Dinyatakan Agresor, Rusia Sebut Ukraina Ingin Perang Baru

Jum'at, 19 Januari 2018 - 09:48 WIB
Dinyatakan Agresor,...
Dinyatakan Agresor, Rusia Sebut Ukraina Ingin Perang Baru
A A A
KIEV - Parlemen Ukraina mengesahkan undang-undang (UU) yang menyatakan Rusia sebagai aggresor yang menduduki wilayah timur Ukraina dengan mendukung kelompok separatis. UU itu membuat Moskow marah dan menganggapnya sebagai persiapan Kiev yang menginginkan perang baru.

Produk hukum terbaru Ukraina itu disahkan setelah mendapat dukungan 280 anggota parlemen.

Krisis di wilayah timur Ukraina pecah sejak April 2014. Lebih dari 10.000 orang tewas di wilayah Donetsk dan Luhansk dalam pertempuran dengan tentara Ukraina.

Kedua wilayah itu telah menyatakan merdeka dari Ukraina seperti halnya wilayah Crimea yang kini bergabung dengan Rusia. Namun, Ukraina tidak terima dengan pemisahan kedua wilayah itu.

UU itu disahkan hari Kamis setelah diskusi sengit di parlemen yang berlangsung selama tiga hari.

”Federasi Rusia melakukan kejahatan agresi terhadap Ukraina dan untuk sementara menempati bagian wilayahnya,” bunyi dokumen UU tersebut, yang dikutip BBC, Jumat (19/1/2018).

Dalam dokumen itu, Moskow dituduh mengirim unit-unit bersenjata ke wilayah Donetsk dan Luhansk, dan tidak mengikuti gencatan senjata yang telah disepakati.

Tak hanya Ukraina, Barat juga menuduh Rusia mengirim tentaranya ke wilayah tersebut dan mempersenjatai separatis.

Moskow menyangkal semua tuduhan itu. Namun, mengakui bahwa ada sukarelawan Rusia yang membantu pemberontak atau separatis di wilayah timur Ukraina.

Kementerian Luar Negeri Rusia menuduh Kiev mencoba menyelesaikan konflik di wilayah timur itu dengan kekerasan baru. UU baru Kiev, lanjut kementerian itu, melanggar perjanjian damai Minsk, yang disepakati pada tahun 2015.

Ketegangan antara Kiev dan Moskow terjadi hanya beberapa minggu setelah Ukraina dan kelompok separatis bertukar ratusan tahanan.

“UU tersebut mempertaruhkan eskalasi berbahaya di Ukraina dengan konsekuensi yang tidak dapat diprediksi untuk perdamaian dan keamanan dunia,” kata Kementerian Luar Negeri Rusia.

”Anda tidak bisa menyebut ini kecuali persiapan untuk perang baru,” lanjut kementerian itu.

Perjanjian Minsk yang diperantarai oleh Jerman dan Prancis dan ditandatangani oleh Rusia dan Ukraina pada tahun 2015, Perjanjian tersebut telah memperlambat konflik, namun pertempuran sporadis masih berlanjut.

Alexander Zakharchenko, pemimpin separatis yang berbasis Donetsk, memperingatkan bahwa berlakunya UU tersebut akan meningkatkan konflik.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9741 seconds (0.1#10.140)