Mengenal Tran Qui Thanh, Bos Minuman Teh Paling Sukses di Vietnam
A
A
A
BOLEH dikatakan pebisnis Tran Qui Thanh memiliki karakter penuh warna. Salah satu pengusaha paling sukses di Vietnam itu setiap tahun menggelar acara yang disiarkan langsung di televisi.
Dalam siaran langsung yang disiarkan ke penjuru Vietnam, pria berusia 64 tahun itu menyanyi di panggung bersama para bintang musik pop, band rock, dan selebritas lainnya. Adapun 4.000 pegawai di perusahaan minuman ringan miliknya, Tan Hiep Phat Beverage Group (THP), didorong untuk mengikuti kompetisi tahunan di mana mereka menulis lagu dan puisi tentang Tran.
Miliarder yang bisnisnya membukukan penjualan USD500 juta pada 2015 itu dikenal di Vietnam sebagai "raja teh". Dia mendirikan THP pada 1994, tahun yang sama saat Amerika Serikat (AS) mencabut embargo perdagangan terhadap negara itu. Saat ini THP menjadi produsen minuman ringan milik privat terbesar di Vietnam.
Saat ini penjualan produknya lebih dari satu miliar liter per tahun dalam bentuk teh herbal dan teh hijau, minuman energi, air, dan susu kedelai di pasar domestik serta 16 negara lainnya. Tran sekarang ingin melipatgandakan produksi menjadi tiga kali dalam lima tahun mendatang, saat dia menargetkan pasar AS dan negara-negara lain.
Ini prestasi luar biasa bagi seorang pria yang masa kecilnya tinggal enam tahun di panti asuhan yatim piatu setelah ibunya meninggal dunia akibat kecelakaan mobil pada 1962 saat dia berumur sembilan tahun. Seperti teman-teman seusianya, saat dia tumbuh, dia juga menghadapi dampak Perang Vietnam.
Setelah melalui masa yang keras itu, tidak mengejutkan jika Tran menegaskan, dia tidak pernah takut pada tantangan apa pun yang dunia bisnis berikan kepadanya. "Selalu serang, selalu berjuang. Karena kita telah berjuang untuk sekian tahun, jadi berjuang adalah jalan untuk menang," kata Tran.
Tran memulai bisnis pertamanya pada 1976 setelah dia lulus dari universitas di Kota Ho Chi Minh yang sebelumnya bernama Saigon pada usia 23 tahun. Perang Vietnam baru berakhir setahun sebelumnya dan ekonomi menderita akibat berbagai sanksi keras diterapkan Barat terhadap pemerintahan komunis yang berkuasa.
Untuk menghasilkan uang, Tran mulai membuat ragi untuk produksi roti di ruang keluarga dan menggunakan tempat tidur gantung berbahan nilon yang ditinggalkan militer AS sebagai penyaring proses pembuatan ragi. Saat inflasi tinggi membuat bisnis ragi tidak lagi menguntungkan, dia beralih memproduksi gula.
"Negara tidak mendukung perusahaan swasta saat itu. Kami tidak memiliki peralatan, pengetahuan teknis terbatas, dan hampir tanpa modal. Ini sulit. Tapi barang-barang sangat sulit, jadi apa pun yang Anda buat dapat terjual, itu hal bagus bagi kami," ujarnya.
Hingga akhir 1980-an, pemerintahan komunis mulai mendorong berdirinya perusahaan swasta. Saat THP pertama berdiri pada 1994, Tran menyadari, dia perlu melakukan beberapa riset pasar minuman. Dia menemukan pameran perdagangan industri minuman Drinktec di Jerman menjadi tempat sempurna untuk memulai sehingga dia pun membuat paspor pertamanya.
Tidak tahu cara ke Eropa, dia pun ikut grup tur resmi. Lalu saat tiba di Jerman, Tran memisahkan diri dari wisatawan lain untuk menghadiri pameran perdagangan demi mencari tahu semua teknologi terbaru.
THP memulai memproduksi bir, tapi kemudian beralih ke teh dalam botol dan minuman energi. "Saat kami pertama mulai, kami hanya memiliki 20 pegawai dan memproduksi satu juta liter per tahun, sekitar 3.000 botol per hari. Sekarang kami memiliki lebih dari 4.000 pegawai dan memproduksi lebih dari satu miliar liter per tahun,” ungkapnya. Bisnisnya pun terus tumbuh seiring ekspansi perusahaan ke negara-negara lain.
