Australia Minta Maaf pada Korban Pelecehan Seksual

Selasa, 23 Oktober 2018 - 10:36 WIB
Australia Minta Maaf...
Australia Minta Maaf pada Korban Pelecehan Seksual
A A A
SYDNEY - Perdana Menteri (PM) Australia Scott Morrison menyatakan permintaan maaf secara nasional pada para korban pelecehan seksual anak dan keluarganya.

Permintaan maaf ini merupakan yang kedua sejak 2008. Pernyataan maaf Morrison membuat beberapa korban dan keluarganya meneteskan air mata. Langkah Pemerintah Australia ini setelah lima tahun penyelidikan pelecehan seksual anak dalam lebih dari 8.000 kasus pelecehan seksual.

Sebagian besar kasus itu terjadi di berbagai lembaga religius dan dikelola negara yang seharusnya bertanggung jawab menjaga keamanan anak-anak. “Hari ini, sebagai satu bangsa, kita menghadapi kegagalan kita untuk mendengar, untuk yakin dan untuk memberi keadilan,” kata Morrison pada para anggota parlemen di ibu kota Australia, Canberra, dikutip kantor berita Reuters.

Dia menambahkan, “Kami katakan maaf. Pada anak-anak kami gagal, maaf. Pada para orang tua yang kepercayaannya telah dikhianati dan kami telah berupaya mengambil setiap potongnya, maaf.”

Ekspresi penyesalan nasional muncul seperti kemarin itu untuk perbuatan buruk dan mengerikan yang negara memainkan peran. Dalam permintaan maaf sebelumnya pada 2008, PM Australia saat itu Kevin Rudd meminta maaf pada para anggota Generasi Pribumi Australia yang Dicuri (Stolen Generations of indigenous Aus tralians) secara paksa diambil dari keluarga dan komunitasnya saat masih anak-anak dalam kebijakan asimilasi.

Morrison juga mengulangi permintaan maaf pada hampir 800 korban yang beberapa orang mulai menangis, seperti ditayangkan dalam siaran televisi. “Sangat intens berada di ruangan itu,” kata Graeme, korban yang menyebut nama pertamanya pada Australian Broadcasting Corp (ABC).

“Saya melihat sekeliling dan saya pikir pada diri saya di sana tidak ada ruangan orang terkuat di mana pun di negara ini,” kata dia. “Saya bangga menjadi seorang korban dan saya bangga pada semua korban,” ujar Graeme. Morrison berjanji meningkatkan pengawasan meski beberapa korban menilai pemerintah gagal berbuat lebih baik.

“Jika mereka pikir mengatakan maaf itu mengakhiri ini, sesungguhnya tidak. Ada sangat banyak hal masih harus dilakukan,” ujar Tony Wardley yang mengalami pelecehan pada 1980-an. Australia membentuk skema ganti rugi tahun ini untuk membayar para korban pelecehan dengan kompensasi hingga USD106.000 per orang.

Namun, pemerintahan konservatif belum memutuskan apakah akan mengadopsi rekomen dasi dari penyelidikan nasional lebih luas, yang sebagian besar mengharuskan para pendeta Katolik melaporkan pelecehan anak yang mereka tahu pada kongres. Para korban dan pendu kungnya melakukan perjalanan dari penjuru negeri untuk mendengar langsung permintaan maaf pemerintah di Canberra.

“Mereka datang dengan hati sangat berat,” kata Leonie Sheedy, Chief Executive Care Leavers Australasia Network dikutip BBC. “Hal indah negara kita minta maaf, tapi ada sangat banyak pekerjaan yang harus dilakukan,” ujarnya. Seorang korban mengatakan,

“Bagi saya ini memberi saya banyak ketenangan untuk mendengar maaf. Setidaknya kita hidup cukup lama untuk mendengarnya.” Banyak korban selamat mengkritik respons pemerintah atas penyelidikan itu, terutama terkait skema ganti rugi nasional. Beberapa korban menganggap kompensasi yang dibayarkan pemerintah itu tidak cukup.

Morrison menjelaskan, pemerintah telah menerima sebagian besar rekomendasi dari penyelidikan, tapi masih mempertimbangkan sisa usulan lainnya. Hal yang belum diadopsi pemerintah adalah rekomendasi di mana tanggung jawab pemerintah federal dan negara bagian saling tumpang tindih.

Paling utama adalah usulan mengharuskan laporan terjadinya pelecehan. Pada Agustus, Gereja Katolik Australia resmi menolak rekomendasi untuk laporan itu karena mereka tidak akan memaksa para pendeta melanggar aturan pengakuan.

Morrison berkomitmen mendirikan satu museum untuk mengenang cerita para korban pelecehan seksual itu. Bagi banyak pihak, permintaan maaf itu memberi pengakuan atas penderitaan, sakit, dan kemarahan para korban. Namun, bagi ribuan korban yang telah meninggal dunia, langkah pemerintah ini sudah sangat terlambat.
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1115 seconds (0.1#10.140)