Amnesty Internasional Tolak Vonis Hukuman Mati Aman Abdurrahman
A
A
A
JAKARTA -
Amnesty Internasional (AI) menyatakan menolkan vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada Aman Abdurrahman, sosok yang dianggap sebagai pemimpin kelompok Jemaah Ansharut Daulah (JAD). Menurut AI, hukuman mati bukanlah sebuah solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Direktur Eksekutif AI Indonesia, Usman Hamid menuturkan serangan terhadap warga sipil adalah sebuah kejahatan yang mengerikan. Pemerintah, menurut Usman, berhak untuk menangkap dan mengadili mereka, tapi hukuman mati bukanlah bentuk hukuman yang tepat.
"Serangan-serangan mematikan terhadap warga sipil tentu merupakan hal yang sangat mengerikan dan pemerintah Indonesia berhak untuk mengejar dan mengadili para pelaku. Namun, pemberian putusan hukuman mati terhadap pelaku, termasuk narapidana teroris, jelas tidak memberi efek jera yang besar. Hal ini sudah berulang kali terbukti,” ucap Usman, dalams siaran pers AI Indonesia yang diterima Sindonews pada Jumat (22/6).
“Hukuman mati melanggar hak untuk hidup dan merupakan hukuman yang paling kejam, tidak manusiawi dan sanksi ini merendahkan martabat manusia karena menyangkal hak orang untuk hidup. Pemerintah sering menjadikan langkah ini sebagai alat untuk menunjukkan ‘kekuatan’ mereka di mata masyarakat ketika menghadapi ancaman atau krisis nasional," sambungnya.
Dia lalu menuturkan, sistem peradilan pidana di Indonesia masih sangat cacat. Penerapan peradilan bagi narapidana yang menghadapi dakwaan atas kejahatan-kejahatan seperti narkoba, pembunuhan, terorisme dimana hukuman mati dapat diputuskan seringnya sangat tidak adil.
"Para tersangka sering mengalami penyiksaan pada saat interogasi dilakukan dan pengadilan sering membenarkan “pengakuan” yang telah tercemar akibat penyiksaan tersebut sebagai bukti. Para pembuat kebijakan tidak boleh terpengaruh oleh reaksi-reaksi kuat yang muncul pasca serangan kekerasan terjadi. Mereka harus sanggup menghapus hukuman mati," imbuhnya.
Seperti diketahui, hari ini hakim pada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Amman bersalah karena terbukti menginspirasi setidaknya lima serangan teror di Indonesia, termasuk penembakan dan pengeboman di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat pada awal 2016 dan pengeboman Kampung Melayu, Jakarta Timur pada tahun 2017. Sebanyak 24 orang tewas dan 37 luka-luka dalam kedua serangan tersebut.
Aman merupakan narapidana teroris pertama yang menerima putusan hukuman mati di tahun ini. Terdapat total 26 vonis mati dijatuhkan pada dari Januari hingga Juni tahun ini dan sebagian besar merupakan narapidana narkoba. Selain itu, pada tahun 2017, ada 47 orang dijatuhi hukuman mati, dimana 33 narapidana adalah pelanggaran terkait narkoba dan 14 kasus pembunuhan. Hingga hari ini, ada 288 terpidana mati yang menunggu eksekusi di Indonesia.
Amnesty Internasional (AI) menyatakan menolkan vonis hukuman mati yang dijatuhkan kepada Aman Abdurrahman, sosok yang dianggap sebagai pemimpin kelompok Jemaah Ansharut Daulah (JAD). Menurut AI, hukuman mati bukanlah sebuah solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Direktur Eksekutif AI Indonesia, Usman Hamid menuturkan serangan terhadap warga sipil adalah sebuah kejahatan yang mengerikan. Pemerintah, menurut Usman, berhak untuk menangkap dan mengadili mereka, tapi hukuman mati bukanlah bentuk hukuman yang tepat.
"Serangan-serangan mematikan terhadap warga sipil tentu merupakan hal yang sangat mengerikan dan pemerintah Indonesia berhak untuk mengejar dan mengadili para pelaku. Namun, pemberian putusan hukuman mati terhadap pelaku, termasuk narapidana teroris, jelas tidak memberi efek jera yang besar. Hal ini sudah berulang kali terbukti,” ucap Usman, dalams siaran pers AI Indonesia yang diterima Sindonews pada Jumat (22/6).
“Hukuman mati melanggar hak untuk hidup dan merupakan hukuman yang paling kejam, tidak manusiawi dan sanksi ini merendahkan martabat manusia karena menyangkal hak orang untuk hidup. Pemerintah sering menjadikan langkah ini sebagai alat untuk menunjukkan ‘kekuatan’ mereka di mata masyarakat ketika menghadapi ancaman atau krisis nasional," sambungnya.
Dia lalu menuturkan, sistem peradilan pidana di Indonesia masih sangat cacat. Penerapan peradilan bagi narapidana yang menghadapi dakwaan atas kejahatan-kejahatan seperti narkoba, pembunuhan, terorisme dimana hukuman mati dapat diputuskan seringnya sangat tidak adil.
"Para tersangka sering mengalami penyiksaan pada saat interogasi dilakukan dan pengadilan sering membenarkan “pengakuan” yang telah tercemar akibat penyiksaan tersebut sebagai bukti. Para pembuat kebijakan tidak boleh terpengaruh oleh reaksi-reaksi kuat yang muncul pasca serangan kekerasan terjadi. Mereka harus sanggup menghapus hukuman mati," imbuhnya.
Seperti diketahui, hari ini hakim pada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan Amman bersalah karena terbukti menginspirasi setidaknya lima serangan teror di Indonesia, termasuk penembakan dan pengeboman di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat pada awal 2016 dan pengeboman Kampung Melayu, Jakarta Timur pada tahun 2017. Sebanyak 24 orang tewas dan 37 luka-luka dalam kedua serangan tersebut.
Aman merupakan narapidana teroris pertama yang menerima putusan hukuman mati di tahun ini. Terdapat total 26 vonis mati dijatuhkan pada dari Januari hingga Juni tahun ini dan sebagian besar merupakan narapidana narkoba. Selain itu, pada tahun 2017, ada 47 orang dijatuhi hukuman mati, dimana 33 narapidana adalah pelanggaran terkait narkoba dan 14 kasus pembunuhan. Hingga hari ini, ada 288 terpidana mati yang menunggu eksekusi di Indonesia.
(esn)