Wapres Filipina Tolak Kebijakan Anti-Narkoba Duterte
A
A
A
MANILA - Kebijakan anti-narkoba yang diterapkan oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte terus mendapatkan penolakan. Terbaru, penolakan tersebut datang dari wakil Duterte, yakni Leni Robredo.
Dalam sebuah pesan video yang ditujukan untuk Dewan HAM PBB, Robredo menyatakan kebijakan yang diambil Duterte tidaklah tepat. Menurutnya, kekerasan tidak akan bisa menyelesaikan masalah narkoba di Filipina.
Dia menyebut, kebijakan Duterte adalah kebijakan putus asa dan kejam. Lebih dari 8.000 orang telah tewas sejak Duterte memulai perang melawan narkoba ketika dia menjabat pada 30 Juni.
"Jumlah jenzah yang disebabkan oleh pembunuhan terkait narkoba terus berkembang," kata Robredo dalam pernyataan video yang diunggah di YouTube, seperti dilansir Reuters pada Rabu (15/3).
"Kami sekarang melihat beberapa statistik sangat suram: sejak Juli tahun lalu, lebih dari 7.000 orang telah tewas dalam eksekusi jalanan. Masyarakat kami membutuhkan tidak lebih dari lingkungan yang aman," sambungnya.
Penolakan Robredo terhadap kebijakan Duterte sejatinya bukanlah hal yang mengejutkan. Keduanya berasal dari dua partai politik yang bertentangan, dengan pandangan plitik yang sangat berbeda.
Hal ini bisa terjadi karena di Filipina pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan terpisah, sehingga melihat adanya Presiden dan Wakil Presiden berasal dari partai yang bermusuhan bukanlah hal yang baru di negara tersebut.
Dalam sebuah pesan video yang ditujukan untuk Dewan HAM PBB, Robredo menyatakan kebijakan yang diambil Duterte tidaklah tepat. Menurutnya, kekerasan tidak akan bisa menyelesaikan masalah narkoba di Filipina.
Dia menyebut, kebijakan Duterte adalah kebijakan putus asa dan kejam. Lebih dari 8.000 orang telah tewas sejak Duterte memulai perang melawan narkoba ketika dia menjabat pada 30 Juni.
"Jumlah jenzah yang disebabkan oleh pembunuhan terkait narkoba terus berkembang," kata Robredo dalam pernyataan video yang diunggah di YouTube, seperti dilansir Reuters pada Rabu (15/3).
"Kami sekarang melihat beberapa statistik sangat suram: sejak Juli tahun lalu, lebih dari 7.000 orang telah tewas dalam eksekusi jalanan. Masyarakat kami membutuhkan tidak lebih dari lingkungan yang aman," sambungnya.
Penolakan Robredo terhadap kebijakan Duterte sejatinya bukanlah hal yang mengejutkan. Keduanya berasal dari dua partai politik yang bertentangan, dengan pandangan plitik yang sangat berbeda.
Hal ini bisa terjadi karena di Filipina pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan terpisah, sehingga melihat adanya Presiden dan Wakil Presiden berasal dari partai yang bermusuhan bukanlah hal yang baru di negara tersebut.
(esn)