Demonstran Iran Serang Sekolah Agama
A
A
A
TEHERAN - Aksi protes sporadis di Iran memanas jelang pemberlakukan kembali sanksi Amerika Serikat (AS). Kantor berita Iran, Fars melaporkan, demonstran Iran menyerang sebuah sekolah agama di provinsi Karaj dekat Teheran.
Aksi protes terjadi di kota-kota besar Iran seperti Isfahan, Shiraz, Mashhad dan Teheran. Aksi ini didorong oleh kekhawatiran atas ekonomi serta kemarahan yang lebih luas pada sistem politik.
"Pada jam 9 malam mereka (demonstran) menyerang sekolah dan mencoba untuk mendobrak pintu dan membakar barang-barang," lapor Fars mengutip kepala sekolah di kota Ishtehad, Hojatoleslam Hindiani.
"Mereka sekitar 500 orang dan mereka meneriakkan ganti sistem, tetapi mereka dibubarkan oleh polisi anti huru-hara dan beberapa telah ditangkap," sambung Hindiani.
"Orang-orang ini datang dengan batu dan menghancurkan semua simbol dan semua jendela rumah doa dan mereka berteriak untuk mengganti sistem pemerintahan," tukasnya seperti disitir dari AFP, Sabtu (4/8/2018).
Video yang beredar di media sosial dalam beberapa hari terakhir menunjukkan demonstran turun ke jalan-jalan beberapa kota. Mereka meneriakkan "Kematian bagi dikatator" dan slogan-slogan radikal lainnya.
Namun video ini tidak bisa diverifikasi. Pihak berwenang menuduh video tersebut disebarkan oleh kelompok oposisi asing yang didanai oleh Amerika Serikat (AS), Israel, dan Arab Saudi.
Media asing dilarang meliput atau merekam aksi protes "tidak sah".
Tetapi pemerintahan Presiden Hassan Rouhani juga menghadapi tentangan dari kaum konservatif dan pemimpin agama. Mereka menolak kedekatan Iran dengan Barat dan ingin mendongkelnya dengan isu korupsi.
Qom News yang konservatif mempublikasikan video protes di kota suci Mashhad setelah sholat Jumat, di mana seorang ulama berorasi dihadapan kerumunan massa.
"Sebagian besar perwakilan Anda tidak peduli dengan masalah rakyat. Sebagian besar memiliki dua paspor dan keluarga mereka berada di luar negeri. Pengadilan harus menemukan orang-orang ini dan menangkap mereka," kata ulama itu, memicu pekik "Allahu Akbar" dari kerumunan.
Sejauh ini, laporan media sosial menunjukkan aksi protes jauh dari kerusuhan seperti yang terjadi pada bulan Desember dan Januari. Ketika itu setidaknya 25 orang tewas dalam aksi demonstrasi yang menyebar ke puluhan desa dan kota.
Aksi protes terjadi di kota-kota besar Iran seperti Isfahan, Shiraz, Mashhad dan Teheran. Aksi ini didorong oleh kekhawatiran atas ekonomi serta kemarahan yang lebih luas pada sistem politik.
"Pada jam 9 malam mereka (demonstran) menyerang sekolah dan mencoba untuk mendobrak pintu dan membakar barang-barang," lapor Fars mengutip kepala sekolah di kota Ishtehad, Hojatoleslam Hindiani.
"Mereka sekitar 500 orang dan mereka meneriakkan ganti sistem, tetapi mereka dibubarkan oleh polisi anti huru-hara dan beberapa telah ditangkap," sambung Hindiani.
"Orang-orang ini datang dengan batu dan menghancurkan semua simbol dan semua jendela rumah doa dan mereka berteriak untuk mengganti sistem pemerintahan," tukasnya seperti disitir dari AFP, Sabtu (4/8/2018).
Video yang beredar di media sosial dalam beberapa hari terakhir menunjukkan demonstran turun ke jalan-jalan beberapa kota. Mereka meneriakkan "Kematian bagi dikatator" dan slogan-slogan radikal lainnya.
Namun video ini tidak bisa diverifikasi. Pihak berwenang menuduh video tersebut disebarkan oleh kelompok oposisi asing yang didanai oleh Amerika Serikat (AS), Israel, dan Arab Saudi.
Media asing dilarang meliput atau merekam aksi protes "tidak sah".
Tetapi pemerintahan Presiden Hassan Rouhani juga menghadapi tentangan dari kaum konservatif dan pemimpin agama. Mereka menolak kedekatan Iran dengan Barat dan ingin mendongkelnya dengan isu korupsi.
Qom News yang konservatif mempublikasikan video protes di kota suci Mashhad setelah sholat Jumat, di mana seorang ulama berorasi dihadapan kerumunan massa.
"Sebagian besar perwakilan Anda tidak peduli dengan masalah rakyat. Sebagian besar memiliki dua paspor dan keluarga mereka berada di luar negeri. Pengadilan harus menemukan orang-orang ini dan menangkap mereka," kata ulama itu, memicu pekik "Allahu Akbar" dari kerumunan.
Sejauh ini, laporan media sosial menunjukkan aksi protes jauh dari kerusuhan seperti yang terjadi pada bulan Desember dan Januari. Ketika itu setidaknya 25 orang tewas dalam aksi demonstrasi yang menyebar ke puluhan desa dan kota.
(ian)