Thailand Segera Gelar Pemilu

Rabu, 28 Februari 2018 - 09:55 WIB
Thailand Segera Gelar Pemilu
Thailand Segera Gelar Pemilu
A A A
BANGKOK - Perdana Menteri (PM) Thailand Prayuth Chan-ocha menegaskan pemilu yang dijanjikan akan digelar pada November, dan dilaksanakan “tidak lebih” dari Februari 2019.

Penegasan Prayuth tersebut se telah banyak pihak mengkritik pemerintahan junta militer yang selalu menunda pesta demokrasi. Junta telah berjanji dan menunda pemilu beberapa kali sejak kudeta 2014 yang menggulingkan pemerintahan sipil. Tanggal terakhir pemilu yang dijanjikan pemerintahan junta adalah November tahun ini.

Namun, bulan lalu dewan legislatif yang ditunjuk militer mengubah undang-undang pe milu yang mengakibatkan penundaan. “Kini, saya akan menjawab dengan jelas,” kata Prayuth dilansir Reuters.

Dia terus di tekan di dalam negeri dan luar ne geri untuk mengembalikan pe merintahan junta ke pemerin tahan sipil. “Pemilu akan digelar tidak melebih Februari 2019,” ujar Prayuth.

Pada Oktober 2017, PM Prayuth mengungkapkan tanggal kepastian pemilu akan diumumkan pada Juni mendatang. Sebelumnya, junta militer telah mengumumkan tanggal pemilu sebanyak dua kali. Namun, faktor keamanan dan perubahan konstitusi menyebabkan tanggal pemilu menjadi selalu berubah.

“Sekitar Juni mendatang, kita akan mengumumkan tanggal pemilu,” ujar Prayuth di Bangkok kemarin dilansir Reuters. “Pada November, kita akan menggelar pemilu,” tuturnya. Ratusan orang berdemonstrasi di Bangkok dalam beberapa pekan terakhir. Mereka menuntut pemerintahan militer agar tidak menunda pemilu.

Aksi demonstrasi itu merupakan unjuk rasa terbesar selama pemerintahan junta sejak 2014. “Penundaan pemilu menurunkan kepercayaan rakyat kepada Prayuth,” kata Phongthep Thepkanjana, mantan deputi PM dan anggota senior Partai PheuThai yang merepresentasikan keluarga Shinawatra.

Perpolitikan Thailand masih terbelah dua antara pendukung mantan PM Thaksin Shinawatra dan adiknya, Yingluck, serta para elite di Bangkok yang merupakan pendukung kerajaan. “Saya pikir kebanyakan rakyat Thailand, seperti saya, tidak lagi memperhatikan apa yang diucapkan PM saat ini,” papar Phongthep.

“Penundaan itu merupakan gejala di mana orang yang berkuasa mengetahui jika pemilu digelar, ke kuasaan mereka akan sirna. Itulah kenapa mereka ingin menunda pemilu,” jelasnya. Menurut pakar politik dari Universitas Chulalongkorn di Bangkok, Thitinan Pongsudhirak, janji baru PM itu menunjukkan kurangnya kredibilitas.

“Karena Prayuth telah menunda pemilu sebanyak empat kali, janji baru ini menun jukkan tidak kredibilitas,” ungkapnya.

Hal berbeda justru di ungkapkan deputi pemimpin Partai Demokrat Ongart Klampaiboon. Dia meng ung kapkan, pengumuman kabar kepastian pemilu itu menunjukkan kejelasan investor.

“Ini akan menciptakan kepercayaan diri bagi masyarakat di negara ini, termasuk investor dan pengusaha yang membutuhkan penilaian situasi politik dalam rencana mereka,” katanya. Pada Januari lalu, parlemen melaksanakan pemungutan suara untuk memperpanjang 90 hari untuk menentukan undang-undang pemilu yang baru.

Rancangan undang-undang akan membeberkan aturan untuk pemilu majelis rendah. Pada April 2017, Raja Maha Vajiralongkorn telah menandatangani konstitusi yang dibuat militer. Itu menjadi awalan dalam proses demokrasi yang dijanjikan junta.

Konstitusi baru itu memberikan kesempatan sistem pemilu proporsional untuk mengurangi pengaruh partai politik besar. Namun, banyak kritik menyatakan sistem itu memperkuat peran militer.

Analis memperkirakan, aktivitas politik melambat setelah pemakanan Raja Bhumibol Adulyadej pada bulan ini, se telah setahun berduka. “Prayuth ingin menunda pemilu, tapi dia mengetahui setelah kremasi raja akan ada tekanan untuk menggelar pemilu,” ujar analis dari Siam Intelligence Unit, Kan Yuen yong.

Dia mengungkapkan pengumuman pemilu pada November tahun depan akan mengurangi tekanan dari berbagai pihak. Sebelumnya, kritik terhadap Prayuth yang selalu menunda pemilu karena dia ingin mempertahankan militer tetap memiliki peran dalam kehidupan politik di Thailand.

Prayuth dituding banyak kelompok ingin memperpanjang kekuasaannya. Apalagi, pemerintahan junta mendukung konstitusi yang mengizinkan “pihak luar” untuk ditunjuk sebagai PM.

“Jika Prayuth ingin mengundurkan diri dengan lancar, itu bisa terjadi pada November tahun ini dan tidak ada tanggal lain,” kata Rangsiman Rome, seorang pemimpin Kelompok Restoran Demokrasi (DRG) yang mengorganisasi demonstrasi pada pekan lalu di Universitas Thammasat Bangkok. Rome dan para aktivis politik lainnya menuding pemimpin junta militer sebagai “pembohong”. Dia dan aktivis lainnya menyamakan Prayuth dengan tokoh kartun Pinokio yang memiliki hidung panjang karena suka berbohong.

Menurut aktivis politik lain nya, Sirawith Seritiwat, Prayuth sama dengan Pinokio karena dianggap selalu berbohong setiap saat. “Sudah cukup dengan kebohongan. Saat ini adalah akhir dari kediktatoran. Saat ini adalah waktunya bagi rakyat. Kita harus memilih (pemimpin baru) tahun ini,” ujar Sirawith.

Para aktivis mengacungkan tiga jari. Itu menjadi simbol tuntutan mereka, yakni pemilu harus dilaksanakan tahun ini, diktator harus mundur, dan hidup demokrasi. Para demonstran berencana menggelar demonstrasi setiap Sabtu pada Maret dan Mei di Bangkok serta provinsi lainnya. Nantinya, demonstrasi besar-besaran dilaksanakan pada 19-22 Maret mendatang. (Andika Hendra)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3108 seconds (0.1#10.140)