Cerita Pria AS Kerja Paksa 2 Tahun di Korut: Dipaksa Tidur Berlutut
A
A
A
WASHINGTON - Seorang pria Amerika Serikat (AS) yang pernah menjalani hukuman kerja paksa dua tahun di Korea Utara (Korut) menceritakan penderitaannya. Selama jadi tahanan rezim Kim Jong-un, dia mengaku diancam dicap sebagai penjahat perang dan dipaksa tidur dengan berlutut atau pun berdiri.
Pria bernama Kenneth Bae ditahan selama 735 hari oleh rezim Pyongyang setelah dituduh merencanakan penggulingan pemimpin Korut Kim Jong-un pada tahun 2012.
Pria berusia 49 tahun asal Washington tersebut sejatinya bekerja dengan agen perjalanan yang membantu para wisatawan Kristen mengunjungi Korea Utara.
Dia dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa. Selama ditahan di kamp kerja paksa, Bae kerap ditampilkan media Pyongyang mengenakan jumpsuit biru muda dan diapit oleh tentara Korea Utara.
”Mereka mengancam saya sampai utusan Amerika datang,” katanya kepada Unification Media Group yang berbasis di Korea Selatan. Menurutnya, dia ditangkap setelah warga Korea Utara menemukannya sedang berdoa.
Bae dituduh merencanakan untuk ”menghancurkan rezim” Kim Jong-un setelah doanya berisi ungkapan-ungkapan yang berharap Korea Utara bisa lolos dari kemiskinan.
Dia dipenjara, diinterogasi, dan dibiarkan kelaparan. Dia juga harus kerja paksa sepuluh jam sehari selama enam hari dalam seminggu di sebuah kamp penjara.
“Ini termasuk bertani, membawa batu, memecahkan cinder blocks, dan menggali parit,” ujarnya.
Bae mengungkapkan bahwa Pyongyang mengancam akan melabelinya dengan sebutan “penjahat perang”. Dia juga mengaku bahwa aparat Kim Jong-un memaksanya tidur dengan berlutut atau pun berdiri tegak.
“Hal yang paling sulit untuk bertahan adalah tekanan mental yang disebabkan oleh fakta bahwa saya tidak tahu kapan atau apakah saya akan dilepaskan untuk melihat keluarga saya. Saya menghabiskan masa-masa sulit dalam kesepian,” katanya, seperti dikutip Daily Star, Senin (13/11/2017).
”Saya mengalaminya pada suatu hari dengan membaca surat dari rumah dan melihat foto keluarga saya,” imbuh dia.
Mantan tahanan tersebut yakin Korut menggunakannya sebagai alat tawar-menawar untuk menekan pemerintah AS. Dia ditangkap tepat setelah uji coba nuklir keempat Korut.
“Inspektur Korea Utara yang menangani kasus saya datang menemui saya setiap hari Sabtu untuk tahun terakhir penahanan saya,” paparnya.
”Dia secara psikologis menekan saya dengan mengatakan hal-hal seperti, 'Anda tidak akan pulang, tidak ada yang mengingat Anda, bahkan pemerintah Amerika telah menyingkirkan Anda',” kata Bae.
Bae dibebaskan pada tahun 2014 setelah mendapat intervensi dari pemerintah AS yang kala itu dipimpin Presiden Barack Obama.
Korea Utara kerap mencurigai orang asing yang tiba di negara tersebut, di mana setiap turis asing diawasi ketat oleh aparat.
Awal tahun ini, tahanan asal AS; Otto Warmbier, kembali ke negaranya dalam kondisi koma. Warmbier jatuh koma saat menjalani hukuman kerja paksa. Dia kemudian meninggal beberapa hari setelah dirawat di rumah sakit di AS.
Pria bernama Kenneth Bae ditahan selama 735 hari oleh rezim Pyongyang setelah dituduh merencanakan penggulingan pemimpin Korut Kim Jong-un pada tahun 2012.
Pria berusia 49 tahun asal Washington tersebut sejatinya bekerja dengan agen perjalanan yang membantu para wisatawan Kristen mengunjungi Korea Utara.
Dia dijatuhi hukuman 15 tahun kerja paksa. Selama ditahan di kamp kerja paksa, Bae kerap ditampilkan media Pyongyang mengenakan jumpsuit biru muda dan diapit oleh tentara Korea Utara.
”Mereka mengancam saya sampai utusan Amerika datang,” katanya kepada Unification Media Group yang berbasis di Korea Selatan. Menurutnya, dia ditangkap setelah warga Korea Utara menemukannya sedang berdoa.
Bae dituduh merencanakan untuk ”menghancurkan rezim” Kim Jong-un setelah doanya berisi ungkapan-ungkapan yang berharap Korea Utara bisa lolos dari kemiskinan.
Dia dipenjara, diinterogasi, dan dibiarkan kelaparan. Dia juga harus kerja paksa sepuluh jam sehari selama enam hari dalam seminggu di sebuah kamp penjara.
“Ini termasuk bertani, membawa batu, memecahkan cinder blocks, dan menggali parit,” ujarnya.
Bae mengungkapkan bahwa Pyongyang mengancam akan melabelinya dengan sebutan “penjahat perang”. Dia juga mengaku bahwa aparat Kim Jong-un memaksanya tidur dengan berlutut atau pun berdiri tegak.
“Hal yang paling sulit untuk bertahan adalah tekanan mental yang disebabkan oleh fakta bahwa saya tidak tahu kapan atau apakah saya akan dilepaskan untuk melihat keluarga saya. Saya menghabiskan masa-masa sulit dalam kesepian,” katanya, seperti dikutip Daily Star, Senin (13/11/2017).
”Saya mengalaminya pada suatu hari dengan membaca surat dari rumah dan melihat foto keluarga saya,” imbuh dia.
Mantan tahanan tersebut yakin Korut menggunakannya sebagai alat tawar-menawar untuk menekan pemerintah AS. Dia ditangkap tepat setelah uji coba nuklir keempat Korut.
“Inspektur Korea Utara yang menangani kasus saya datang menemui saya setiap hari Sabtu untuk tahun terakhir penahanan saya,” paparnya.
”Dia secara psikologis menekan saya dengan mengatakan hal-hal seperti, 'Anda tidak akan pulang, tidak ada yang mengingat Anda, bahkan pemerintah Amerika telah menyingkirkan Anda',” kata Bae.
Bae dibebaskan pada tahun 2014 setelah mendapat intervensi dari pemerintah AS yang kala itu dipimpin Presiden Barack Obama.
Korea Utara kerap mencurigai orang asing yang tiba di negara tersebut, di mana setiap turis asing diawasi ketat oleh aparat.
Awal tahun ini, tahanan asal AS; Otto Warmbier, kembali ke negaranya dalam kondisi koma. Warmbier jatuh koma saat menjalani hukuman kerja paksa. Dia kemudian meninggal beberapa hari setelah dirawat di rumah sakit di AS.
(mas)