Eks Dubes Sebut Inggris Butuh Bantuan Rusia

Minggu, 25 Maret 2018 - 16:26 WIB
Eks Dubes Sebut Inggris...
Eks Dubes Sebut Inggris Butuh Bantuan Rusia
A A A
LONDON - Ketegangan antara Inggris dengan Rusia akan mencair dalam beberapa bulan ke depan. Hal itu diungkapkan oleh mantan Dubes Inggris untuk Rusia Sir Tony Brenton.

Menurut Brenton, kebutuhan untuk mempertahankan kontak tingkat tinggi membuat kedua negara akan secepatnya menormalisasi hubungan.

“Sebagai bagian dari sanksi kami, kami tidak akan memiliki kontak tingkat tinggi dengan Rusia untuk sementara waktu. Ini akan mulai terkikis dalam beberapa bulan karena Anda perlu memiliki kontak tingkat tinggi pada berbagai hal,” kata Brenton seperti dikutip dari Sputnik, Minggu (25/3/2018).

Brenton menekankan bahwa Inggris akan membutuhkan Rusia untuk membantunya dalam berbagai situasi. Ia lantas mengungkap cerita masa lalu. Sebelumnya, 15 personel Angkatan Laut Kerajaan Inggris dari HMS Cornwall dituduh memasuki perairan Iran dan ditawan. Berkat pengaruh Rusia, Teheran membebaskan para pelaut tersebut.

"Hal-hal seperti itu terjadi secara teratur dan di berbagai tingkatan kita akan membutuhkan orang-orang Rusia untuk membantu kita," ujarnya.

Selanjutnya, Brenton mengatakan bahwa meskipun fakta hubungan antara Moskow dan Barat telah memburuk setelah reunifikasi Crimea dengan Rusia dan pengenalan sanksi anti-Rusia oleh Eropa dan AS, situasi itu berangsur-angsur membaik.

“Paralel yang menarik di sini adalah bahwa Barat akan 'mengisolasi' Rusia setelah Ukraina dan melakukannya sedikit, tetapi ini akhirnya terkikis. Pembekuan tingkat tinggi ini cenderung mengikis dengan cepat karena dunia harus melakukan bisnisnya. Kami akan lambat untuk melanjutkan hubungan kami, tetapi kami dalam waktu beberapa bulan karena kami harus kembali untuk dapat melakukan bisnis dengan Rusia,” tutur Brenton yang dianugerahi kehormatan kerajaan Inggris.

Meski begitu, ia mengamini langkah yang diambil oleh pemerintah Inggris meski pada saat yang sama ia juga memperingatkan bahwa bahasa yang digunakan oleh pihak berwenang adalah kejahatan yang tidak berbahaya.

“Jelas kita harus bereaksi dengan tegas dan sunguh-sungguh untuk menghadapi kebiadaban terhadap Skripal, tetapi pada titik tertentu kita harus kembali melakukan bisnis dengan Rusia," ujarnya.

"Kita tentu saja harus mengambil tindakan yang meminimalkan pengulangan serangan serupa, tetapi kita tidak harus membakar jembatan kita sedemikian rupa sehingga kita tidak dapat membangun kembali jalur komunikasi," imbuhnya.

"Menurut saya, Gavin Williamson dan Boris Johnson sangat dekat untuk membakar jembatan itu,” cetusnya.

Mengomentari insiden Skripal pada 15 Maret, Menteri Pertahanan Inggris Gavin Williamson membuat pernyataan keras tentang potensi tindakan-tindakan pembalasan Moskow terhadap pengusiran 23 diplomat Rusia dari Inggris.

"Apa yang akan kita lakukan adalah melihat apa yang Rusia tanggapi terhadap apa yang telah kita lakukan. Ini benar-benar mengerikan apa yang dilakukan Rusia di Salisbury. Kami telah menanggapi itu. Terus terang, Rusia harus pergi dan harus tutup mulut. Tetapi jika mereka menanggapi tindakan yang telah kami ambil, kami akan mempertimbangkannya dengan hati-hati dan kami akan melihat pilihan kami tetapi akan salah untuk menilai respon kami," kata Williamson.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris Boris Johnson menggambar paralel antara Piala Dunia FIFA 2018 di Rusia dengan Adolf Hitler di Olimpiade 1936 di Nazi Jerman.

Menurut Brenton, insiden Skripal telah menjadi "manifestasi terbaru" tentang bagaimana hubungan bilateral memburuk. Ia lantas memperingatkan bahwa konfrontasi telah mencapai titik di mana Putin mencurahkan sepotong pidato pemilihannya tentang senjata nuklir.

“Rusia sangat bangga, mereka tahu dalam konfrontasi apa pun mereka akan kalah, tetapi kartu AS terakhir mereka di lubang adalah senjata nuklir mereka. Itu tidak berarti mereka ingin menggunakannya atau berencana untuk menggunakannya, tetapi kita harus menjauhkan dunia dari mereka yang ingin menggunakannya,” tukasnya.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0814 seconds (0.1#10.140)