Copot Jilbab, 29 Perempuan Iran Dibui
A
A
A
TEHERAN - Sedikitnya 29 perempuan telah ditangkap oleh pihak berwenang Iran. Mereka ditangkap setelah ikut serta dalam demonstrasi melawan undang-undang yang memaksa mereka menyembunyikan rambut mereka di depan umum.
Gambar perempuan Iran yang memegang jilbab mereka tinggi-tinggi di jalan menjadi viral di media sosial. Mereka secara simbolis menolak apa yang oleh seorang aktivis digambarkan sebagai "campur tangan agama" yang lebih luas dalam kehidupan mereka.
"Kami berjuang melawan simbol penindasan yang paling terlihat," kata Masih Alinejad, yang menjadi host situs web My Stealthy Freedom di mana perempuan Iran memposting foto diri mereka tanpa jilbab seperti dikutip dari Independent, Sabtu (3/2/2018).
Polisi Iran dikutip oleh kantor berita Tasnim, yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah, mengatakan bahwa para perempuan telah ditipu untuk mengambil bagian dalam kampanye anti-jilbab yang dikenal sebagai Rabu Putih.
Jaksa penuntut umum, Mohammad Jafar Montazeri, dilaporkan menolak demonstrasi tersebut sebagai tindakan kekanak-kanakan dan mendapat hasutan dari luar negeri.
Setelah revolusi 1979 di Iran, perempuan diwajibkan hukum untuk menutupi rambut mereka dengan jilbab, dan mengenakan pakaian panjang yang longgar. Pelanggarnya bisa dihentikan di jalan oleh apa yang disebut "polisi moralitas" dan diingatkan, didenda atau ditangkap secara terbuka.
Seorang aktivis mengatakan: "perempuan-perempuan ini berkata, 'Sudah cukup - ini adalah abad ke-21 dan kami ingin menjadi diri kami sejati'".
Menurut Alinejad kecenderungan tersebut mengambil momentum setelah seorang perempuan mengupload video dan gambar di dunia maya, melambaikan syal putih di sebuah tongkat pada bulan Desember - sehari sebelum demonstrasi meletus melawan kondisi ekonomi di timur Iran.
Fokus demonstrasi meluas saat menyebar di seluruh negeri, dengan demonstran meminta pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, untuk mengundurkan diri.
Alinejad mengatakan bahwa perempuan tersebut ditangkap setelah video tersebut menjadi viral. Perempuan itu kini telah dibebaskan, menurut sebuah postingan di Facebook oleh pengacara hak asasi manusia Iran Nasrin Sotoudeh.
"Meskipun demonstrasi anti-pemerintah yang lebih luas telah berakhir, perempuan di seluruh Iran muak dan terus memprotes campur tangan agama dalam kehidupan pribadi kita", kata Alinejad.
Alinejad mengatakan bahwa dia sekarang dibanjiri video dan foto perempuan yang meniru video viral tersebut dan dia membagikannya di akun Twitter My Stealthy Freedom dan halaman Facebook.
"Orang-orang ini tidak berkelahi dengan sepotong kain, mereka melawan ideologi di balik kewajiban berjilbab," kata Alinejad, yang menyebut gerakan tersebut sebagai "wajah sejati feminisme."
Untuk kampanye melawan wajib mengenakan jilbab, Alinejad tahun lalu mendorong perempuan untuk mengambil video atau foto dari mereka yang mengenakan pakaian putih dan mengunggahnya di media sosial dengan hashtag #whitewednesday.
Kampanye #whitewednesdays adalah bagian dari gerakan online yang lebih besar yang dimulai tiga tahun yang lalu oleh wartawan, yang telah tinggal di pengasingan sejak tahun 2009. Ia telah menerima ancaman pembunuhan sejak kampanyenya dimulai.
"Saya terbangun setiap hari dengan suara perempuan-perempuan ini di kotak masuk saya," katanya dari rumahnya di New York.