Dalam siaran langsung yang disiarkan ke penjuru Vietnam, pria berusia 64 tahun itu menyanyi di panggung bersama para bintang musik pop, band rock, dan selebritas lainnya. Adapun 4.000 pegawai di perusahaan minuman ringan miliknya, Tan Hiep Phat Beverage Group (THP), didorong untuk mengikuti kompetisi tahunan di mana mereka menulis lagu dan puisi tentang Tran.
Miliarder yang bisnisnya membukukan penjualan USD500 juta pada 2015 itu dikenal di Vietnam sebagai "raja teh". Dia mendirikan THP pada 1994, tahun yang sama saat Amerika Serikat (AS) mencabut embargo perdagangan terhadap negara itu. Saat ini THP menjadi produsen minuman ringan milik privat terbesar di Vietnam.
Saat ini penjualan produknya lebih dari satu miliar liter per tahun dalam bentuk teh herbal dan teh hijau, minuman energi, air, dan susu kedelai di pasar domestik serta 16 negara lainnya. Tran sekarang ingin melipatgandakan produksi menjadi tiga kali dalam lima tahun mendatang, saat dia menargetkan pasar AS dan negara-negara lain.
Ini prestasi luar biasa bagi seorang pria yang masa kecilnya tinggal enam tahun di panti asuhan yatim piatu setelah ibunya meninggal dunia akibat kecelakaan mobil pada 1962 saat dia berumur sembilan tahun. Seperti teman-teman seusianya, saat dia tumbuh, dia juga menghadapi dampak Perang Vietnam.
Setelah melalui masa yang keras itu, tidak mengejutkan jika Tran menegaskan, dia tidak pernah takut pada tantangan apa pun yang dunia bisnis berikan kepadanya. "Selalu serang, selalu berjuang. Karena kita telah berjuang untuk sekian tahun, jadi berjuang adalah jalan untuk menang," kata Tran.
Tran memulai bisnis pertamanya pada 1976 setelah dia lulus dari universitas di Kota Ho Chi Minh yang sebelumnya bernama Saigon pada usia 23 tahun. Perang Vietnam baru berakhir setahun sebelumnya dan ekonomi menderita akibat berbagai sanksi keras diterapkan Barat terhadap pemerintahan komunis yang berkuasa.
Untuk menghasilkan uang, Tran mulai membuat ragi untuk produksi roti di ruang keluarga dan menggunakan tempat tidur gantung berbahan nilon yang ditinggalkan militer AS sebagai penyaring proses pembuatan ragi. Saat inflasi tinggi membuat bisnis ragi tidak lagi menguntungkan, dia beralih memproduksi gula.
"Negara tidak mendukung perusahaan swasta saat itu. Kami tidak memiliki peralatan, pengetahuan teknis terbatas, dan hampir tanpa modal. Ini sulit. Tapi barang-barang sangat sulit, jadi apa pun yang Anda buat dapat terjual, itu hal bagus bagi kami," ujarnya.
Hingga akhir 1980-an, pemerintahan komunis mulai mendorong berdirinya perusahaan swasta. Saat THP pertama berdiri pada 1994, Tran menyadari, dia perlu melakukan beberapa riset pasar minuman. Dia menemukan pameran perdagangan industri minuman Drinktec di Jerman menjadi tempat sempurna untuk memulai sehingga dia pun membuat paspor pertamanya.
Tidak tahu cara ke Eropa, dia pun ikut grup tur resmi. Lalu saat tiba di Jerman, Tran memisahkan diri dari wisatawan lain untuk menghadiri pameran perdagangan demi mencari tahu semua teknologi terbaru.
THP memulai memproduksi bir, tapi kemudian beralih ke teh dalam botol dan minuman energi. "Saat kami pertama mulai, kami hanya memiliki 20 pegawai dan memproduksi satu juta liter per tahun, sekitar 3.000 botol per hari. Sekarang kami memiliki lebih dari 4.000 pegawai dan memproduksi lebih dari satu miliar liter per tahun,” ungkapnya. Bisnisnya pun terus tumbuh seiring ekspansi perusahaan ke negara-negara lain.
(amm)