Hock Tan CEO Bergaji Tertinggi Dunia
A
A
A
CEO Hock Tan memang dikenal cerdas. Bermodal S2 di MIT dan S1 di Harvard, ia merintis bisnis di Amerika walau terlahir miskin di Malaysia. Perusahaannya sempat menawar untuk membeli Qualcomm senilai Rp1.755 triliun.
Dulu teman-temannya menyebutnya “bocah kurus asal Penang”. Tapi, dengan otaknya yang encer, ia merintis karier dari bawah dan berada di puncak sebagai pemimpin dari salah satu perusahaan chip terbesar di dunia, Broadcom. Dalam track record -nya, Tan secara agresif membabat divisi-divisi perusahaan yang baru saja diakuisisi, memangkas biaya operasional.
Teknik ini berhasil dan sangat disukai pemegang saham. Gaya manajemennya adalah memberi penghargaan kepada karyawan yang berprestasi dan memangkas mereka yang dianggap tidak mampu bekerja sesuai target.
Analis menyebut Tan tidak tertarik menjadi Google atau Facebook, karena orang bebas untuk mengeksplorasi ide dengan kantor bergaya keren. Fokusnya hanya satu: biaya operasional kecil, performa tinggi. Avago, perusahaan berbasis Singapura, memangkas 1,900 karyawan setelah dibeli Broadcom pada 2016. Lalu, ketika Broadcom membeli Brocade Communications belum lama ini, 300 orang dipecat.
Lahir di Penang, Malaysia, Tan mendapatkan beasiswa pada 1971 di Massachusetts Institute of Technology. Ia melanjutkan S2 di MIT dan kemudian MBA di Harvard beberapa tahun kemudian. Dari situ, ia langsung menjejaki dunia korporasi. Ia menikahi manajer investasi Wall Street Lisa Yang dan memiliki tiga orang anak.
Selanjutnya sebagian besar kekayaan Tan didonasikan untuk membantu ilmuwan mempelajari autisme. Douglas dan Eva, dua dari tiga anak Tan, menderita autis. Total ia telah mendonasikan USD30 juta untuk autisme. Pada 2017 silam, Tan menyumbang USD20 juta untuk riset autis di MIT.
Riset tersebut berupaya mencari penyebab autis dan pengobatan terbaik. Dua tahun sebelumnya ia menyumbang USD10 juta di Cornell University, almamater istrinya. Uang itu untuk mendanai Lisa Yang and Hock E. Tan Employment and Disability Institute, yakni berfokus untuk membantu penderita disabilitas mencari pekerjaan.
Tan dan istrinya memiliki rumah di Bryn Mawr dan Gladwyne, Pennsylvania, Kawasan pinggiran Philadelphia juga sebuah rumah di New Jersey. Di California, ia memiliki rumah di Bay Area, San Francisco dan San Mateo.
Pada November 2017, Tan bertemu Presiden Donald Trump untuk mengumumkan keputusan memindahkan kantor pusat Broadcom kembali ke Amerika, yang menandakan perusahaan tersebut tunduk pada pajak Amerika serta membantu “mencapai American dream.”
“Saya warga AS. Begitu juga dengan semua manajer, dan 90 persen dari shareholder . Karena itu, kami ingin kembali ke rumah kami di Amerika,” katanya saat itu.
Menurut Tan, hal tersebut akan membawa pendapatan perusahaan sebesar USD20 miliar kembali ke Amerika. Broadcom, menurut Tan, melakukan investasi lebih dari USD3 miliar per tahun untuk penelitian dan USD6 miliar untuk manufaktur.
Dulu teman-temannya menyebutnya “bocah kurus asal Penang”. Tapi, dengan otaknya yang encer, ia merintis karier dari bawah dan berada di puncak sebagai pemimpin dari salah satu perusahaan chip terbesar di dunia, Broadcom. Dalam track record -nya, Tan secara agresif membabat divisi-divisi perusahaan yang baru saja diakuisisi, memangkas biaya operasional.
Teknik ini berhasil dan sangat disukai pemegang saham. Gaya manajemennya adalah memberi penghargaan kepada karyawan yang berprestasi dan memangkas mereka yang dianggap tidak mampu bekerja sesuai target.
Analis menyebut Tan tidak tertarik menjadi Google atau Facebook, karena orang bebas untuk mengeksplorasi ide dengan kantor bergaya keren. Fokusnya hanya satu: biaya operasional kecil, performa tinggi. Avago, perusahaan berbasis Singapura, memangkas 1,900 karyawan setelah dibeli Broadcom pada 2016. Lalu, ketika Broadcom membeli Brocade Communications belum lama ini, 300 orang dipecat.
Lahir di Penang, Malaysia, Tan mendapatkan beasiswa pada 1971 di Massachusetts Institute of Technology. Ia melanjutkan S2 di MIT dan kemudian MBA di Harvard beberapa tahun kemudian. Dari situ, ia langsung menjejaki dunia korporasi. Ia menikahi manajer investasi Wall Street Lisa Yang dan memiliki tiga orang anak.
Selanjutnya sebagian besar kekayaan Tan didonasikan untuk membantu ilmuwan mempelajari autisme. Douglas dan Eva, dua dari tiga anak Tan, menderita autis. Total ia telah mendonasikan USD30 juta untuk autisme. Pada 2017 silam, Tan menyumbang USD20 juta untuk riset autis di MIT.
Riset tersebut berupaya mencari penyebab autis dan pengobatan terbaik. Dua tahun sebelumnya ia menyumbang USD10 juta di Cornell University, almamater istrinya. Uang itu untuk mendanai Lisa Yang and Hock E. Tan Employment and Disability Institute, yakni berfokus untuk membantu penderita disabilitas mencari pekerjaan.
Tan dan istrinya memiliki rumah di Bryn Mawr dan Gladwyne, Pennsylvania, Kawasan pinggiran Philadelphia juga sebuah rumah di New Jersey. Di California, ia memiliki rumah di Bay Area, San Francisco dan San Mateo.
Pada November 2017, Tan bertemu Presiden Donald Trump untuk mengumumkan keputusan memindahkan kantor pusat Broadcom kembali ke Amerika, yang menandakan perusahaan tersebut tunduk pada pajak Amerika serta membantu “mencapai American dream.”
“Saya warga AS. Begitu juga dengan semua manajer, dan 90 persen dari shareholder . Karena itu, kami ingin kembali ke rumah kami di Amerika,” katanya saat itu.
Menurut Tan, hal tersebut akan membawa pendapatan perusahaan sebesar USD20 miliar kembali ke Amerika. Broadcom, menurut Tan, melakukan investasi lebih dari USD3 miliar per tahun untuk penelitian dan USD6 miliar untuk manufaktur.
(don)