'Hand Angels', Pramusyahwat untuk Penyandang Disabilitas
A
A
A
TAIPEI - Sebuah LSM Taiwan bernama “Hand Angels” menyediakan layanan seksual untuk kliennya para penyandang cacat atau dikenal sebagai penyandang disabilitas. Namun, para relawan “pramusyahwat” di kelompok itu menolak disebut menjalankan prostitusi.
“Hand Angels" didirikan oleh Vincent, seorang pria setengah baya yang juga penyandang disabilitas. Vincent terpapar polio saat masih bayi.
Vincent yang masih menggunakan tangannya secara normal menyadari bahwa para penyandang disabilitas tidak memiliki cara untuk memuaskan kebutuhan fisik dan emosional. Kesadaran itu yang menginspirasinya untuk membentuk kelompok relawan yang memberikan layanan seksual kepada para penyandang cacat.
Dalam wawancaranya dengan BBC, Vincent mengatakan sesi layanan “pramusyahwat” para relawan berlangsung hanya 90 menit atau lebih. ”Dari menyentuh orang tersebut untuk membantu mereka mencapai orgasme,” kata Vincent.
Pembentukan LSM kecil itu, kata dia, berlangsung bertahap. Dimulai dari enam bulan perencanaan, kemudian pertemuan dan pertemuan lagi.
Salah satu relawan “Hand Angels”, Daan, menceritaka pengalamannya saat masuk ke sebuah sesi. ”Seolah-olah pergi untuk kencan satu malam berdiri dengan seorang gadis yang saya temui secara online,” katanya.
Daan mengatakan bahwa kliennya, seorang wanita bernama Mei Nu, sangat gugup karena belum pernah dalam kondisi tanpa busana di depan orang sebelumnya kecuali dengan perawatnya. ”Dalam proses, saya sebenarnya cukup puas dan saya merasa seperti apa yang tidak dapatkan sebelumnya, saya merasa bahagia,” kata Mei Nu.
LSM itu mengaku menerima banyak tuduhan sebagai kelompok prostitusi. Namun, “Hand Angels” percaya bahwa mereka menyediakan layanan yang diperlukan untuk segmen populasi yang telah sepenuhnya dikelompokkan, yang memiliki kebutuhan dan keinginan yang sama seperti orang lain pada umumnya.
”Yayasan lain, sebagian besar waktu didirikan oleh kelompok agama atau orang tua dan mereka akan berpikir bagaimana membantu mereka mendapatkan pekerjaan atau hidup dengan diri mereka sendiri, tapi mereka tidak menganggap hak seks mereka, dan itulah yang kami lakukan,” kata seorang relawan perempuan, seperti dikutip dari shanghaiist, Rabu (3/5/2017).
“Hand Angels" didirikan oleh Vincent, seorang pria setengah baya yang juga penyandang disabilitas. Vincent terpapar polio saat masih bayi.
Vincent yang masih menggunakan tangannya secara normal menyadari bahwa para penyandang disabilitas tidak memiliki cara untuk memuaskan kebutuhan fisik dan emosional. Kesadaran itu yang menginspirasinya untuk membentuk kelompok relawan yang memberikan layanan seksual kepada para penyandang cacat.
Dalam wawancaranya dengan BBC, Vincent mengatakan sesi layanan “pramusyahwat” para relawan berlangsung hanya 90 menit atau lebih. ”Dari menyentuh orang tersebut untuk membantu mereka mencapai orgasme,” kata Vincent.
Pembentukan LSM kecil itu, kata dia, berlangsung bertahap. Dimulai dari enam bulan perencanaan, kemudian pertemuan dan pertemuan lagi.
Salah satu relawan “Hand Angels”, Daan, menceritaka pengalamannya saat masuk ke sebuah sesi. ”Seolah-olah pergi untuk kencan satu malam berdiri dengan seorang gadis yang saya temui secara online,” katanya.
Daan mengatakan bahwa kliennya, seorang wanita bernama Mei Nu, sangat gugup karena belum pernah dalam kondisi tanpa busana di depan orang sebelumnya kecuali dengan perawatnya. ”Dalam proses, saya sebenarnya cukup puas dan saya merasa seperti apa yang tidak dapatkan sebelumnya, saya merasa bahagia,” kata Mei Nu.
LSM itu mengaku menerima banyak tuduhan sebagai kelompok prostitusi. Namun, “Hand Angels” percaya bahwa mereka menyediakan layanan yang diperlukan untuk segmen populasi yang telah sepenuhnya dikelompokkan, yang memiliki kebutuhan dan keinginan yang sama seperti orang lain pada umumnya.
”Yayasan lain, sebagian besar waktu didirikan oleh kelompok agama atau orang tua dan mereka akan berpikir bagaimana membantu mereka mendapatkan pekerjaan atau hidup dengan diri mereka sendiri, tapi mereka tidak menganggap hak seks mereka, dan itulah yang kami lakukan,” kata seorang relawan perempuan, seperti dikutip dari shanghaiist, Rabu (3/5/2017).
(mas)