Jorge Mendes, Pria yang Berhasil Mengarungi Gelombang Cemburu
A
A
A
Kesuksesan yang diraih Jorge Mendes tidak hanya membuat cemburu kalangan agen sepakbola. Dalam pandangan Jorge Mendes, semua orang cemburu dengannya, terutama di Portugal, kampung halamannya sendiri.
“Portugal itu bukan negara luas, sangat kecil. Ketika kita berhasil, semua orang akan menjadikan kita target kecemburuan. Saat itu kita harus belajar bagaimana mengarungi gelombang cemburu tersebut,” ujar Jorge Mendes saat menerima gelar Agent of the Year di ajang Globe Soccer 2011.
Jika melihat kiprah Jorge Mendes mencapai kariernya, satu hal yang terlintas adalah kata persistensi. Dia memulai kariernya selangkah demi selangkah. Pria yang dilahirkan di Lisbon pada Januari 1966 itu pertama kali bekerja sebagai penjual topi, keranjang dari jerami, danpakian loak.
Pada akhir pekan, Mendes akan naik bus nomor 28 ke Pantai Fonte de Telha untuk menjualnya. Kegigihan Jorge Mendes terlihat dari keuntungan yang dia dapat. Saat temannya hanya menghasilkan sekitar 500 escudos per hari yang hanya cukup untuk membeli makan siang dan camilan untuk perjalanan, Mendes mendapatkan sekitar 10 kali lipat dari itu.
Mendes bermain sepakbola di lapangan lokal Petrogal yang berjarak 50 meter dari apartemennya. Jika lapangan itu penuh, dia bergabung dengan teman-temannya untuk pertandingan tiga lawan tiga di jalanan menggunakan kursi taman sebagai gawang. Pada musim panas, dia bekerja di Pabrik Cornetto dan pekerjaannya memegang cone pada akhir proses pembuatan es krim untuk memastikannya tidak jatuh ke lantai.
Dia bercanda dengan temannya bahwa itu adalah pekerjaan paling penting. Dia meninggalkan Lisbon saat berusia 20 tahun, setelah tragedi terjadi pada keluarganya. Istri kakaknya meninggal dan Mendes harus pindah ke Vianna do Castelo untuk lebih dekat dengan saudara dan sepupunya.
Dia bermain untuk tim divisi bawah, Vianense, dan pada 1989 membuka sebuah toko video bernama Samui Video di sebuah pusat perbelanjaan yang terbengkalai. Tidak ada yang menganggapnya akan sukses, tapi dia melihat peluang di sana. “Saya tahu itu adalah mal hantu, tapi dia memiliki satu tempat yang saya butuhkan: ada banyak tempat parkir,” ucapnya kepada SIC .
“Saya mendapatkan uang lebih banyak dari toko video itu dibandingkan bermain untuk tim manapun. Ini bisa menjadi ide yang mengubah segalanya bagi saya,” ucapnya. Dia kemudian pindah usaha ke klub malam dan di Luz do Marlah, klub yang dia jalankan dan berada di dekat perbatasan Spanyol, dia bertemu pemain-pemain profesional dari Braga, Porto, dan Vitoria Guimaraes. Di samping itu, dia masih tetap bermain sepakbola.
Saat diundang untuk tampil bersama Lanheses, dia setuju dengan catatan dia yang mengurus iklan di stadion. Presiden klub ini, Rogerio Goncalves, tidak memercayai keberuntungannya; klubnya mendapatkan keuntungan lebih dari Mendes, yang tentu saja mengambil beberapa persen sebagai komisi untuknya.
Di klub malam itu, pada 1996, dia bertemu Nuno Espirito Santo yang kemudian menjadi klien pertamanya. Dari situlah petualangan sang agen super dimulai. Pada 2015, majalah Forbes memperkirakan kekayaan Jorge Mendes mencapai USD95,6 juta atau setara Rp1,3 triliun.
Hanya, kekayaan tersebut masih kalah dengan Scott Boras yang merupakan agen atlet baseball asal Amerika Serikat. Kekayaan Boras mencapai USD117,1 juta atau setara Rp1,6 triliun. Hanya, bisa jadi saat ini dengan berbagai manuver yang dilakukannya, Jorge Mendes bisa menjadi agen paling kaya di dunia.
