Menhan Korsel: Ancaman Nuklir Korut Serius dan Segera Terjadi
A
A
A
SINGAPURA - Dari semua ancaman keamanan yang muncul di dunia, ancaman nuklir dan rudal Korea Utara (Korut) tetap menjadi masalah paling serius dan segera terjadi. Hal itu disampaikan Menteri Pertahanan (Menhan) Korea Selatan (Korsel) Song Young-moo, Senin (29/1/2018).
Song mengatakan, Seoul akan menanggapi ancaman dari senjata Pyongyang itu dengan respons kuat.
”Meskipun peringatan berulang dan sanksi Amerika Serikat, Korea Utara terus menmpahkan usaha dan sumber dayanya untuk mengembangkan kemampuan nuklir. Korea Selatan di bawah kondisi tidak akan menerima Korea Utara sebagai kekuatan nuklir,” kata Song, yang menyampaikan pidatonya di International Institute for Strategic Studies (IISS) Fullerton Forum di Singapura.
Song mengatakan bahwa pemerintah Korea Selatan akan terus menanggapi provokasi Korea Utara dengan tetap menggunakan tindakan seperti sanksi dan dialog untuk mencapai denuklirisasi Semenanjung Korea.
Dia menggarisbawahi upaya Seoul untuk mengatasi ancaman keamanan yang diajukan oleh Pyongyang, termasuk mendorong perdamaian melalui pertahanan dan diplomasi, dan menyelesaikan secara damai, melalui dialog dan negosiasi.
Song juga menegaskan bahwa tujuan utama dari sanksi yang diimplementasikan bukanlah untuk menghukum Korea Utara, namun membawa rezim Kim Jong-un ke meja dialog.
Menyoroti pentingnya Asia Pasifik dalam perdagangan maritim global, Song mengatakan bahwa menjamin kebebasan navigasi di perairan regional melalui kerja sama keamanan maritim adalah masalah yang mendesak.
”Beberapa perselisihan maritim yang lebih sensitif di beberapa bagian wilayah tersebut berfungsi sebagai alasan untuk memproyeksikan kekuatan militer bersenjata,” ujarnya, seperti dikutip Channel News Asia.
Menurut Song, negara-negara regional harus secara proaktif menerapkan sanksi terhadap Korea Utara, yang diduga melakukan penyelundupan minyak dan bahan lainnya di perairan internasional dengan menyamarkan kapal-kapal di bawah bendera asing.
Sanksi terhadap Pyongyang itu untuk menindaklanjuti resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang pada tahun lalu menargetkan impor minyak, perusahaan pelayaran dan tenaga kerja asing, sebagai tanggapan atas uji coba nuklir keenam dan peluncuran rudal balistiknya.
Song mengusulkan sebuah forum untuk perdamaian dan ketertiban maritim di perairan Asia Timur Laut yang melibatkan angkatan laut dari Korea Selatan, AS, Jepang, China dan Rusia.
Song mengatakan, Seoul akan menanggapi ancaman dari senjata Pyongyang itu dengan respons kuat.
”Meskipun peringatan berulang dan sanksi Amerika Serikat, Korea Utara terus menmpahkan usaha dan sumber dayanya untuk mengembangkan kemampuan nuklir. Korea Selatan di bawah kondisi tidak akan menerima Korea Utara sebagai kekuatan nuklir,” kata Song, yang menyampaikan pidatonya di International Institute for Strategic Studies (IISS) Fullerton Forum di Singapura.
Song mengatakan bahwa pemerintah Korea Selatan akan terus menanggapi provokasi Korea Utara dengan tetap menggunakan tindakan seperti sanksi dan dialog untuk mencapai denuklirisasi Semenanjung Korea.
Dia menggarisbawahi upaya Seoul untuk mengatasi ancaman keamanan yang diajukan oleh Pyongyang, termasuk mendorong perdamaian melalui pertahanan dan diplomasi, dan menyelesaikan secara damai, melalui dialog dan negosiasi.
Song juga menegaskan bahwa tujuan utama dari sanksi yang diimplementasikan bukanlah untuk menghukum Korea Utara, namun membawa rezim Kim Jong-un ke meja dialog.
Menyoroti pentingnya Asia Pasifik dalam perdagangan maritim global, Song mengatakan bahwa menjamin kebebasan navigasi di perairan regional melalui kerja sama keamanan maritim adalah masalah yang mendesak.
”Beberapa perselisihan maritim yang lebih sensitif di beberapa bagian wilayah tersebut berfungsi sebagai alasan untuk memproyeksikan kekuatan militer bersenjata,” ujarnya, seperti dikutip Channel News Asia.
Menurut Song, negara-negara regional harus secara proaktif menerapkan sanksi terhadap Korea Utara, yang diduga melakukan penyelundupan minyak dan bahan lainnya di perairan internasional dengan menyamarkan kapal-kapal di bawah bendera asing.
Sanksi terhadap Pyongyang itu untuk menindaklanjuti resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang pada tahun lalu menargetkan impor minyak, perusahaan pelayaran dan tenaga kerja asing, sebagai tanggapan atas uji coba nuklir keenam dan peluncuran rudal balistiknya.
Song mengusulkan sebuah forum untuk perdamaian dan ketertiban maritim di perairan Asia Timur Laut yang melibatkan angkatan laut dari Korea Selatan, AS, Jepang, China dan Rusia.
(mas)