Indonesia Berhasil Mendorong Pengesahan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir
A
A
A
JENEWA - Konferensi PBB bagi Perundingan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir yang berlangsung di Markas Besar PBB di New York akhirnya berhasil mengesahkan “Treaty on the Prohibition of Nuclear Weapons” (Traktat Pelarangan Senjata Nuklir). Pengesahan itu dilakukan pada Jumat (7/7/2017).
Keberhasilan Konferensi PBB dalam pengesahan Traktat ini tidak lepas dari peran aktif Indonesia dimana Duta Besar Hasan Kleib, Wakil Tetap RI pada PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya di Jenewa, Swiss, menjabat sebagai Wakil Presiden Konferensi tersebut. Sebagai Wakil Presiden Konferensi, Duta Besar Hasan Kleib telah memainkan peran yang krusial termasuk menjadi fasilitator dalam menjembatani berbagai polaritas posisi negara-negara peserta selama jalannya konferensi atas berbagai pasal kunci dalam Traktat.
“Pengesahan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir merupakan tonggak sejarah dalam upaya penghapusan senjata nuklir, dan salah satu prasyarat kunci demi tercapainya dunia yang lebih aman dan damai, bebas dari malapetaka senjata nuklir” demikian tegas Duta Besar Hasan Kleib pada sesi adopsi Traktat di New York dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (8/7/2017).
“Satu-satunya jaminan tidak terjadinya kehancuran dunia akibat penggunaan senjata nuklir adalah penghapusan secara total dan menyeluruh senjata nuklir tersebut dari muka bumi (a world free of nuclear weapons)," imbuhnya.
Meskipun negara-negara pemilik senjata nuklir (nuclear-weapons states) sejak awal tidak berpartisipasi dan menentang perundingan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir tersebut, namun negara-negara non-nuklir (non-nuclear weapons states) tetap berkeyakinan bahwa disahkannya Traktat tersebut akan menjadi tekanan moral dan pesan politis kuat agar negara-negara pemilik senjata nuklir segera melaksanakan komitmennya sesuai Non-Proliferation Treaty (NPT) untuk mengurangi kepemilikan senjata nuklir mereka menuju penghapusannya secara total.
NPT mewajibkan negara-negara pihak untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tertuang dimana negara-negara nuklir berkewajiban untuk mengurangi kepemilikan senjata nuklir dari gudang senjata mereka menuju penghapusannya secara total. Sementara negara-negara non-nuklir berkomitmen untuk tidak akan memiliki dan mengembangkan senjata nuklir, dan kedua pihak bersama-sama mencegah adanya proliferasi kepemilikan senjata nuklir.
Traktat Pelarangan Senjata Nuklir akan mulai dibuka untuk ditandatangani di New York pada tanggal 20 September 2017, dan akan mulai berlaku 90 hari setelah diratifikasi oleh 50 negara anggota PBB.
Konferensi PBB tersebut yang merupakan implementasi dari resolusi Majelis Umum PBB nomor 71/258 yang disahkan pada bulan Desember 2017, dilaksanakan dalam dua putaran di New York, dimana putaran pertama telah diadakan pada bulan Maret 2017. Konferensi tersebut selain dihadiri oleh negara-negara anggota PBB, juga berbagai organisasi masyarakat madani yang aktif dalam kampanye penghapusan senjata nuklir.
Keberhasilan Konferensi PBB dalam pengesahan Traktat ini tidak lepas dari peran aktif Indonesia dimana Duta Besar Hasan Kleib, Wakil Tetap RI pada PBB, WTO dan Organisasi Internasional Lainnya di Jenewa, Swiss, menjabat sebagai Wakil Presiden Konferensi tersebut. Sebagai Wakil Presiden Konferensi, Duta Besar Hasan Kleib telah memainkan peran yang krusial termasuk menjadi fasilitator dalam menjembatani berbagai polaritas posisi negara-negara peserta selama jalannya konferensi atas berbagai pasal kunci dalam Traktat.
“Pengesahan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir merupakan tonggak sejarah dalam upaya penghapusan senjata nuklir, dan salah satu prasyarat kunci demi tercapainya dunia yang lebih aman dan damai, bebas dari malapetaka senjata nuklir” demikian tegas Duta Besar Hasan Kleib pada sesi adopsi Traktat di New York dalam rilis yang diterima Sindonews, Sabtu (8/7/2017).
“Satu-satunya jaminan tidak terjadinya kehancuran dunia akibat penggunaan senjata nuklir adalah penghapusan secara total dan menyeluruh senjata nuklir tersebut dari muka bumi (a world free of nuclear weapons)," imbuhnya.
Meskipun negara-negara pemilik senjata nuklir (nuclear-weapons states) sejak awal tidak berpartisipasi dan menentang perundingan Traktat Pelarangan Senjata Nuklir tersebut, namun negara-negara non-nuklir (non-nuclear weapons states) tetap berkeyakinan bahwa disahkannya Traktat tersebut akan menjadi tekanan moral dan pesan politis kuat agar negara-negara pemilik senjata nuklir segera melaksanakan komitmennya sesuai Non-Proliferation Treaty (NPT) untuk mengurangi kepemilikan senjata nuklir mereka menuju penghapusannya secara total.
NPT mewajibkan negara-negara pihak untuk melaksanakan ketentuan-ketentuan yang tertuang dimana negara-negara nuklir berkewajiban untuk mengurangi kepemilikan senjata nuklir dari gudang senjata mereka menuju penghapusannya secara total. Sementara negara-negara non-nuklir berkomitmen untuk tidak akan memiliki dan mengembangkan senjata nuklir, dan kedua pihak bersama-sama mencegah adanya proliferasi kepemilikan senjata nuklir.
Traktat Pelarangan Senjata Nuklir akan mulai dibuka untuk ditandatangani di New York pada tanggal 20 September 2017, dan akan mulai berlaku 90 hari setelah diratifikasi oleh 50 negara anggota PBB.
Konferensi PBB tersebut yang merupakan implementasi dari resolusi Majelis Umum PBB nomor 71/258 yang disahkan pada bulan Desember 2017, dilaksanakan dalam dua putaran di New York, dimana putaran pertama telah diadakan pada bulan Maret 2017. Konferensi tersebut selain dihadiri oleh negara-negara anggota PBB, juga berbagai organisasi masyarakat madani yang aktif dalam kampanye penghapusan senjata nuklir.
(ian)