Ambil Bahan Baku Baterai dari Sampah Elektronik
A
A
A
SEOUL - Para pekerja di pabrik pinggiran Korea Selatan (Korsel) sibuk mengambil beberapa logam yang diinginkan dunia.
Logam-logam itu biasa digunakan dalam baterai yang menjadi tenaga mobil listrik. Meski demikian, mereka tidak menggali logam itu dari tanah atau pengilangan bijih logam. Mereka mengambilnya dari tumpukan baterai lithium-ion dari telepon seluler dan laptop.
Saat China secara agresif mencari cobalt dan litium dari luar negeri untuk mobil listrik, harga logam itu pun naik dan membuat logam itu semakin langka di dunia. Kini Korsel pun semakin fokus dengan penambangan perkotaan semacam itu untuk men da pat - kan kembali cobalt, litium, dan logam langka lainnya dari sampah elektronik.
“Pada 2016, logam berharga senilai USD18,38 miliar diambil dari bahan daur ulang dan memenuhi 22% kebutuhan total Korsel untuk logam tersebut,” ungkap data yang dirilis Korea Institute of Industrial Technology. SungEel HiTech menjadi perusahaan daur ulang baterai terbesar di Korsel.
Satu dekade lalu, perusahaan itu di persimpangan saat panel televisi plasma yang dapat diekstrak emas dan perak, telah mulai habis. Kini, perusahaan itu menjadi bagian dari jaringan suplai untuk perusahaan baterai terbesar dunia, termasuk Samsung SDI dan LG Chem. Presiden SungEel HiTech Yi Kang-myung menjelaskan, keterbatasan logam hasil tambang membuat perusahaannya mendorong kapasitas hingga tiga kali lipat tahun ini.
Mereka berencana meluncurkan saham perdana (IPO) pada 2020. “Kami menerima panggilan telepon dari banyak pihak yang tertarik,” kata Yi saat wawancara di pabriknya. Yi menjelaskan, “Perusahaan-perusahaan automotif besar tertarik pada produk kami.”
Dia tidak menjelaskan perusahaanperusahaan yang dia maksud. Dia menambahkan, perusahaan baterai dan produsen baja Korsel, POSCO, tertarik terlibat dalam bisnis daur ulang.
Kelangkaan memang tidak akan terjadi dalam waktu dekat karena China sebagai pengguna terbesar logam itu telah meningkatkan penambangan di negara-negara lain, seperti Republik Demokratik Kongo dan Cile. SungEel HiTech yang berbasis di Kota Gunsan dapat memproses sekitar 8.000 ton per tahun baterai bekas lithium-ion dan logam bekas.
Dari sana, pabrik dapat memproduksi sekitar 830 ton lithium phosphat, 1.000 ton logam cobalt, dan 600 ton nikel. POSCO memproses lithium phosphate dari SungEel untuk memproduksi lithium carbonate untuk produsen baterai yang dapat diisi ulang, LG dan Samsung. Pabrik daur ulang baterai itu meningkatkan kapasitas menjadi 24.000 ton pada 2019 dan melakukan ekspansi pada 2021 ke luar negeri. (Muh Shamil)
Logam-logam itu biasa digunakan dalam baterai yang menjadi tenaga mobil listrik. Meski demikian, mereka tidak menggali logam itu dari tanah atau pengilangan bijih logam. Mereka mengambilnya dari tumpukan baterai lithium-ion dari telepon seluler dan laptop.
Saat China secara agresif mencari cobalt dan litium dari luar negeri untuk mobil listrik, harga logam itu pun naik dan membuat logam itu semakin langka di dunia. Kini Korsel pun semakin fokus dengan penambangan perkotaan semacam itu untuk men da pat - kan kembali cobalt, litium, dan logam langka lainnya dari sampah elektronik.
“Pada 2016, logam berharga senilai USD18,38 miliar diambil dari bahan daur ulang dan memenuhi 22% kebutuhan total Korsel untuk logam tersebut,” ungkap data yang dirilis Korea Institute of Industrial Technology. SungEel HiTech menjadi perusahaan daur ulang baterai terbesar di Korsel.
Satu dekade lalu, perusahaan itu di persimpangan saat panel televisi plasma yang dapat diekstrak emas dan perak, telah mulai habis. Kini, perusahaan itu menjadi bagian dari jaringan suplai untuk perusahaan baterai terbesar dunia, termasuk Samsung SDI dan LG Chem. Presiden SungEel HiTech Yi Kang-myung menjelaskan, keterbatasan logam hasil tambang membuat perusahaannya mendorong kapasitas hingga tiga kali lipat tahun ini.
Mereka berencana meluncurkan saham perdana (IPO) pada 2020. “Kami menerima panggilan telepon dari banyak pihak yang tertarik,” kata Yi saat wawancara di pabriknya. Yi menjelaskan, “Perusahaan-perusahaan automotif besar tertarik pada produk kami.”
Dia tidak menjelaskan perusahaanperusahaan yang dia maksud. Dia menambahkan, perusahaan baterai dan produsen baja Korsel, POSCO, tertarik terlibat dalam bisnis daur ulang.
Kelangkaan memang tidak akan terjadi dalam waktu dekat karena China sebagai pengguna terbesar logam itu telah meningkatkan penambangan di negara-negara lain, seperti Republik Demokratik Kongo dan Cile. SungEel HiTech yang berbasis di Kota Gunsan dapat memproses sekitar 8.000 ton per tahun baterai bekas lithium-ion dan logam bekas.
Dari sana, pabrik dapat memproduksi sekitar 830 ton lithium phosphat, 1.000 ton logam cobalt, dan 600 ton nikel. POSCO memproses lithium phosphate dari SungEel untuk memproduksi lithium carbonate untuk produsen baterai yang dapat diisi ulang, LG dan Samsung. Pabrik daur ulang baterai itu meningkatkan kapasitas menjadi 24.000 ton pada 2019 dan melakukan ekspansi pada 2021 ke luar negeri. (Muh Shamil)
(nfl)