Militer AS Diam-diam Mempersiapkan Perang dengan Korut
A
A
A
WASHINGTON - Militer Amerika Serikat (AS) diam-diam bersiap menghadapi perang dengan Korea Utara (korut) yang mereka harapkan tidak akan pernah terjadi. Persiapan Pentagon ini terendus media AS, New York Times.
Di Fort Bragg di North Carolina bulan lalu, pasukan gabungan dari 48 helikopter Apache dan helikopter kargo Chinook berangkat dalam sebuah latihan militer. Latihan itu juga mencakup latihan tembakan artileri untuk menyerang target.
Dua hari kemudian, di langit Nevada, 119 tentara dari Divisi Lintas Udara ke-82 Angkatan Udara menerjunkan pasukan dengan pesawat kargo C-17 yang berada di bawah kegelapan dalam sebuah latihan yang mensimulasikan serbuan musuh.
Bulan depan, di pos-pos militer di seluruh AS, lebih dari 1.000 tentara cadangan akan mempraktikkan bagaimana mendirikan pusat-pusat mobilisasi yang memindahkan pasukan militer ke luar negeri dengan tergesa-gesa.
Tak hanya itu, mulai bulan depan di mana Olimpiade Musim Dingin digelar di Kota Pyeongchang, Korea Selatan, Pentagon berencana untuk mengirim lebih banyak pasukan Operasi Khusus ke Semenanjung Korea.
Rencana itu, menurut beberapa pejabat, sebagai sebuah langkah awal menuju formasi sebuah gugus tugas yang berbasis di Korea.
Strategi itu mirip dengan yang diterapkan AS saat sedang bertempur di Irak dan Suriah. Namun, beberapa pejabat lain mengatakan bahwa rencana tersebut sangat terkait dengan upaya kontraterorisme.
Di dunia militer Amerika—di mana perencanaan kontinjensi adalah “doktrin” tertanam di jiwa setiap petugas—gerakan tersebut seolah-olah merupakan bagian dari pelatihan standard Departemen Pertahanan dan rotasi pasukan. Tapi, ruang lingkup dan waktu latihan menunjukkan fokus baru untuk membuat militer AS bersiap menghadapi konflik dengan Korea Utara.
Menteri Pertahanan James Norman Mattis dan Ketua Kapal Staf Gabungan Jenderal Joseph F. Dunford Jr., keduanya berargumen dengan tegas bahwa diplomasi digunakan untuk mengatasi ambisi nuklir Pyongyang.
Pada Agustus lalu, Mattis mengatakan sebuah perang dengan Korea Utara akan menjadi bencana besar.
Namun, sekitar dua lusin pejabat Pentagon, mantan komandan senior saat ini dan beberapa pejabat AS mengatakan dalam wawancara bahwa latihan tersebut sebagian besar mencerminkan tanggapan militer terhadap perintah dari Mattis dan kepala dinas militer siap menghadapi kemungkinan aksi militer di Semenanjung Korea.
Di Fort Bragg di North Carolina bulan lalu, pasukan gabungan dari 48 helikopter Apache dan helikopter kargo Chinook berangkat dalam sebuah latihan militer. Latihan itu juga mencakup latihan tembakan artileri untuk menyerang target.
Dua hari kemudian, di langit Nevada, 119 tentara dari Divisi Lintas Udara ke-82 Angkatan Udara menerjunkan pasukan dengan pesawat kargo C-17 yang berada di bawah kegelapan dalam sebuah latihan yang mensimulasikan serbuan musuh.
Bulan depan, di pos-pos militer di seluruh AS, lebih dari 1.000 tentara cadangan akan mempraktikkan bagaimana mendirikan pusat-pusat mobilisasi yang memindahkan pasukan militer ke luar negeri dengan tergesa-gesa.
Tak hanya itu, mulai bulan depan di mana Olimpiade Musim Dingin digelar di Kota Pyeongchang, Korea Selatan, Pentagon berencana untuk mengirim lebih banyak pasukan Operasi Khusus ke Semenanjung Korea.
Rencana itu, menurut beberapa pejabat, sebagai sebuah langkah awal menuju formasi sebuah gugus tugas yang berbasis di Korea.
Strategi itu mirip dengan yang diterapkan AS saat sedang bertempur di Irak dan Suriah. Namun, beberapa pejabat lain mengatakan bahwa rencana tersebut sangat terkait dengan upaya kontraterorisme.
Di dunia militer Amerika—di mana perencanaan kontinjensi adalah “doktrin” tertanam di jiwa setiap petugas—gerakan tersebut seolah-olah merupakan bagian dari pelatihan standard Departemen Pertahanan dan rotasi pasukan. Tapi, ruang lingkup dan waktu latihan menunjukkan fokus baru untuk membuat militer AS bersiap menghadapi konflik dengan Korea Utara.
Menteri Pertahanan James Norman Mattis dan Ketua Kapal Staf Gabungan Jenderal Joseph F. Dunford Jr., keduanya berargumen dengan tegas bahwa diplomasi digunakan untuk mengatasi ambisi nuklir Pyongyang.
Pada Agustus lalu, Mattis mengatakan sebuah perang dengan Korea Utara akan menjadi bencana besar.
Namun, sekitar dua lusin pejabat Pentagon, mantan komandan senior saat ini dan beberapa pejabat AS mengatakan dalam wawancara bahwa latihan tersebut sebagian besar mencerminkan tanggapan militer terhadap perintah dari Mattis dan kepala dinas militer siap menghadapi kemungkinan aksi militer di Semenanjung Korea.
(mas)