Pengadilan Inggris Putuskan Tony Blair Bisa Diadili
A
A
A
LONDON - Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, harus menghadapi tuntutan karena perannya dalam intervensi Inggris dalam invasi Irak tahun 2003. Demikian putusan pengadilan tinggi Inggris.
Hakim paling senior di Inggris dan Wales, Lord Chief Justice Lord Thomas of Cwmgiedd, telah mengizinkan kasus yang berusaha membatalkan perintah yang melarang penuntutan terhadap Blair. Perintah tersebut dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Westminster pada bulan November tahun lalu karena mendengar adanya permintaan untuk menuntut secara pribadi mantan PM tersebut.
Mengacu pada temuan penyelidikan Chilcot bahwa Perang Irak tidak diperlukan, Michael Mansfield QC memperdebatkan penuntutan pribadi terhadap Blair, bersamaan dengan Jaksa Agung Lord Goldsmith dan mantan Menteri Luar Negeri Jack Straw, sekarang dibutuhkan.
"Seperti yang dilaporkan dalam laporan Chilcot , keterlibatan Inggris di Irak didasarkan pada dalih palsu bahwa mantan presiden Irak Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal (WMD). Perintah yang menyatakan kekebalan Blair terhadap tuduhan apapun harus dibatalkan," katanya seperti dikutip dari Russia Today, Rabu (5/7/2017).
"Saddam Hussein tidak menimbulkan ancaman ke Inggris, laporan intelijen tentang senjata pemusnah massal (Irak) dipresentasikan dengan kepastian yang tidak beralasan, bahwa perang tersebut tidak perlu dan Inggris merongrong wewenang Dewan Keamanan PBB," kata Mansfield, meringkas kesimpulan Sir John Chilcot.
"Tidak ada yang lebih tegas dari temuan ini. Itu adalah perang yang melanggar hukum," tegasnya lagi.
Mansfield membawa kasus tersebut atas nama Jenderal Angkatan Darat Irak Abdul-Wahid Shannan ar-Ribat.
Jaksa Agung Jeremy Wright telah memperingatkan bahwa pengadilan tersendiri terhadap Blair dapat melibatkan rincian yang diungkapkan berdasarkan Undang-Undang Rahasia Resmi. Ia pun menegaskan bahwa Blair tidak dapat diadili karena "agresi". Pasalnya, tuduhan tersebut hanya ada dalam hukum internasional, bukan hukum Inggris.
Mansfield, bagaimanapun, berpendapat bahwa pelanggaran "agresi" secara efektif berasimilasi ke dalam hukum Inggris ketika jaksa Inggris menerima penggunaannya dalam pengadilan Nuremberg pada akhir Perang Dunia II.
Pengadilan Tinggi telah memutuskan untuk mengizinkan satu minggu lebih sebelum membuat keputusan mengenai kasus tersebut untuk memungkinkan pengacara Ribat mengajukan pengajuan tambahan.
Jika memutuskan untuk tidak menolak banding, kasus tersebut akan dikirim ke Mahkamah Agung.
Pada bulan Agustus, keluarga tentara Inggris yang tewas dalam Perang Irak mengumpulkan dana sebesar USD194 ribu untuk membawa kasus penuntutan terhadap Blair. Dana tersebut dimasukkan ke dalam analisis forensik atas laporan Chilcot yang berusaha menemukan apakah sebuah kasus dapat diajukan terhadap Blair dan pejabat senior lainnya yang mungkin telah bertindak secara tidak sah atau melebihi kekuasaan mereka.
Perang Irak menyebabkan kematian 176 tentara Inggris dan wanita, dan diperkirakan menelan biaya ekonomi Inggris sebesar 9,6 miliar Pounds. Hal ini secara luas dianggap telah menyebabkan konflik sektarian berdarah yang membawa bangkitnya Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS).
Hakim paling senior di Inggris dan Wales, Lord Chief Justice Lord Thomas of Cwmgiedd, telah mengizinkan kasus yang berusaha membatalkan perintah yang melarang penuntutan terhadap Blair. Perintah tersebut dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi Westminster pada bulan November tahun lalu karena mendengar adanya permintaan untuk menuntut secara pribadi mantan PM tersebut.
Mengacu pada temuan penyelidikan Chilcot bahwa Perang Irak tidak diperlukan, Michael Mansfield QC memperdebatkan penuntutan pribadi terhadap Blair, bersamaan dengan Jaksa Agung Lord Goldsmith dan mantan Menteri Luar Negeri Jack Straw, sekarang dibutuhkan.
"Seperti yang dilaporkan dalam laporan Chilcot , keterlibatan Inggris di Irak didasarkan pada dalih palsu bahwa mantan presiden Irak Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal (WMD). Perintah yang menyatakan kekebalan Blair terhadap tuduhan apapun harus dibatalkan," katanya seperti dikutip dari Russia Today, Rabu (5/7/2017).
"Saddam Hussein tidak menimbulkan ancaman ke Inggris, laporan intelijen tentang senjata pemusnah massal (Irak) dipresentasikan dengan kepastian yang tidak beralasan, bahwa perang tersebut tidak perlu dan Inggris merongrong wewenang Dewan Keamanan PBB," kata Mansfield, meringkas kesimpulan Sir John Chilcot.
"Tidak ada yang lebih tegas dari temuan ini. Itu adalah perang yang melanggar hukum," tegasnya lagi.
Mansfield membawa kasus tersebut atas nama Jenderal Angkatan Darat Irak Abdul-Wahid Shannan ar-Ribat.
Jaksa Agung Jeremy Wright telah memperingatkan bahwa pengadilan tersendiri terhadap Blair dapat melibatkan rincian yang diungkapkan berdasarkan Undang-Undang Rahasia Resmi. Ia pun menegaskan bahwa Blair tidak dapat diadili karena "agresi". Pasalnya, tuduhan tersebut hanya ada dalam hukum internasional, bukan hukum Inggris.
Mansfield, bagaimanapun, berpendapat bahwa pelanggaran "agresi" secara efektif berasimilasi ke dalam hukum Inggris ketika jaksa Inggris menerima penggunaannya dalam pengadilan Nuremberg pada akhir Perang Dunia II.
Pengadilan Tinggi telah memutuskan untuk mengizinkan satu minggu lebih sebelum membuat keputusan mengenai kasus tersebut untuk memungkinkan pengacara Ribat mengajukan pengajuan tambahan.
Jika memutuskan untuk tidak menolak banding, kasus tersebut akan dikirim ke Mahkamah Agung.
Pada bulan Agustus, keluarga tentara Inggris yang tewas dalam Perang Irak mengumpulkan dana sebesar USD194 ribu untuk membawa kasus penuntutan terhadap Blair. Dana tersebut dimasukkan ke dalam analisis forensik atas laporan Chilcot yang berusaha menemukan apakah sebuah kasus dapat diajukan terhadap Blair dan pejabat senior lainnya yang mungkin telah bertindak secara tidak sah atau melebihi kekuasaan mereka.
Perang Irak menyebabkan kematian 176 tentara Inggris dan wanita, dan diperkirakan menelan biaya ekonomi Inggris sebesar 9,6 miliar Pounds. Hal ini secara luas dianggap telah menyebabkan konflik sektarian berdarah yang membawa bangkitnya Negara Islam (IS, sebelumnya ISIS).
(ian)