Palestina Ajukan Keluhan Ke Pengadilan Internasional
A
A
A
AMSTERDAM - Pengadilan Internasional (ICJ) menerima keluhan dari Palestina terhadap Amerika Serikat (AS) terkait penempatan Kedutaan Besar (Kedubes) AS di Yerusalem.
Menurut Palestina, keberadaan Kedubes AS di Yerusalem melanggar traktat internasional dan harus dipindahkan. ICJ atau disebut Pengadilan Dunia itu menyatakan, Palestina berargumen dengan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik yang mengharuskan satu negara menempatkan kedubesnya di wilayah negara tuan rumah. Meski Israel mengontrol Yerusalem secara militer namun kepemilikannya masih jadi sengketa.
Pada Desember, Presiden AS Donald Trump memerintahkan pemindahan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan kedubes baru AS dibuka pada Mei.
Gugatan Palestina itu meminta Pengadilan Internasional mengeluarkan perintah pada AS untuk menarik misi diplomatik dari Kota Suci Yerusalem.
ICJ merupakan tempat di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelesaikan konflik antara negara anggota. Palestina diakui oleh Sidang Umum PBB pada 2012 sebagai negara pengawas non-anggota, meski status sebagai negara tidak diakui Israel atau AS.
Sementara, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan menekan Palestina dan mendorong inisiatif sepihak tidak akan menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
“Apa yang dapat menyelesaikan krisis antara Israel dan Palestina? Bukan inisiatif sepihak, bukan menginjak-injak hak legal rakyat Palestina untuk legitimasi perdamaian atau meremehkan hak Israel untuk keamanan,” kata Macron saat pidato di Sidang Umum PBB pada Selasa (25/9).
“Tidak ada alternatif kredibel pada solusi dua negara hiudp berdampingan dengan damai dan aman dengan Yerusalem sebagai ibu kota,” papar Macron, dikutip kantor berita Reuters.
Macron menjelaskan, Prancis memiliki persahabatan dengan Israel tapi meminta Israel menghentikan kebijakan yang merusak kemungkinan kesepakatan damai. “Melanjutkan jalur ini akan menjadi kesalahan,” kata dia.
Komentar Macron itu didukung Raja Abdullah dari Yordania. “Di sana tak ada hal seperti kesepakatan sepihak. Memerlukan sedikitnya dua pihak untuk membuat kesepakatan.
Membantu pihak-pihak mencapai kesepakatan itu dan bekerja sama membangun masa depan baru, memberi dukungan kuat pada seluruh dunia kita,” kata Raja Abdullah.
Menurut Palestina, keberadaan Kedubes AS di Yerusalem melanggar traktat internasional dan harus dipindahkan. ICJ atau disebut Pengadilan Dunia itu menyatakan, Palestina berargumen dengan Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik yang mengharuskan satu negara menempatkan kedubesnya di wilayah negara tuan rumah. Meski Israel mengontrol Yerusalem secara militer namun kepemilikannya masih jadi sengketa.
Pada Desember, Presiden AS Donald Trump memerintahkan pemindahan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan kedubes baru AS dibuka pada Mei.
Gugatan Palestina itu meminta Pengadilan Internasional mengeluarkan perintah pada AS untuk menarik misi diplomatik dari Kota Suci Yerusalem.
ICJ merupakan tempat di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menyelesaikan konflik antara negara anggota. Palestina diakui oleh Sidang Umum PBB pada 2012 sebagai negara pengawas non-anggota, meski status sebagai negara tidak diakui Israel atau AS.
Sementara, Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan menekan Palestina dan mendorong inisiatif sepihak tidak akan menyelesaikan konflik Israel-Palestina.
“Apa yang dapat menyelesaikan krisis antara Israel dan Palestina? Bukan inisiatif sepihak, bukan menginjak-injak hak legal rakyat Palestina untuk legitimasi perdamaian atau meremehkan hak Israel untuk keamanan,” kata Macron saat pidato di Sidang Umum PBB pada Selasa (25/9).
“Tidak ada alternatif kredibel pada solusi dua negara hiudp berdampingan dengan damai dan aman dengan Yerusalem sebagai ibu kota,” papar Macron, dikutip kantor berita Reuters.
Macron menjelaskan, Prancis memiliki persahabatan dengan Israel tapi meminta Israel menghentikan kebijakan yang merusak kemungkinan kesepakatan damai. “Melanjutkan jalur ini akan menjadi kesalahan,” kata dia.
Komentar Macron itu didukung Raja Abdullah dari Yordania. “Di sana tak ada hal seperti kesepakatan sepihak. Memerlukan sedikitnya dua pihak untuk membuat kesepakatan.
Membantu pihak-pihak mencapai kesepakatan itu dan bekerja sama membangun masa depan baru, memberi dukungan kuat pada seluruh dunia kita,” kata Raja Abdullah.
(don)