AS Hentikan Dana Bantuan, Pengungsi Palestina Marah dan Cemas
A
A
A
YERUSALEM - Para pengungsi Palestina merasa cemas dengan keputusan Amerika Serikat (AS) menghentikan pendanaan untuk badan PBB. Mereka memperingatkan bahwa hal itu akan menyebabkan lebih banyak kemiskinan, kemarahan dan ketidakstabilan di Timur Tengah.
Pengumuman AS tidak akan lagi mendukung Badan Bantuan dan Pekerja PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) telah memperdalam krisis keuangan di lembaga itu, dan meningkatkan ketegangan dengan kepemimpinan Palestina.
UNRWA yang berusia 68 tahun memberikan layanan kepada sekitar 5 juta pengungsi Palestina di Yordania, Libanon, Suriah dan Tepi Barat serta Gaza. Sebagian besar adalah keturunan dari sekitar 700 ribu orang Palestina yang diusir dari rumah mereka atau melarikan diri dari pertempuran dalam perang 1948 yang mengarah pada terbentuknya Israel.
"Situasinya buruk dan akan menjadi lebih buruk. Orang-orang hampir tidak mampu hidup hari ini dan jika mereka tidak dapat mencari nafkah, mereka akan mulai memikirkan hal-hal yang melanggar hukum," ujar Nashat Abu El-Oun, seorang pengungsi dan ayah delapan anak di Gaza, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (2/9/2018).
Di kamp pengungsi Jalazone dekat Ramallah di Tepi Barat yang diduduki Israel, Ayoub Abeidi, yang keluarganya pernah tinggal di tempat yang sekarang menjadi kota Lod di Israel, mengatakan keputusan itu bersifat politis.
"Trump ingin menyelesaikan UNRWA sehingga ia dapat menghentikan hak pengungsi (untuk kembali)," kata Abeidi (53).
"Hak kami untuk kembali ada dan tidak ada Trump atau orang lain yang dapat membatalkannya," tegasnya.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Heather Nauert, mengatakan bahwa model bisnis dan praktik fiskal UNRWA adalah operasi cacat yang tidak dapat ditebus dan bahwa komunitas yang terus berkembang tanpa batas dan eksponensial dari penerima manfaat tidak dapat dipertahankan.
UNRWA menolak kritik itu, dengan juru bicara Chris Gunness menggambarkannya sebagai kekuatan untuk stabilitas regional.
Berbicara di Yordania, di mana lebih dari 2 juta pengungsi Palestina yang terdaftar tinggal, termasuk 370 ribu di sepuluh kamp pengungsi, Gunness mengatakan: "Ini adalah keputusan yang sangat disesalkan ... beberapa orang yang paling dirugikan, terpinggirkan dan rentan di planet ini cenderung menderita."
Gunness mengatakan UNRWA menyediakan klinik kesehatan, sekolah bagi 526 ribu anak-anak pengungsi di Yordania, Suriah, Libanon, Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan bantuan makanan bagi 1,7 juta orang - satu juta di Gaza.
Badan ini sekarang akan meminta donor yang ada untuk mendapatkan lebih banyak dana, dan mencari sumber pendapatan baru.
"Kesenjangan pendanaan kami adalah Rp3,2 triliun ... jadi meskipun kami telah membuka sekolah kami hanya minggu ini kami telah menjelaskan bahwa kami hanya memiliki uang hingga akhir September," katanya.
Pengumuman AS tidak akan lagi mendukung Badan Bantuan dan Pekerja PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) telah memperdalam krisis keuangan di lembaga itu, dan meningkatkan ketegangan dengan kepemimpinan Palestina.
UNRWA yang berusia 68 tahun memberikan layanan kepada sekitar 5 juta pengungsi Palestina di Yordania, Libanon, Suriah dan Tepi Barat serta Gaza. Sebagian besar adalah keturunan dari sekitar 700 ribu orang Palestina yang diusir dari rumah mereka atau melarikan diri dari pertempuran dalam perang 1948 yang mengarah pada terbentuknya Israel.
"Situasinya buruk dan akan menjadi lebih buruk. Orang-orang hampir tidak mampu hidup hari ini dan jika mereka tidak dapat mencari nafkah, mereka akan mulai memikirkan hal-hal yang melanggar hukum," ujar Nashat Abu El-Oun, seorang pengungsi dan ayah delapan anak di Gaza, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (2/9/2018).
Di kamp pengungsi Jalazone dekat Ramallah di Tepi Barat yang diduduki Israel, Ayoub Abeidi, yang keluarganya pernah tinggal di tempat yang sekarang menjadi kota Lod di Israel, mengatakan keputusan itu bersifat politis.
"Trump ingin menyelesaikan UNRWA sehingga ia dapat menghentikan hak pengungsi (untuk kembali)," kata Abeidi (53).
"Hak kami untuk kembali ada dan tidak ada Trump atau orang lain yang dapat membatalkannya," tegasnya.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Heather Nauert, mengatakan bahwa model bisnis dan praktik fiskal UNRWA adalah operasi cacat yang tidak dapat ditebus dan bahwa komunitas yang terus berkembang tanpa batas dan eksponensial dari penerima manfaat tidak dapat dipertahankan.
UNRWA menolak kritik itu, dengan juru bicara Chris Gunness menggambarkannya sebagai kekuatan untuk stabilitas regional.
Berbicara di Yordania, di mana lebih dari 2 juta pengungsi Palestina yang terdaftar tinggal, termasuk 370 ribu di sepuluh kamp pengungsi, Gunness mengatakan: "Ini adalah keputusan yang sangat disesalkan ... beberapa orang yang paling dirugikan, terpinggirkan dan rentan di planet ini cenderung menderita."
Gunness mengatakan UNRWA menyediakan klinik kesehatan, sekolah bagi 526 ribu anak-anak pengungsi di Yordania, Suriah, Libanon, Gaza dan Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan bantuan makanan bagi 1,7 juta orang - satu juta di Gaza.
Badan ini sekarang akan meminta donor yang ada untuk mendapatkan lebih banyak dana, dan mencari sumber pendapatan baru.
"Kesenjangan pendanaan kami adalah Rp3,2 triliun ... jadi meskipun kami telah membuka sekolah kami hanya minggu ini kami telah menjelaskan bahwa kami hanya memiliki uang hingga akhir September," katanya.
(ian)