mengaku menyaksikan atau mengalami pelecehan seksual, bahkan ada yang dipaksa melakukan hubungan.

Dua eksekutif senior Vice Media dijatuhi suspensi pada Januari silam. Untuk mengatasi budaya buruk itu, Vice Media melakukan reformasi di dewan penasihat. Mereka melakukan pembinaan dan manajemen terhadap karyawanyang mencapai ribuan.

“Semua karyawan, baik tetap ataupun kontrak, harus mengikuti pelatihan agar mengetahui norma-norma yang berlaku,” ungkap Vice. Ford juga harus kembali berjuang menghapus aksi pelecehan seksual setelah lebih dari 70 karyawannya mengajukan keluhan di pabrik Chicago.

Sebagian dari mereka mendapatkan ancaman dan diminta agar menghilangkan bukti atau tutup mulut. Meski Ford meminta maaf, diskriminasi itu tidak dapat dilupakan para pegawai.

Akhir-akhir ini21st Century Fox juga ramai diberitakan setelah mantan Wakil Presiden untuk Enterprise Rights Management Denise Stilwell mengajukan gugatan atas pelecehan seksual terhadap dirinya oleh atasannya.

Ironisnya, pengaduannya tidak pernah ditanggapi serius. Dia juga mengaku dipecat karena identitasnya. Fox sedikitnya harus mengucurkan dana hingga USD145 juta untuk mengatasi diskriminasi dan pelecehan di tempat kerja, termasuk membentuk Dewan Inklusi dan Profesionalisme yang bertanggung jawab melindungi minoritas dan perempuan.

“Hal itu untuk menciptakan lingkungan yang aman,” ungkap Fox. Kasus pelecehan seksual juga sering melanda Bank of America. Meski kasus itu dibawa ke pengadilan, pelecehan seksual tetap tidak berhenti.

Pegawai senior perempuan Bank of America pernah menuntut perusahaannya itu atas tuduhan pelecehan seksual terhadap pegawai perempuan dan ketimpangan upah.

Berdasarkan Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) AS, pelecehan seksual di tempat kerja adalah tindakan seksual, baik verbal ataupun nonverbal, yang tidak pantas dan bersifat memaksa.

“Hal itu melanggar hukum yang sudah ditetapkan. Korban dan pelaku bisa laki-laki, juga bisa perempuan,” kata EEOC. Menurut EEOC, satu dari empat perempuan selalu menjadi korban pelecehan seksual di tempat kerja. Sekitar 25-85% perempuan telah menjadi korban.

Namun, sekitar 75% korban tidak pernah melaporkan peristiwa itu. Hal itu terjadi karena mereka khawatir akan ancaman kehilangan pekerjaan “Mereka takut dengan stigma masyarakat atau konsekuensi lainnya yang harus mereka tanggung sendiri,” ujar Kepala PSDM Career Builder Rosemary Haefner.

“Setiap orang yang merasa dirinya telah dilecehkan harus berani mengadu. Perusahaan juga harus bisa menanggapi hal itu dengan serius,” sambungnya.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6765 seconds (0.1#10.140)