Perdana Menteri May Perpanjang Masa Transisi Brexit
A
A
A
LONDON - Perdana Menteri (PM) Theresa May mengindikasikan akan memperpanjang masa transisi Brexit (Britain Exit). Itu memicu perdebatan di publik Inggris. Inggris akan tetap berada di pasar tunggal UE dan aturan bea cukai serta menjadi subjek aturan dan regulasi UE hampir tiga tahun setelah tanggal resmi Brexit pada Maret 2019.
Bahkan, Inggris membutuhkan waktu lima tahun setelah referendum untuk bisa meninggalkan UE. ”Ide (perpanjangan masa transisi) terus berkembang dan itu adalah ide pada panggung ini. Itu menciptakan opsi untuk memperpanjang periode implementasi untuk beberapa bulan.
Itu hanya butuh waktu beberapa bulan,” kata May saat konferensi dengan para pemimpin UE, dilansir Reuters. ”Namun, pada poin itu tidak diperkirakan untuk digunakan karena kita akan bekerja untuk menjamin bahwa kita akan memiliki hubungan masa depan hingga akhir Desember 2020,” ujarnya dilansir Reuters.
Seorang pejabat senior Inggris mencoba menenangkan tentang pentingnya pertimbangan May untuk perpanjangan masa transisi tersebut. Dia hanya mengatakan hal itu muncul pada negosiasi pada beberapa hari tersebut.
Itu juga hanya beberapa opsi agar perundingan Brexit tetap berjalan. Seorang pejabat Prancis menyatakan perpanjangan akan berjalandengankondisiyangterjadi dan bukan otomatis.
Perpanjangan masa transisi juga akan diputuskan dalam waktu dekat. Melansir Sky News, para pejabat Uni Eropa (UE) menyatakan PM May sedang ”mempertimbangkan” untuk memperpanjang transisi Inggris keluar dari UE setahun mendatang.
Itu bertujuan agar Inggris bisa menyelesaikan permasalahan perbatasan dengan Irlandia Utara dan Irlandia. Faktanya, May memang berusaha untuk memanfaatkan konferensi di Brussels sebagai panggung untuk mencari terobosan setelah lebih dari setahun perundingan.
Sebelum meninggalkan makan malam pada Rabu (17/10) lalu, May menyebut perlunya kerja sama. ”Panggung terakhir membutuhkan keberanian, kepercayaan, kepemimpinan di antara kedua belah pihak,” ujar May kepada para pejabat UE.
Rencana perpanjangan kon sensi Brexit yang diajukan May ternyata mendapatkan kritikan tajam publik Inggris, baik pendukung Brexit maupun pendukung UE. Pendukung UE menyatakan frustrasi dengan perundingan Brexit yang terlalu lama, sedangkan pendukung Brexit menyatakan Inggris harus membayar miliaran poundsterling jika harus tetap bertahan di UE.
May menghadapi pemberontakan dari mitra koalisi parlementernya, Partai Serikat Demokrat Irlandia Utara (DUP), yang mengancam akan menentang anggaran pemerintah. Anggota parlemen UE dari DUP, Diane Dodds, mengatakan perpanjangan masa transisi justru akan menakutkan partainya.
”Semuanya baik-baik saja, tapi tidak dengan mengubah penghalang,” ujarnya. Pendukung Brexit dari Partai Konservatif juga akan melancarkan boikot mendukung legislasi perpanjangan masa transisi Brexit.
Mereka beranggotakan Inggris harus membayar miliaran poundsterling sebagai kontribusi tambahan bagi UE jika memperpanjang masa transisi. ”Kita tidak akan mendukung itu dan membayar uang dalam jumlah besar (ke UE) tanpa alasan yang baik,” kata John Redwood, anggota Partai Konservatif.
Bahkan, Inggris membutuhkan waktu lima tahun setelah referendum untuk bisa meninggalkan UE. ”Ide (perpanjangan masa transisi) terus berkembang dan itu adalah ide pada panggung ini. Itu menciptakan opsi untuk memperpanjang periode implementasi untuk beberapa bulan.
Itu hanya butuh waktu beberapa bulan,” kata May saat konferensi dengan para pemimpin UE, dilansir Reuters. ”Namun, pada poin itu tidak diperkirakan untuk digunakan karena kita akan bekerja untuk menjamin bahwa kita akan memiliki hubungan masa depan hingga akhir Desember 2020,” ujarnya dilansir Reuters.
Seorang pejabat senior Inggris mencoba menenangkan tentang pentingnya pertimbangan May untuk perpanjangan masa transisi tersebut. Dia hanya mengatakan hal itu muncul pada negosiasi pada beberapa hari tersebut.
Itu juga hanya beberapa opsi agar perundingan Brexit tetap berjalan. Seorang pejabat Prancis menyatakan perpanjangan akan berjalandengankondisiyangterjadi dan bukan otomatis.
Perpanjangan masa transisi juga akan diputuskan dalam waktu dekat. Melansir Sky News, para pejabat Uni Eropa (UE) menyatakan PM May sedang ”mempertimbangkan” untuk memperpanjang transisi Inggris keluar dari UE setahun mendatang.
Itu bertujuan agar Inggris bisa menyelesaikan permasalahan perbatasan dengan Irlandia Utara dan Irlandia. Faktanya, May memang berusaha untuk memanfaatkan konferensi di Brussels sebagai panggung untuk mencari terobosan setelah lebih dari setahun perundingan.
Sebelum meninggalkan makan malam pada Rabu (17/10) lalu, May menyebut perlunya kerja sama. ”Panggung terakhir membutuhkan keberanian, kepercayaan, kepemimpinan di antara kedua belah pihak,” ujar May kepada para pejabat UE.
Rencana perpanjangan kon sensi Brexit yang diajukan May ternyata mendapatkan kritikan tajam publik Inggris, baik pendukung Brexit maupun pendukung UE. Pendukung UE menyatakan frustrasi dengan perundingan Brexit yang terlalu lama, sedangkan pendukung Brexit menyatakan Inggris harus membayar miliaran poundsterling jika harus tetap bertahan di UE.
May menghadapi pemberontakan dari mitra koalisi parlementernya, Partai Serikat Demokrat Irlandia Utara (DUP), yang mengancam akan menentang anggaran pemerintah. Anggota parlemen UE dari DUP, Diane Dodds, mengatakan perpanjangan masa transisi justru akan menakutkan partainya.
”Semuanya baik-baik saja, tapi tidak dengan mengubah penghalang,” ujarnya. Pendukung Brexit dari Partai Konservatif juga akan melancarkan boikot mendukung legislasi perpanjangan masa transisi Brexit.
Mereka beranggotakan Inggris harus membayar miliaran poundsterling sebagai kontribusi tambahan bagi UE jika memperpanjang masa transisi. ”Kita tidak akan mendukung itu dan membayar uang dalam jumlah besar (ke UE) tanpa alasan yang baik,” kata John Redwood, anggota Partai Konservatif.
(don)