"Saya sangat berharap. Ketidaktaatan sipil adalah langkah pertama untuk mendapatkan kemenangan kita," tukasnya.
Gambar perempuan Iran yang memegang jilbab mereka tinggi-tinggi di jalan menjadi viral di media sosial. Mereka secara simbolis menolak apa yang oleh seorang aktivis digambarkan sebagai "campur tangan agama" yang lebih luas dalam kehidupan mereka.
"Kami berjuang melawan simbol penindasan yang paling terlihat," kata Masih Alinejad, yang menjadi host situs web My Stealthy Freedom di mana perempuan Iran memposting foto diri mereka tanpa jilbab seperti dikutip dari Independent, Sabtu (3/2/2018).
Polisi Iran dikutip oleh kantor berita Tasnim, yang memiliki hubungan dekat dengan pemerintah, mengatakan bahwa para perempuan telah ditipu untuk mengambil bagian dalam kampanye anti-jilbab yang dikenal sebagai Rabu Putih.
Jaksa penuntut umum, Mohammad Jafar Montazeri, dilaporkan menolak demonstrasi tersebut sebagai tindakan kekanak-kanakan dan mendapat hasutan dari luar negeri.
Setelah revolusi 1979 di Iran, perempuan diwajibkan hukum untuk menutupi rambut mereka dengan jilbab, dan mengenakan pakaian panjang yang longgar. Pelanggarnya bisa dihentikan di jalan oleh apa yang disebut "polisi moralitas" dan diingatkan, didenda atau ditangkap secara terbuka.
Seorang aktivis mengatakan: "perempuan-perempuan ini berkata, 'Sudah cukup - ini adalah abad ke-21 dan kami ingin menjadi diri kami sejati'".
Menurut Alinejad kecenderungan tersebut mengambil momentum setelah seorang perempuan mengupload video dan gambar di dunia maya, melambaikan syal putih di sebuah tongkat pada bulan Desember - sehari sebelum demonstrasi meletus melawan kondisi ekonomi di timur Iran.
Fokus demonstrasi meluas saat menyebar di seluruh negeri, dengan demonstran meminta pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, untuk mengundurkan diri.
Alinejad mengatakan bahwa perempuan tersebut ditangkap setelah video tersebut menjadi viral. Perempuan itu kini telah dibebaskan, menurut sebuah postingan di Facebook oleh pengacara hak asasi manusia Iran Nasrin Sotoudeh.
"Meskipun demonstrasi anti-pemerintah yang lebih luas telah berakhir, perempuan di seluruh Iran muak dan terus memprotes campur tangan agama dalam kehidupan pribadi kita", kata Alinejad.
Alinejad mengatakan bahwa dia sekarang dibanjiri video dan foto perempuan yang meniru video viral tersebut dan dia membagikannya di akun Twitter My Stealthy Freedom dan halaman Facebook.
"Orang-orang ini tidak berkelahi dengan sepotong kain, mereka melawan ideologi di balik kewajiban berjilbab," kata Alinejad, yang menyebut gerakan tersebut sebagai "wajah sejati feminisme."
Untuk kampanye melawan wajib mengenakan jilbab, Alinejad tahun lalu mendorong perempuan untuk mengambil video atau foto dari mereka yang mengenakan pakaian putih dan mengunggahnya di media sosial dengan hashtag #whitewednesday.
Kampanye #whitewednesdays adalah bagian dari gerakan online yang lebih besar yang dimulai tiga tahun yang lalu oleh wartawan, yang telah tinggal di pengasingan sejak tahun 2009. Ia telah menerima ancaman pembunuhan sejak kampanyenya dimulai.
"Saya terbangun setiap hari dengan suara perempuan-perempuan ini di kotak masuk saya," katanya dari rumahnya di New York.
"Saya sangat berharap. Ketidaktaatan sipil adalah langkah pertama untuk mendapatkan kemenangan kita," tukasnya.
(ian)