Tak Hanya di Indonesia, Suap Roll-Royce Sudah Lintas Benua
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk Emirsyah Satar sebagai tersangka kasus suap pembelian pesawat Airbus A330 bermesin Rolls-Royce. Tak hanya diduga menyuap Emirsyah, pabrikan mobil mewah dan mesin pesawat ini terindikasi melakukan praktik suap lintas benua.
Dalam perkara Emirsyah, seperti diungkap KPK, Rolls-Royce diduga memberikan suap senilai jutaan dolar Amerika Serikat (AS).
Skandal suap perusahaan yang didirikan oleh Henry Royce dan Charles Stewart Rolls pada 15 Maret 1906 ini, seperti dilaporkan Business Insider, merupakan salah satu skandal yang terbesar dalam sejarah Inggris.
Dalam sebuah pernyataan yang dibuat untuk publik hari Selasa lalu, Rolls-Royce setuju untuk membayar 671.000.000 poundsterling (sekitar Rp11 triliun) untuk menyelesaikan perkara suap dan korupsi di Inggris, AS, dan Brasil.
Masih menurut laporan yang dilansir semalam (19/1/2017), suap Roll-Royce sudah lintas benua dan departemen.
Lembaga antikorupsi Inggris Serious Fraud Office (SFO) memperkirakan suap telah membantu Rolls-Royce memenangkan kontrak yang membuat perusahaan itu meraih laba lebih dari 250 juta poundsterling. Dalam dokumen SFO yang diterbitkan 17 Januari 2017, suap dan korupsi perusahaan ini dijalankan dengan “perencanaan yang cermat.
SFO juga mengutip pernyataan Hakim Inggris, Sir Brian Leveson, yang menyebut Roll-Royce melakukan tindakan kriminalitas mengerikan.
”Hakim Sir Brian Leveson menulis (penekanan pada kami); ‘Reaksi saya ketika pertama kali mempertimbangkan laporan ini adalah bahwa jika Rolls-Royce tidak dituntut dalam konteks kriminalitas mengerikan seperti selama puluhan tahun, yang melibatkan negara di seluruh dunia, melakukan pembayaran suap yang benar-benar luas dan konsekwensinya, (demi) keuntungan yang lebih besar, maka sulit untuk melihat setiap perusahaan akan dituntut’,” bunyi pernyataan itu.
Hakim itu juga menulis rincian berbagai kasus suap Roll-Joyce yang salah satunya dalam kasus penjualan mesin pesawat di Indonesia. Berikut rinciannya;
-Suap dilakukan sehubungan dengan penjualan mesin di Indonesia dan Thailand antara tahun 1989 dan 2006, dan sehubungan dengan penyediaan peralatan kompresi gas di Rusia antara Januari 2008 dan Desember 2009
-Penyembunyian penggunaan perantara dalam bisnis pertahanan Rolls-Royce di India antara tahun 2005 dan 2009 ketika penggunaan perantara dibatasi.
-Kesepakatan untuk melakukan pembayaran suap pada 2006/7 untuk memulihkan daftar perantara yang telah diambil oleh inspektur pajak di India untuk mencoba dan memblokir investigasi.
-Kegagalan untuk mencegah penyuapan oleh karyawan atau perantara di bisnis energi di Nigeria dan Indonesia, dengan kegagalan serupa dalam kaitannya dengan bisnis sipil di Indonesia.
-Kegagalan untuk menghentikan karyawan Rolls-Royce di China dan Malaysia dalam suap bisnis sipil.
CEO Rolls-Royce Warren East, yang bergabung sebagai direktur non-eksekutif pada tahun 2014, dalam sebuah pernyataan telah meminta maaf atas skandal suap. "Meminta maaf tanpa syarat untuk perilaku yang telah ditemukan," demikian pernyataan pihak Rolls-Royce yang dibacakan di Pengadilan Tinggi Kota London, Inggris, Selasa lalu.
Dalam perkara Emirsyah, seperti diungkap KPK, Rolls-Royce diduga memberikan suap senilai jutaan dolar Amerika Serikat (AS).
Skandal suap perusahaan yang didirikan oleh Henry Royce dan Charles Stewart Rolls pada 15 Maret 1906 ini, seperti dilaporkan Business Insider, merupakan salah satu skandal yang terbesar dalam sejarah Inggris.
Dalam sebuah pernyataan yang dibuat untuk publik hari Selasa lalu, Rolls-Royce setuju untuk membayar 671.000.000 poundsterling (sekitar Rp11 triliun) untuk menyelesaikan perkara suap dan korupsi di Inggris, AS, dan Brasil.
Masih menurut laporan yang dilansir semalam (19/1/2017), suap Roll-Royce sudah lintas benua dan departemen.
Lembaga antikorupsi Inggris Serious Fraud Office (SFO) memperkirakan suap telah membantu Rolls-Royce memenangkan kontrak yang membuat perusahaan itu meraih laba lebih dari 250 juta poundsterling. Dalam dokumen SFO yang diterbitkan 17 Januari 2017, suap dan korupsi perusahaan ini dijalankan dengan “perencanaan yang cermat.
SFO juga mengutip pernyataan Hakim Inggris, Sir Brian Leveson, yang menyebut Roll-Royce melakukan tindakan kriminalitas mengerikan.
”Hakim Sir Brian Leveson menulis (penekanan pada kami); ‘Reaksi saya ketika pertama kali mempertimbangkan laporan ini adalah bahwa jika Rolls-Royce tidak dituntut dalam konteks kriminalitas mengerikan seperti selama puluhan tahun, yang melibatkan negara di seluruh dunia, melakukan pembayaran suap yang benar-benar luas dan konsekwensinya, (demi) keuntungan yang lebih besar, maka sulit untuk melihat setiap perusahaan akan dituntut’,” bunyi pernyataan itu.
Hakim itu juga menulis rincian berbagai kasus suap Roll-Joyce yang salah satunya dalam kasus penjualan mesin pesawat di Indonesia. Berikut rinciannya;
-Suap dilakukan sehubungan dengan penjualan mesin di Indonesia dan Thailand antara tahun 1989 dan 2006, dan sehubungan dengan penyediaan peralatan kompresi gas di Rusia antara Januari 2008 dan Desember 2009
-Penyembunyian penggunaan perantara dalam bisnis pertahanan Rolls-Royce di India antara tahun 2005 dan 2009 ketika penggunaan perantara dibatasi.
-Kesepakatan untuk melakukan pembayaran suap pada 2006/7 untuk memulihkan daftar perantara yang telah diambil oleh inspektur pajak di India untuk mencoba dan memblokir investigasi.
-Kegagalan untuk mencegah penyuapan oleh karyawan atau perantara di bisnis energi di Nigeria dan Indonesia, dengan kegagalan serupa dalam kaitannya dengan bisnis sipil di Indonesia.
-Kegagalan untuk menghentikan karyawan Rolls-Royce di China dan Malaysia dalam suap bisnis sipil.
CEO Rolls-Royce Warren East, yang bergabung sebagai direktur non-eksekutif pada tahun 2014, dalam sebuah pernyataan telah meminta maaf atas skandal suap. "Meminta maaf tanpa syarat untuk perilaku yang telah ditemukan," demikian pernyataan pihak Rolls-Royce yang dibacakan di Pengadilan Tinggi Kota London, Inggris, Selasa lalu.
(mas)