Pertama Kali Israel Cabut Kewarganegaraan Keturunan Arab
A
A
A
TEL AVIV - Israel untuk pertama kalinya dalam sejarah mencaut kewarganegaraan warga Arab-Israel. Langkah tersebut sebagai respons atas atas serangan mobil dan penusukan yang menyebabkan empat orang terluka dua tahun lalu.
Kelompok hak asasi manusia dengan cepat mengkritik langkah pemerintah Israel itu sebagai preseden yang berbahaya.
Alaa Raed Ahmad Zayoud, warga Israel keturunan Arab, dicabut status kewarganegaraannya pada hari Minggu oleh Pengadilan Tinggi Haifa. Pria tersebut dinyatakan bersalah atas empat tuduhan percobaan pembunuhan dan dijatuhi hukuman 25 tahun penjara pada Juni tahun lalu.
Pada bulan Oktober 2015, Zayoud melakukan serangan dengan mobil dan menikam menikam tiga warga sipil di dekat Gan Shmuel Kibbutz.
”Untuk setiap warga negara, di samping haknya, ada komitmen,” kata Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Haifa, Avraham Elyakim, dalam sebuah keputusan pengadilan.
“Salah satunya adalah komitmen penting untuk menjaga kesetiaan kepada negara, yang juga berekspresi dalam komitmen untuk tidak melakukan tindakan teror untuk menyakiti warganya dan keamanan mereka,” lanjut Elyakim.
Hakim pengadilan menyatakan, hukuman pencabutan status kewarganegaraan itu "sesuai dan proporsional" mengingat kejahatan yang dilakukan oleh Zayoud. Hukuman itu diklaim akan mencegah serangan potensial di masa depan terhadap orang-orang Israel.
”Kami tidak dapat mengizinkan warga Israel untuk mempengaruhi kehidupan dan martabat warga Israel lainnya, dan siapa pun yang memutuskan untuk melakukannya dalam tindakan teror akan menyingkirkan dirinya dari masyarakat umum negara ini,” imbuh Elyakim, seperti dikutip dari Times of Israel, Senin (7/8/2017).
Keputusan untuk mencabut kewarganegaraan Zayoud ini atas permintaan dari Menteri Dalam Negeri Aryeh Deri.
Sementara itu, Direktur Human Rights Watch (HRW) Israel dan Palestina, Omar Shakir, melalui Twitter mengkritik keras langkah pemerintah Israel terhadap warga keturunan Arab itu.
”Pengadilan Israel hari ini mencabut kewarganegaraan untuk pertama kalinya; warga asal Palestina Alaa Zayoud tanpa kewarganegaraan, sebuah pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional,” tulis Shakir.
Menurut Shakir langkah Israel ini sebagai preseden berbahaya, karena sebuah pusat peradilan hukum semestinya melindungi hak-hak dari orang-orang asal Palestina.
“Zayoud akan menjadi (orang) tanpa kewarganegaraan karena tidak ada menteri dalam negeri maupun jaksa agung yang memberikan status kewarganegaraan alternatif baginya, ini bertentangan dengan persyaratan hukum hak asasi manusia internasional,” imbuh Shakir.
Tim hukum Zayoud menyebut keputusan pengadilan Israel dimotivasi kebijakan rasial.
”Bukan suatu kebetulan bahwa individu yang bersangkutan adalah warga negara Arab. Tidak pernah ada permintaan untuk mencabut kewarganegaraan seorang warga Yahudi, bahkan ketika warga Yahudi terlibat dalam kejahatan serius dan serius,” kata pengacara Zayoud, Sawsan Zaher dan Oded Feller.
Kelompok hak asasi manusia dengan cepat mengkritik langkah pemerintah Israel itu sebagai preseden yang berbahaya.
Alaa Raed Ahmad Zayoud, warga Israel keturunan Arab, dicabut status kewarganegaraannya pada hari Minggu oleh Pengadilan Tinggi Haifa. Pria tersebut dinyatakan bersalah atas empat tuduhan percobaan pembunuhan dan dijatuhi hukuman 25 tahun penjara pada Juni tahun lalu.
Pada bulan Oktober 2015, Zayoud melakukan serangan dengan mobil dan menikam menikam tiga warga sipil di dekat Gan Shmuel Kibbutz.
”Untuk setiap warga negara, di samping haknya, ada komitmen,” kata Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Haifa, Avraham Elyakim, dalam sebuah keputusan pengadilan.
“Salah satunya adalah komitmen penting untuk menjaga kesetiaan kepada negara, yang juga berekspresi dalam komitmen untuk tidak melakukan tindakan teror untuk menyakiti warganya dan keamanan mereka,” lanjut Elyakim.
Hakim pengadilan menyatakan, hukuman pencabutan status kewarganegaraan itu "sesuai dan proporsional" mengingat kejahatan yang dilakukan oleh Zayoud. Hukuman itu diklaim akan mencegah serangan potensial di masa depan terhadap orang-orang Israel.
”Kami tidak dapat mengizinkan warga Israel untuk mempengaruhi kehidupan dan martabat warga Israel lainnya, dan siapa pun yang memutuskan untuk melakukannya dalam tindakan teror akan menyingkirkan dirinya dari masyarakat umum negara ini,” imbuh Elyakim, seperti dikutip dari Times of Israel, Senin (7/8/2017).
Keputusan untuk mencabut kewarganegaraan Zayoud ini atas permintaan dari Menteri Dalam Negeri Aryeh Deri.
Sementara itu, Direktur Human Rights Watch (HRW) Israel dan Palestina, Omar Shakir, melalui Twitter mengkritik keras langkah pemerintah Israel terhadap warga keturunan Arab itu.
”Pengadilan Israel hari ini mencabut kewarganegaraan untuk pertama kalinya; warga asal Palestina Alaa Zayoud tanpa kewarganegaraan, sebuah pelanggaran hukum hak asasi manusia internasional,” tulis Shakir.
Menurut Shakir langkah Israel ini sebagai preseden berbahaya, karena sebuah pusat peradilan hukum semestinya melindungi hak-hak dari orang-orang asal Palestina.
“Zayoud akan menjadi (orang) tanpa kewarganegaraan karena tidak ada menteri dalam negeri maupun jaksa agung yang memberikan status kewarganegaraan alternatif baginya, ini bertentangan dengan persyaratan hukum hak asasi manusia internasional,” imbuh Shakir.
Tim hukum Zayoud menyebut keputusan pengadilan Israel dimotivasi kebijakan rasial.
”Bukan suatu kebetulan bahwa individu yang bersangkutan adalah warga negara Arab. Tidak pernah ada permintaan untuk mencabut kewarganegaraan seorang warga Yahudi, bahkan ketika warga Yahudi terlibat dalam kejahatan serius dan serius,” kata pengacara Zayoud, Sawsan Zaher dan Oded Feller.
(mas)