Iran: Kebijakan Luar Negeri AS Didasari oleh Asumsi dan Ilusi
A
A
A
TEHERAN - Menteri Luar Negeri Iran, Mohammad Javad Zarif menyebut bahwa kebijakan luar negeri Amerika Serikat (AS), khususnya yang diambil di masa pemerintahan Donald Trump didasari oleh asumsi dan ilusi.
"Sangat disayangkan bahwa dalam satu setengah tahun terakhir, kebijakan luar negeri AS, jika kita dapat menyebutnya demikian, termasuk kebijakannya terhadap Iran, telah didasarkan pada asumsi dan ilusi yang salah, jika malah bukan delusi yang nyata," kata Zarif, dalam pernyataan tertulis yang diterima Sindonews pada Minggu (24/6).
Dia lalu menuturkan, Trump dan Pompeo terus-menerus membuat tuduhan tak berdasar dan provokatif terhadap Iran, yang merupakan intervensi mencolok dalam urusan domestik
"Sambil menolak tuduhan fiktif ini, saya ingin menarik perhatian para pembuat kebijakan AS pada beberapa aspek kebijakan luar negeri terbaru mereka yang merugikan seluruh komunitas internasional," ucapnya.
Hal pertama yang dia singgung adalah mengenai keputusan dan perilaku Trump yang impulsive dan tidak logis dan upaya bawahannya untuk menemukan beberapa pembenaranguna membujuk warga AS dan asing yang menolak kebijakan mereka, telah muncul sebagai fitur utama proses pembuatan keputusan di Washington selama 17 bulan terakhir.
Proses ini, lanjut Zarif, ditambah dengan penjelasan yang tidak dibentuk dengan baik dan tergesa-gesa untuk membenarkan hasil, biasanya menimbulkan pernyataan dan tindakan yang kontradiktif.
"Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa beberapa aspek kebijakan luar negeri AS telah disiapkan untuk melampaui praktek diplomasi. Hal ini, misalnya, belum pernah terjadi sebelumnya bahwa seorang Presiden AS akan memilih negara yang ia sebut sebagai “fanatik dan pendukung terorisme” sebagai tujuan kunjungan luar negeri pertamanya, atau secara terbuka membuat posisi kebijakan luar negerinya tergantung pada pembelian senjata dan barang lainnya oleh suatu negara," ucapnya.
Zarif lalu menyebut penghinaan terhadap hukum internasional dan upaya untuk mengacaukan peraturan hukum dalam hubungan internasional telah menjadi salah satu fitur utama dalam kebijakan luar negeri pemerintahan AS saat ini.
"Memprediksi keputusan berdasarkan ilusi merupakan aspek lain kebijakan luar negeri pemerintahan ini. Hal ini sangat jelas terlihat di Asia Barat. Keputusan ilegal dan provokatif mengenai al-Quds al-Sharif, dukungan buta untuk kekejaman yang dilakukan rezim Zionis terhadap warga Gaza, serta serangan udara dan rudal terhadap Suriah adalah beberapa aspek terang-terangan kebijakan luar negeri AS yang tidak berprinsip," tukasnya.
"Sangat disayangkan bahwa dalam satu setengah tahun terakhir, kebijakan luar negeri AS, jika kita dapat menyebutnya demikian, termasuk kebijakannya terhadap Iran, telah didasarkan pada asumsi dan ilusi yang salah, jika malah bukan delusi yang nyata," kata Zarif, dalam pernyataan tertulis yang diterima Sindonews pada Minggu (24/6).
Dia lalu menuturkan, Trump dan Pompeo terus-menerus membuat tuduhan tak berdasar dan provokatif terhadap Iran, yang merupakan intervensi mencolok dalam urusan domestik
"Sambil menolak tuduhan fiktif ini, saya ingin menarik perhatian para pembuat kebijakan AS pada beberapa aspek kebijakan luar negeri terbaru mereka yang merugikan seluruh komunitas internasional," ucapnya.
Hal pertama yang dia singgung adalah mengenai keputusan dan perilaku Trump yang impulsive dan tidak logis dan upaya bawahannya untuk menemukan beberapa pembenaranguna membujuk warga AS dan asing yang menolak kebijakan mereka, telah muncul sebagai fitur utama proses pembuatan keputusan di Washington selama 17 bulan terakhir.
Proses ini, lanjut Zarif, ditambah dengan penjelasan yang tidak dibentuk dengan baik dan tergesa-gesa untuk membenarkan hasil, biasanya menimbulkan pernyataan dan tindakan yang kontradiktif.
"Tidaklah berlebihan untuk mengatakan bahwa beberapa aspek kebijakan luar negeri AS telah disiapkan untuk melampaui praktek diplomasi. Hal ini, misalnya, belum pernah terjadi sebelumnya bahwa seorang Presiden AS akan memilih negara yang ia sebut sebagai “fanatik dan pendukung terorisme” sebagai tujuan kunjungan luar negeri pertamanya, atau secara terbuka membuat posisi kebijakan luar negerinya tergantung pada pembelian senjata dan barang lainnya oleh suatu negara," ucapnya.
Zarif lalu menyebut penghinaan terhadap hukum internasional dan upaya untuk mengacaukan peraturan hukum dalam hubungan internasional telah menjadi salah satu fitur utama dalam kebijakan luar negeri pemerintahan AS saat ini.
"Memprediksi keputusan berdasarkan ilusi merupakan aspek lain kebijakan luar negeri pemerintahan ini. Hal ini sangat jelas terlihat di Asia Barat. Keputusan ilegal dan provokatif mengenai al-Quds al-Sharif, dukungan buta untuk kekejaman yang dilakukan rezim Zionis terhadap warga Gaza, serta serangan udara dan rudal terhadap Suriah adalah beberapa aspek terang-terangan kebijakan luar negeri AS yang tidak berprinsip," tukasnya.
(esn)