UU Baru Israel Akan Perkeruh Hubungan Palestina dan Yahudi
A
A
A
TEL AVIV - Anggota Knesset dari Arab Bersatu, Aiman Oudah menyatakan, undang-undang Israel yang baru, yang menyatakan Israel sebagai negara bangsa Yahudi dan menetapkan bahwa hanya orang Yahudi yang memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri, dapat memperkeruh hubungan antara Yahudi dan Palestina.
"Sebagai akibatnya, ketegangan antara orang Yahudi dan Palestina akan meningkat. Tetapi kita harus tenang dan bersatu. Kita harus melakukan kebijakan domestik yang seimbang dan bijaksana untuk membantu orang-orang Arab di Israel dalam masa sulit ini. Penting untuk mengembangkan kebijakan untuk masa depan," kata Oudah, seperti dilansir Sputnik pada Jumat (20/7).
Hal senada juga sebelumnya disampaikan oleh anggota Knesset dari Arab Bersatu lainnya, Masud Ghnaim, yang menyatakan pengesahan undang-udang ini dapat menimbulkan demonstrasi yang berujung kerusuhan, yang hanya akan memperburuk situasi di kawasan.
"Undang-undang ini akan meningkatkan ketegangan di negara ini, mungkin ada beberapa kerusuhan. Tetapi besok semua kementerian akan mengadopsi amandemen yang diberikan hak-hak khusus orang Yahudi dan membatasi hak orang lain. Oleh karena itu setiap sengketa hukum tidak akan dimenangkan oleh Palestina," kata Ghnaim.
Ia mengatakan bahwa undang-undang itu tidak mengusir orang-orang Palestina dari Israel tetapi secara signifikan membatasi hak-hak mereka.
Seperti diketahui, Parlemen Israel mengesahkan undang-undang kontroversial itu pada hari sebelumnya. Undang-undang itu juga menyatakan bahasa Ibrani sebagai satu-satunya bahasa resmi, yang menghapus bahasa Arab dengan status yang sama.
Undang-undang itu disahkan di Knesset yang memiliki 120 kursi dengan suara 62 setuju dan 55 menolak, dengan dua abstain. Perdebatan panas itu berakhir dengan tepuk tangan oleh koalisi nasionalis yang berkuasa dan tuduhan apartheid oleh anggota parlemen Arab, yang merobek salinan RUU mereka sebagai protes.
"Sebagai akibatnya, ketegangan antara orang Yahudi dan Palestina akan meningkat. Tetapi kita harus tenang dan bersatu. Kita harus melakukan kebijakan domestik yang seimbang dan bijaksana untuk membantu orang-orang Arab di Israel dalam masa sulit ini. Penting untuk mengembangkan kebijakan untuk masa depan," kata Oudah, seperti dilansir Sputnik pada Jumat (20/7).
Hal senada juga sebelumnya disampaikan oleh anggota Knesset dari Arab Bersatu lainnya, Masud Ghnaim, yang menyatakan pengesahan undang-udang ini dapat menimbulkan demonstrasi yang berujung kerusuhan, yang hanya akan memperburuk situasi di kawasan.
"Undang-undang ini akan meningkatkan ketegangan di negara ini, mungkin ada beberapa kerusuhan. Tetapi besok semua kementerian akan mengadopsi amandemen yang diberikan hak-hak khusus orang Yahudi dan membatasi hak orang lain. Oleh karena itu setiap sengketa hukum tidak akan dimenangkan oleh Palestina," kata Ghnaim.
Ia mengatakan bahwa undang-undang itu tidak mengusir orang-orang Palestina dari Israel tetapi secara signifikan membatasi hak-hak mereka.
Seperti diketahui, Parlemen Israel mengesahkan undang-undang kontroversial itu pada hari sebelumnya. Undang-undang itu juga menyatakan bahasa Ibrani sebagai satu-satunya bahasa resmi, yang menghapus bahasa Arab dengan status yang sama.
Undang-undang itu disahkan di Knesset yang memiliki 120 kursi dengan suara 62 setuju dan 55 menolak, dengan dua abstain. Perdebatan panas itu berakhir dengan tepuk tangan oleh koalisi nasionalis yang berkuasa dan tuduhan apartheid oleh anggota parlemen Arab, yang merobek salinan RUU mereka sebagai protes.
(esn)