Kisah Aktivis Indonesia di Gaza, 4 Kali Rasakan Kejamnya Bom Israel
A
A
A
JAKARTA - Abddillah Onim, seorang aktivis Indonesia di Gaza menceritakan pengalamannya selama mengabdi di wilayah Palestina tersebut. Onim mengaku, selama 10 tahun tinggal di Gaza, setidaknya sudah empat kali ia merasakan pemboman yang dilakukan oleh Israel.
"Saya aktivis dan juga pekerja media. Saya punya kantor berita di sana (Gaza). Saya beberapa kali mengalami upaya pembunuhan. Bukan hanya sekedar diancam, tapi rumah saya dihujani roket. Saya yakin, karena saya di sana murni mencari bantuan, mencari ridho Allah Swt, pasti dijaga Allah," ucap Onim saat ditemui di Jakarta, Selasa (5/12).
"Berat jadi aktivis dan jurnalis di wilayah konflik Palestina. Jika terjadi pertempuran, yang pertama kali menjadi target pembuhunan Israel adalah pejuang Palestina, kedua media dan kita jadi sasaran, ketiga guru dan ulama," sambungnya.
Meski kerap berada dalam bahaya, namun Onim sangat bersyukur bisa hidup di Gaza dan bisa melihat langsung penderitaan masyarakat Palestina. Dia juga mengaku tidak patah arang dan tetap bersemangat untuk membantu masyarakat Palestina, meski kerap menjadi sasaran tembak Israel.
"Saya bersyukur dan sangat beruntung berada di Palestina. Saya bisa merasakan penderitaan mereka, bisa melihat apa yang mereka rasakan. saya live di bom, walau diperlakukan seperti itu, saya tetap semangat, untuk nama Indonesia," ungkapnya.
Onim mengaku akan melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi pada hari ini. Dalam pertemuan tersebut dia akan menceritakan aktivitasnya selama di Gaza dan bagaimana kehidupan masyarakat Palestina. "Setelah ke Menlu, saya akan sounding untuk minta waktu bertemu dengan Presiden Jokowi," ungkapnya.
Pria yang menikahi wanita Palestina itu kemudian menambahkan, nama Indonesia di hati masyarakat Palestina sudah sangat akrab. Dia menyarankan aktivis dan NGO Indonesia yang datang ke Palestina untuk bersikap netral.
"Sebab, jika kita cenderung berpihak ke Hamas atau Fatah, maka otomatis akan menambah kericuhan di sana. Karena mereka masih berkonflik dan kita sebagai orang asing harus bisa menyesuaikan diri. Kita datang ke sana untuk memberi dukungan, murni solidraitas," tukasnya.
"Saya aktivis dan juga pekerja media. Saya punya kantor berita di sana (Gaza). Saya beberapa kali mengalami upaya pembunuhan. Bukan hanya sekedar diancam, tapi rumah saya dihujani roket. Saya yakin, karena saya di sana murni mencari bantuan, mencari ridho Allah Swt, pasti dijaga Allah," ucap Onim saat ditemui di Jakarta, Selasa (5/12).
"Berat jadi aktivis dan jurnalis di wilayah konflik Palestina. Jika terjadi pertempuran, yang pertama kali menjadi target pembuhunan Israel adalah pejuang Palestina, kedua media dan kita jadi sasaran, ketiga guru dan ulama," sambungnya.
Meski kerap berada dalam bahaya, namun Onim sangat bersyukur bisa hidup di Gaza dan bisa melihat langsung penderitaan masyarakat Palestina. Dia juga mengaku tidak patah arang dan tetap bersemangat untuk membantu masyarakat Palestina, meski kerap menjadi sasaran tembak Israel.
"Saya bersyukur dan sangat beruntung berada di Palestina. Saya bisa merasakan penderitaan mereka, bisa melihat apa yang mereka rasakan. saya live di bom, walau diperlakukan seperti itu, saya tetap semangat, untuk nama Indonesia," ungkapnya.
Onim mengaku akan melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi pada hari ini. Dalam pertemuan tersebut dia akan menceritakan aktivitasnya selama di Gaza dan bagaimana kehidupan masyarakat Palestina. "Setelah ke Menlu, saya akan sounding untuk minta waktu bertemu dengan Presiden Jokowi," ungkapnya.
Pria yang menikahi wanita Palestina itu kemudian menambahkan, nama Indonesia di hati masyarakat Palestina sudah sangat akrab. Dia menyarankan aktivis dan NGO Indonesia yang datang ke Palestina untuk bersikap netral.
"Sebab, jika kita cenderung berpihak ke Hamas atau Fatah, maka otomatis akan menambah kericuhan di sana. Karena mereka masih berkonflik dan kita sebagai orang asing harus bisa menyesuaikan diri. Kita datang ke sana untuk memberi dukungan, murni solidraitas," tukasnya.
(esn)