PBB Puji Pemerintah Indonesia Kelola Lahan Gambut
A
A
A
JAKARTA - Dunia internasional memberi perhatian pada Indonesia karena menjadi salah satu negara dengan lahan gambut terluas di dunia dengan luas lebih dari 15 juta ha.
Pasca kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hebat 2015, terutama kebakaran gambut yang sangat sulit dipadamkan, pemerintahan secara efektif menjadikan kebijakan-perbaikan tata kelola gambut sebagai prioritas nasional. Di antaranya penerbitan peraturan perundangan maupun aksi nyata implementasi di lapangan untuk upaya pencegahan terulangnya kembali kebakaran gambut.
Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP) Erik Solheim memuji langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam upaya pemulihan ekosistem gambut. Hal ini disampaikan dalam pertemuan tingkat tinggi sebagai rangkaian pertemuan Mitra Kerja Global Peatland Initiative (GPI) di Brazzaville, Republik Kongo, Kamis (22/3) waktu setempat.
"Rusaknya lahan gambut di seluruh dunia akan menjadi pukulan besar terhadap Perjanjian Paris dan bagi generasi mendatang," tegas Solheim dalam rilis yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kemarin.
Solheim juga meminta Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo untuk belajar dari pengalaman Indonesia dalam upaya pemulihan ekosistem gambut kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Siti Nurbaya Bakar yang hadir sebagai pembicara kunci.
Pada paparannya, Siti Nurbaya menjelaskan bahwa karhutla hebat pada 2015, terutama kebakaran gambut, menjadi pelajaran berharga bagi Pemerintah Indonesia sehingga pemerintah merespons melalui kebijakan-kebijakan untuk melakukan perbaikan tata kelola gambut secara ketat dan menyeluruh.
"Pada 2016- 2017 Indonesia berhasil menurunkan titik api sebanyak 93,6%. Keberhasilan ini merupakan bukti keseriusan Presiden Joko Widodo, menjadikan pencegahan karhut layang mayoritas terjadi di lahan gambut sebagai prioritas nasional, dan berhasil mewujudkan kebijakan-kebijakan dalam aksi yang efektif di lapangan," tegas Siti.
Dia menekankan, salah satu kunci keberhasilan Indonesia adalah kemampuan untuk melibatkan semua pihak secara efektif dalam kerja besar ini, mulai dari organisasi kemasyarakatan, termasuk mendorong pemenuhan kewajiban legal sektor swasta yang terkait pengelolaan lahan gambut di konsesi mereka.
Menurut dia, dalam waktu dekat dua negara yang memiliki luas gambut terbesar di dunia, yakni Republik Congo dan Republik Demokratik Congo, akan segera belajar ke Indonesia. "Indonesia akan memimpin South-South Cooperation (Kerja Sama Selatan-Selatan) menangani gambut Congo Basin untuk dunia," tandasnya. (M Yamin)
Pasca kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hebat 2015, terutama kebakaran gambut yang sangat sulit dipadamkan, pemerintahan secara efektif menjadikan kebijakan-perbaikan tata kelola gambut sebagai prioritas nasional. Di antaranya penerbitan peraturan perundangan maupun aksi nyata implementasi di lapangan untuk upaya pencegahan terulangnya kembali kebakaran gambut.
Direktur Eksekutif Program Lingkungan PBB (UNEP) Erik Solheim memuji langkah-langkah yang dilakukan Indonesia dalam upaya pemulihan ekosistem gambut. Hal ini disampaikan dalam pertemuan tingkat tinggi sebagai rangkaian pertemuan Mitra Kerja Global Peatland Initiative (GPI) di Brazzaville, Republik Kongo, Kamis (22/3) waktu setempat.
"Rusaknya lahan gambut di seluruh dunia akan menjadi pukulan besar terhadap Perjanjian Paris dan bagi generasi mendatang," tegas Solheim dalam rilis yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kemarin.
Solheim juga meminta Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo untuk belajar dari pengalaman Indonesia dalam upaya pemulihan ekosistem gambut kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia Siti Nurbaya Bakar yang hadir sebagai pembicara kunci.
Pada paparannya, Siti Nurbaya menjelaskan bahwa karhutla hebat pada 2015, terutama kebakaran gambut, menjadi pelajaran berharga bagi Pemerintah Indonesia sehingga pemerintah merespons melalui kebijakan-kebijakan untuk melakukan perbaikan tata kelola gambut secara ketat dan menyeluruh.
"Pada 2016- 2017 Indonesia berhasil menurunkan titik api sebanyak 93,6%. Keberhasilan ini merupakan bukti keseriusan Presiden Joko Widodo, menjadikan pencegahan karhut layang mayoritas terjadi di lahan gambut sebagai prioritas nasional, dan berhasil mewujudkan kebijakan-kebijakan dalam aksi yang efektif di lapangan," tegas Siti.
Dia menekankan, salah satu kunci keberhasilan Indonesia adalah kemampuan untuk melibatkan semua pihak secara efektif dalam kerja besar ini, mulai dari organisasi kemasyarakatan, termasuk mendorong pemenuhan kewajiban legal sektor swasta yang terkait pengelolaan lahan gambut di konsesi mereka.
Menurut dia, dalam waktu dekat dua negara yang memiliki luas gambut terbesar di dunia, yakni Republik Congo dan Republik Demokratik Congo, akan segera belajar ke Indonesia. "Indonesia akan memimpin South-South Cooperation (Kerja Sama Selatan-Selatan) menangani gambut Congo Basin untuk dunia," tandasnya. (M Yamin)
(nfl)