Pasukan Filipina Tangkap Pentolan Komunis Maois
A
A
A
MANILA - Pasukan keamanan Filipina menangkap kepala dari sayap kelompok bersenjata gerakan Komunis Maois. Penangkapan melalui operasi intelijen itu diungkap para pengacara dari kepolisian dan pengacara kelompok HAM pada Kamis (1/2/2018).
Penangkapan pentolan pemberontak komunis ini menyusul perintah Presiden Rodrigo Duterte untuk menargetkan pemimpin gerilyawan Maois setelah perundingan damai runtuh.
Pentolan kelompok bersenjata komunis yang ditangkap tersebut adalah Rafael Baylosis. Menurut laporan polisi yang dilihat Reuters, Baylosis dan seorang rekannya berusaha melarikan diri dari agen intelijen tentara dan polisi yang mengikuti mereka namun terpojok pada Rabu sore.
Penangkapan berlangsung di sebuah distrik di Manila. Penangkapan Baylosis adalah hasil operasi intelijen setelah mendapat informasi dari penduduk di Quezon City. Demikian disampaikan juru bicara kepolisian nasional Filipina, John Bulalacao.
”Baylosis diyakini sebagai pelaksana tugas (plt) sekretaris Tentara Rakyat Baru (NPA),” kata Bulalacao, merujuk pada pasukan gerilyawan yang beranggotakan 3.000 orang. Kelompok gerilyawan komunis itu terlibat perang yang berlarut-larut dengan pasukan Filipina di daerah pedesaan selama hampir 50 tahun.
Konflik tersebut telah menewaskan lebih dari 40.000 orang. Baylosisi tercatat sebagai pemimpin pemberontak pertama yang ditangkap setelah Filipina mengakhiri proses perdamaian dengan pemberontak komunis itu pada akhir tahun lalu.
Para aktivis HAM dan pendukung sayap kiri diprediksi akan melakukan demonstrasi pada hari Kamis di depan markas besar kepolisian nasional untuk mengecam penangkapan tersebut. Mereka telah menyerukan pembebasan Baylosis karena tokoh tersebut memiliki kekebalan hukum yang resmi dikeluarkan oleh negara.
”Tuduhan palsu harus dihentikan,” kata Renato Reyes, sekretaris jenderal kelompok aktivis Bayan (Nation)—kelompok pro-sayap kiri Filipina—dalam sebuah pernyataan.
”Daripada menganiaya konsultan perdamaian, Duterte harus melanjutkan pembicaraan damai mengenai agenda substantif yang paling penting,” ujarnya.
Sayap politik kelompok pemberontak National Democratic Front (NDF) juga memprotes penangkapan Baylosis yang mereka anggap ilegal. Menurut NDF, penangkapan tersebut merupakan pelanggaran yang mencolok atas jaminan keselamatan karena Baylosis adalah konsultan perundingan damai.
Pada bulan Agustus 2016, Baylosis adalah bagian dari 18 pemimpin pemberontak yang dibebaskan dengan jaminan dan diizinkan untuk pergi ke Belanda guna mengambil bagian dalam perundingan damai.
Dia menghadapi tuduhan pembunuhan setelah tentara Filipina pada tahun 2006 menemukan sebuah kuburan massal yang terdiri dari jasad 15 orang yang diduga mata-mata pemerintah di Filipina tengah.
Pada bulan November 2017, Duterte mengakhiri pembicaraan damai dengan pemberontak Maois dan menganggap mereka sebagai "teroris". Sikap Duterte ini muncul karena permusuhan terus berlanjut selama negosiasi damai berlangsung. Sejak itu, Duterte memerintahkan pasukan keamanan Filipina untuk mengejar pemimpin gerilyawan Maois.
Penangkapan pentolan pemberontak komunis ini menyusul perintah Presiden Rodrigo Duterte untuk menargetkan pemimpin gerilyawan Maois setelah perundingan damai runtuh.
Pentolan kelompok bersenjata komunis yang ditangkap tersebut adalah Rafael Baylosis. Menurut laporan polisi yang dilihat Reuters, Baylosis dan seorang rekannya berusaha melarikan diri dari agen intelijen tentara dan polisi yang mengikuti mereka namun terpojok pada Rabu sore.
Penangkapan berlangsung di sebuah distrik di Manila. Penangkapan Baylosis adalah hasil operasi intelijen setelah mendapat informasi dari penduduk di Quezon City. Demikian disampaikan juru bicara kepolisian nasional Filipina, John Bulalacao.
”Baylosis diyakini sebagai pelaksana tugas (plt) sekretaris Tentara Rakyat Baru (NPA),” kata Bulalacao, merujuk pada pasukan gerilyawan yang beranggotakan 3.000 orang. Kelompok gerilyawan komunis itu terlibat perang yang berlarut-larut dengan pasukan Filipina di daerah pedesaan selama hampir 50 tahun.
Konflik tersebut telah menewaskan lebih dari 40.000 orang. Baylosisi tercatat sebagai pemimpin pemberontak pertama yang ditangkap setelah Filipina mengakhiri proses perdamaian dengan pemberontak komunis itu pada akhir tahun lalu.
Para aktivis HAM dan pendukung sayap kiri diprediksi akan melakukan demonstrasi pada hari Kamis di depan markas besar kepolisian nasional untuk mengecam penangkapan tersebut. Mereka telah menyerukan pembebasan Baylosis karena tokoh tersebut memiliki kekebalan hukum yang resmi dikeluarkan oleh negara.
”Tuduhan palsu harus dihentikan,” kata Renato Reyes, sekretaris jenderal kelompok aktivis Bayan (Nation)—kelompok pro-sayap kiri Filipina—dalam sebuah pernyataan.
”Daripada menganiaya konsultan perdamaian, Duterte harus melanjutkan pembicaraan damai mengenai agenda substantif yang paling penting,” ujarnya.
Sayap politik kelompok pemberontak National Democratic Front (NDF) juga memprotes penangkapan Baylosis yang mereka anggap ilegal. Menurut NDF, penangkapan tersebut merupakan pelanggaran yang mencolok atas jaminan keselamatan karena Baylosis adalah konsultan perundingan damai.
Pada bulan Agustus 2016, Baylosis adalah bagian dari 18 pemimpin pemberontak yang dibebaskan dengan jaminan dan diizinkan untuk pergi ke Belanda guna mengambil bagian dalam perundingan damai.
Dia menghadapi tuduhan pembunuhan setelah tentara Filipina pada tahun 2006 menemukan sebuah kuburan massal yang terdiri dari jasad 15 orang yang diduga mata-mata pemerintah di Filipina tengah.
Pada bulan November 2017, Duterte mengakhiri pembicaraan damai dengan pemberontak Maois dan menganggap mereka sebagai "teroris". Sikap Duterte ini muncul karena permusuhan terus berlanjut selama negosiasi damai berlangsung. Sejak itu, Duterte memerintahkan pasukan keamanan Filipina untuk mengejar pemimpin gerilyawan Maois.
(mas)