Pembelot Korut Minta Trump Desak Jong-un Soal Perbudakan
A
A
A
NEW YORK - Yeonmi Park, seorang pembelot Korea Utara (Korut), meminta Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk mendesak pemimpin Korut, Kim Jong-un untuk menghentikan perbudakan dan kerja paksa saat keduanya bertemu esok hari.
"Ini bukan waktunya untuk fokus pada senjata nuklir. Ini saatnya untuk fokus pada bagaimana Korut menindas rakyatnya," kata Yeonmi dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters pada Senin (11/6).
Yeonmi diperkosa dan jatuh ke tangan pedagang manusia setelah dia menyeberang ke China pada tahun 2007 pada usia 13 tahun. Dia berkampanye melawan perdagangan pengantin Korut ke China, dan menceritakan pengalamanya dalam memoar yang dirilis tahun 2015 lalu.
Desakan serupa juga disampaikan seorang pembelot lainnya bernama Jihyun Park. Jihyun menyatakan, masalah perbudakan dan HAM harus diangkat Trump saat bertemu dengan Jong-un, jika tidak maka masalah ini tidak akan pernah selesai.
"Jika (Trump dan Jong-un) tidak berbicara tentang masalah HAM, saya khawatir mungkin akan ada lebih banyak lagi yang meninggal karena penyiksaan di masa depan. Banyak orang masih tidak tahu situasi di Korut," ucap Jihyun.
Banyak orang Korut terperangkap di kamp-kamp penjara di dalam negeri, atau dikirim ke luar negeri sebagai buruh budak untuk yang upahnya disetor kedalam kas pemerintahan Korut.
PBB mengatakan pada tahun 2015 Korut telah memaksa 50 ribu orang untuk bekerja di luar negeri, terutama di Rusia dan Cina, menghasilkan antara USD 1,2 miliar hingga USD 2,3 miliar setiap tahun untuk pemerintah.
Aliansi Eropa untuk Hak Asasi Manusia untuk Korut mengatakan bahwa Pyongyang menggunakan "budak yang disponsori negara" ini untuk menghasilkan pendapatan dengan menghindari sanksi internasional atas program senjata nuklirnya.
"Ini bukan waktunya untuk fokus pada senjata nuklir. Ini saatnya untuk fokus pada bagaimana Korut menindas rakyatnya," kata Yeonmi dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Reuters pada Senin (11/6).
Yeonmi diperkosa dan jatuh ke tangan pedagang manusia setelah dia menyeberang ke China pada tahun 2007 pada usia 13 tahun. Dia berkampanye melawan perdagangan pengantin Korut ke China, dan menceritakan pengalamanya dalam memoar yang dirilis tahun 2015 lalu.
Desakan serupa juga disampaikan seorang pembelot lainnya bernama Jihyun Park. Jihyun menyatakan, masalah perbudakan dan HAM harus diangkat Trump saat bertemu dengan Jong-un, jika tidak maka masalah ini tidak akan pernah selesai.
"Jika (Trump dan Jong-un) tidak berbicara tentang masalah HAM, saya khawatir mungkin akan ada lebih banyak lagi yang meninggal karena penyiksaan di masa depan. Banyak orang masih tidak tahu situasi di Korut," ucap Jihyun.
Banyak orang Korut terperangkap di kamp-kamp penjara di dalam negeri, atau dikirim ke luar negeri sebagai buruh budak untuk yang upahnya disetor kedalam kas pemerintahan Korut.
PBB mengatakan pada tahun 2015 Korut telah memaksa 50 ribu orang untuk bekerja di luar negeri, terutama di Rusia dan Cina, menghasilkan antara USD 1,2 miliar hingga USD 2,3 miliar setiap tahun untuk pemerintah.
Aliansi Eropa untuk Hak Asasi Manusia untuk Korut mengatakan bahwa Pyongyang menggunakan "budak yang disponsori negara" ini untuk menghasilkan pendapatan dengan menghindari sanksi internasional atas program senjata nuklirnya.
(esn)