Sekjen PBB Khawatir Perang Pecah di Semenanjung Korea

Minggu, 17 Desember 2017 - 11:09 WIB
Sekjen PBB Khawatir Perang Pecah di Semenanjung Korea
Sekjen PBB Khawatir Perang Pecah di Semenanjung Korea
A A A
NEW YORK - Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB, Antonio Guterres, menyatakan keprihatinannya tentang risiko konfrontasi militer di Semenanjung Korea. Ia pun memperingatkan konsekuensi dari aksi militer di Semenanjung Korea.

"Setiap tindakan militer akan memiliki konsekuensi yang menghancurkan dan tidak dapat diprediksi," kata Guterres dalam sebuah pertemuan Dewan Keamanan PBB.

"Situasi di Semenanjung Korea adalah masalah perdamaian dan keamanan yang paling menegangkan dan berbahaya di dunia saat ini. Saya sangat prihatin dengan risiko konfrontasi militer, termasuk akibat eskalasi atau kesalahan perhitungan yang tidak disengaja," tutur Guterres lagi seperti dikutip dari Xinhua, Minggu (17/12/2017).

Pria asal Portugal ini lantas memperingatkan sementara semua pihan yang berkepentingan berusaha menghindari eskalasi yang dapat menyebabkan konflik, risikonya dikalikan dengan letak kepercayaan diri yang salah, narasi dan retorika berbahaya serta kurangnya saluran komunikasi.

"Sudah saatnya untuk segera membangun kembali dan memperkuat saluran komunikasi, termasuk saluran antar Korea dan militer ke militer. Hal ini penting untuk menurunkan risiko salah perhitungan atau kesalahpahaman serta mengurangi ketegangan di wilayah ini," ujar Guterres.

"Keterlibatan diplomatik adalah satu-satunya jalan menuju perdamaian dan denuklirisasi yang berkelanjutan," tegas Guterres.

"Kita harus melakukan semua yang kita bisa untuk mencapai tujuan itu - dan menghindari tingkat bahaya yang tidak dapat diprediksi dalam lintasan dan bencana akibat konsekuensinya," tukasnya.

Guterres lantas mengungkapkan bahwa pada 2017, Korea Utara (Korut) telah melakukan kegiatan yang berkaitan dengan program rudal nuklir dan balistiknya pada kecepatan yang mengkhawatirkan dan dipercepat.

Resolusi Dewan Keamanan 2375, yang diadopsi pada bulan September 2017, termasuk sanksi terkuat yang pernah dikenakan pada Korut.

"Saya mengulangi seruan saya pada kepemimpinan DPRK untuk mematuhi resolusi Dewan Keamanan yang relevan dan memungkinkan ruang untuk dimulainya kembali dialog mengenai denuklirisasi dan perdamaian berkelanjutan di Semenanjung Korea," cetus suksesor dari Ban Ki-moon ini menggunakan akronim nama resmi Korut, Republik Demokratik Rakyat Korea.

Ia pun bersumpah untuk mendorong dialog guna meredakan ketegangan di Semenanjung Korea.

"Saya yakin Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa menambahkan nilai strategis di tiga bidang utama. Pertama, ketidakberpihakan. Kedua, suara dan norma, nilai serta prinsip untuk solusi damai dan diplomatis, sesuai dengan hukum internasional. Ketiga, menawarkan saluran komunikasi dengan semua pihak," tukasnya.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6633 seconds (0.1#10.140)