Country Visit UNCAC, Tekad Perang Indonesia Lawan Korupsi

Senin, 09 Oktober 2017 - 13:06 WIB
Country Visit UNCAC,...
Country Visit UNCAC, Tekad Perang Indonesia Lawan Korupsi
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama dengan Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemlu) menggelar country visit terkait review implementasi United Nation Convention againts Coruption (UNCAC). UNCAC adalah sebuah perjanjian internasional melawan korupsi, di mana Indonesia meratifikasi perjanjian ini pada 2003 lalu.

Menurut Komisioner KPK Saut Situmorang, country visit UNCAC ini merupakan putaran kedua bagi Indonesia. Kali ini yang jadi pembahasan adalah bab 2 dan 5 dari kesepakatan itu, yakni mengenai pengembalian aset, dan pencegahan korupsi. UNCAC sendiri terdiri dari 8 bab.

Review ini bisa membahas apa yang dititipkan oleh UNCAC, supaya kita bisa mencegah korupsi, memperbaiki sistem dalam perencanaan keuangan, dan lain-lain, dan tidak merepotkan peradilan supaya kita tidak menjadi sorotan. Terbukanya partisipasi publik, dan bab 5 bagaimana pemulihan aset hasil korupsi,” katanya, Senin (9/10/2017).

Direktur Jenderal Multilateral Kemlu Febrian A Ruddyard menambahkan, review ini memiliki dua fungsi. Pertama, sebagai kontrol UNCAC. Kedua, untuk memperbaiki sistem yang ada di dalam negeri.

”Yang kedua lebih kepada kepentingan kita, seperti medical check up. Karena, kegiatan melawan korupsi ini ibarat lari jarak jauh, bukan hanya mengandalkan fisik, tapi juga stamina dan mekanisme,” ujarnya.

Pihak yang melakukan review adalah dua negara anggota UNCAC yang ditunjuk oleh Indonesia. Kali ini. Kedua negara yang ditunjuk untuk me-review Indonesia adalah Ghana dan Yaman.

Perwakilan Ghana untuk UNCAC, Charles Ayamdu mengatakan mereka datang ke Jakarta bukan untuk mengadili, melainkan untuk melakukan diskusi demi perbaikan upaya dalam melawan korupsi. Menurutnya, dalam pembahasan dia dapat membagi pengalaman dan memberikan rekomendasi regulasi dan upaya hukum dalam melawan korupsi.

Proses review UNCAC akan berlangsung selama tiga hari ke depan. Dalam review sebelumnya, yang dilakukan Inggris dan Uzbeksitan pada tahun 2010 hingga 2015 lalu terdapat 33 rekomendasi untuk Indonesia, di mana 25 rekomendasi terkait perundang-undangan. Namun, sayangnya hanya delapan yang bisa diratifikasi.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7509 seconds (0.1#10.140)