Uji Coba Rudal Korea Utara Memecah Kekuatan Dunia
A
A
A
LONDON - Uji coba rudal terbaru oleh Korea Utara (Korut) telah membagi kekuatan dunia yang bersatu di balik sanksi baru PBB beberapa hari yang lalu. Uji coba rudal Korut terbaru ini berhasil mencapai titik terjauh.
Korut kembali menembakkan rudal yang melewati wilayah Jepang. Rudal tersebut diyakini mempunyai kemampuan untuk mencapai wilayah AS di Guam. Militer Korea Selatan (Korsel) mengatakan rudal tersebut mencapai ketinggian sekitar 770km, terbang sejauh 3.700km melewati pulau Hokkaido utara Jepang sebelum mendarat di laut.
Rudal itu diluncurkan dari distrik Sunan di ibukota Pyongyang tepat sebelum pukul 07:00 waktu setempat. Sunan adalah rumah bagi Bandara Internasional Pyongyang.
Seperti tes terakhir pada tanggal 29 Agustus, rudal tersebut terbang di atas pulau Hokkaido utara Jepang sebelum menceburkan diri di Samudra Pasifik. Tidak ada laporan kerusakan pesawat terbang atau kapal.
"Ini adalah rudal balistik terjauh yang pernah dilakukan Korea Utara," kata Joseph Dempsey dari Institut Internasional untuk Studi Strategis dalam sebuah tweet seperti dikutip dari BBC, Jumat (15/9/2017).
Sekutu utama Korsel dalam beberapa menit menanggapi aksi Korut itu dengan menembaki dua rudal balistik ke laut dalam sebuah simulasi serangan terhadap negara tetangganya itu.
Menanggapi hal itu, Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa beban untuk menanggapi aksi Korut jatuh kepada China dan Rusia. China adalah sekutu utama Pyongyang dan Rusia memiliki hubungan dengan rezim di Pyongyang.
Namun China mengatakan AS mengabaikan tanggung jawabnya sendiri, sementara Rusia mengecam retorika "agresif" AS.
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson memastikan Washington sekarang tengah mempertimbangkan Beijing dan Moskow untuk bertindak melawan Pyongyang.
"Mereka harus menunjukkan intoleransi mereka terhadap peluncuran rudal sembarangan ini dengan melakukan tindakan langsung mereka sendiri," katanya.
Ia mengatakan bahwa China memasok Korut dengan sebagian besar minyaknya, sementara Rusia adalah perusahaan yang mempekerjakan warga Korut terbesar.
Juru bicara kementerian luar negeri China, Hua Chunying, membalas pernyataan Tillerson dengan mengatakan bahwa negaranya bukanlah titik fokus konflik.
"Berbagai pihak yang terlibat secara langsung harus bertanggung jawab," katanya kepada wartawan, dalam pernyataan yang jelas ditujukan untuk AS dan Korsel.
"Setiap usaha untuk mencuci tangan dari masalah ini tidak bertanggung jawab dan tidak membantu penyelesaian masalah ini," imbuhnya.
Dia menambahkan bahwa sanksi bukan cara untuk memecahkan masalah dan meminta solusi damai melalui sarana diplomatik formal.
Sementara itu berbicara di sebuah stasiun radio Rusia, juru bicara kementerian luar negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan: "Kami tidak hanya menunjukkan intoleransi terhadap peluncuran ilegal tapi juga kesediaan kami untuk menyelesaikan situasi di Semenanjung Korea."
"Sayangnya, retorika yang agresif adalah satu-satunya yang datang dari Washington," tambahnya.
Korut kembali menembakkan rudal yang melewati wilayah Jepang. Rudal tersebut diyakini mempunyai kemampuan untuk mencapai wilayah AS di Guam. Militer Korea Selatan (Korsel) mengatakan rudal tersebut mencapai ketinggian sekitar 770km, terbang sejauh 3.700km melewati pulau Hokkaido utara Jepang sebelum mendarat di laut.
Rudal itu diluncurkan dari distrik Sunan di ibukota Pyongyang tepat sebelum pukul 07:00 waktu setempat. Sunan adalah rumah bagi Bandara Internasional Pyongyang.
Seperti tes terakhir pada tanggal 29 Agustus, rudal tersebut terbang di atas pulau Hokkaido utara Jepang sebelum menceburkan diri di Samudra Pasifik. Tidak ada laporan kerusakan pesawat terbang atau kapal.
"Ini adalah rudal balistik terjauh yang pernah dilakukan Korea Utara," kata Joseph Dempsey dari Institut Internasional untuk Studi Strategis dalam sebuah tweet seperti dikutip dari BBC, Jumat (15/9/2017).
Sekutu utama Korsel dalam beberapa menit menanggapi aksi Korut itu dengan menembaki dua rudal balistik ke laut dalam sebuah simulasi serangan terhadap negara tetangganya itu.
Menanggapi hal itu, Amerika Serikat (AS) mengatakan bahwa beban untuk menanggapi aksi Korut jatuh kepada China dan Rusia. China adalah sekutu utama Pyongyang dan Rusia memiliki hubungan dengan rezim di Pyongyang.
Namun China mengatakan AS mengabaikan tanggung jawabnya sendiri, sementara Rusia mengecam retorika "agresif" AS.
Menteri Luar Negeri AS Rex Tillerson memastikan Washington sekarang tengah mempertimbangkan Beijing dan Moskow untuk bertindak melawan Pyongyang.
"Mereka harus menunjukkan intoleransi mereka terhadap peluncuran rudal sembarangan ini dengan melakukan tindakan langsung mereka sendiri," katanya.
Ia mengatakan bahwa China memasok Korut dengan sebagian besar minyaknya, sementara Rusia adalah perusahaan yang mempekerjakan warga Korut terbesar.
Juru bicara kementerian luar negeri China, Hua Chunying, membalas pernyataan Tillerson dengan mengatakan bahwa negaranya bukanlah titik fokus konflik.
"Berbagai pihak yang terlibat secara langsung harus bertanggung jawab," katanya kepada wartawan, dalam pernyataan yang jelas ditujukan untuk AS dan Korsel.
"Setiap usaha untuk mencuci tangan dari masalah ini tidak bertanggung jawab dan tidak membantu penyelesaian masalah ini," imbuhnya.
Dia menambahkan bahwa sanksi bukan cara untuk memecahkan masalah dan meminta solusi damai melalui sarana diplomatik formal.
Sementara itu berbicara di sebuah stasiun radio Rusia, juru bicara kementerian luar negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan: "Kami tidak hanya menunjukkan intoleransi terhadap peluncuran ilegal tapi juga kesediaan kami untuk menyelesaikan situasi di Semenanjung Korea."
"Sayangnya, retorika yang agresif adalah satu-satunya yang datang dari Washington," tambahnya.
(ian)