“Portugal itu bukan negara luas, sangat kecil. Ketika kita berhasil, semua orang akan menjadikan kita target kecemburuan. Saat itu kita harus belajar bagaimana mengarungi gelombang cemburu tersebut,” ujar Jorge Mendes saat menerima gelar Agent of the Year di ajang Globe Soccer 2011.
Jika melihat kiprah Jorge Mendes mencapai kariernya, satu hal yang terlintas adalah kata persistensi. Dia memulai kariernya selangkah demi selangkah. Pria yang dilahirkan di Lisbon pada Januari 1966 itu pertama kali bekerja sebagai penjual topi, keranjang dari jerami, danpakian loak.
Pada akhir pekan, Mendes akan naik bus nomor 28 ke Pantai Fonte de Telha untuk menjualnya. Kegigihan Jorge Mendes terlihat dari keuntungan yang dia dapat. Saat temannya hanya menghasilkan sekitar 500 escudos per hari yang hanya cukup untuk membeli makan siang dan camilan untuk perjalanan, Mendes mendapatkan sekitar 10 kali lipat dari itu.
Mendes bermain sepakbola di lapangan lokal Petrogal yang berjarak 50 meter dari apartemennya. Jika lapangan itu penuh, dia bergabung dengan teman-temannya untuk pertandingan tiga lawan tiga di jalanan menggunakan kursi taman sebagai gawang. Pada musim panas, dia bekerja di Pabrik Cornetto dan pekerjaannya memegang cone pada akhir proses pembuatan es krim untuk memastikannya tidak jatuh ke lantai.
Dia bercanda dengan temannya bahwa itu adalah pekerjaan paling penting. Dia meninggalkan Lisbon saat berusia 20 tahun, setelah tragedi terjadi pada keluarganya. Istri kakaknya meninggal dan Mendes harus pindah ke Vianna do Castelo untuk lebih dekat dengan saudara dan sepupunya.
Dia bermain untuk tim divisi bawah, Vianense, dan pada 1989 membuka sebuah toko video bernama Samui Video di sebuah pusat perbelanjaan yang terbengkalai. Tidak ada yang menganggapnya akan sukses, tapi dia melihat peluang di sana. “Saya tahu itu adalah mal hantu, tapi dia memiliki satu tempat yang saya butuhkan: ada banyak tempat parkir,” ucapnya kepada SIC .
“Saya mendapatkan uang lebih banyak dari toko video itu dibandingkan bermain untuk tim manapun. Ini bisa menjadi ide yang mengubah segalanya bagi saya,” ucapnya. Dia kemudian pindah usaha ke klub malam dan di Luz do Marlah, klub yang dia jalankan dan berada di dekat perbatasan Spanyol, dia bertemu pemain-pemain profesional dari Braga, Porto, dan Vitoria Guimaraes. Di samping itu, dia masih tetap bermain sepakbola.
Saat diundang untuk tampil bersama Lanheses, dia setuju dengan catatan dia yang mengurus iklan di stadion. Presiden klub ini, Rogerio Goncalves, tidak memercayai keberuntungannya; klubnya mendapatkan keuntungan lebih dari Mendes, yang tentu saja mengambil beberapa persen sebagai komisi untuknya.
Di klub malam itu, pada 1996, dia bertemu Nuno Espirito Santo yang kemudian menjadi klien pertamanya. Dari situlah petualangan sang agen super dimulai. Pada 2015, majalah Forbes memperkirakan kekayaan Jorge Mendes mencapai USD95,6 juta atau setara Rp1,3 triliun.
Hanya, kekayaan tersebut masih kalah dengan Scott Boras yang merupakan agen atlet baseball asal Amerika Serikat. Kekayaan Boras mencapai USD117,1 juta atau setara Rp1,6 triliun. Hanya, bisa jadi saat ini dengan berbagai manuver yang dilakukannya, Jorge Mendes bisa menjadi agen paling kaya di dunia.
(don)