HRW: 34 Tewas Akibat Aksi Represif Pasukan Kongo
A
A
A
KINSHASA - Human Rights Watch (HRW) mengatakan pasukan keamanan Republik Demokratik Kongo menewaskan sedikitnya 34 orang selama aksi protes pada pekan ini. Aksi protes muncul untuk mendesak Presiden Joseph Kabila untuk mundur pada akhir mandatnya.
Direktur Afrika Tengah HRW mengatakan di Twitter bahwa kematian, termasuk 19 di ibukota Kinshasa dan lima di pusat pertambangan tenggara Lubumbashi, terjadi pada aksi protes Selasa pagi. HRW sendiri telah memverifikasi lebih banyak laporan kematian seperti dikutip dari Reuters, Kamis (22/12/2016).
Sementara pemerintah Kongo mengatakan 22 orang tewas dalam bentrokan, termasuk seorang polisi. Kebanyakan dari mereka tewas akibat peluru nyasar atau saat penjarahan.
Pihak berwenang mengatakan mereka telah menangkap 275 orang di seluruh negeri, 116 di antaranya tetap dalam tahanan. Aktivis kelompok Lucha, Fred Bauma, mentweet polisi telah menangkap 14 aktivislainnya di timur kota Bukavu, termasuk enam dari kelompok Lucha. Seorang juru bicara polisi tidak segera menanggapi permintaan untuk komentar terkait hal ini.
Dalam upaya untuk menghindari bentrokan, pembicaraan antara pro dan anti Kabila yang difasilitasi oleh gereja Katolik telah dilakukan. Namun tidak diketahui apa yang telah dicapai dalam pembicaraan itu. Pihak oposisi mengatakan kesepakatan hanya mungkin terjadi jika Kabila mundur dan mengadakan pemilu pada tahun depan.
Konstitusi melarang Kabila untuk tetap memerintah. Namun, pemerintahnya mengatakan tidak dapat melakukan pemilihan presiden yang dijadwalkan bulan lalu sampai setidaknya April 2018. Keterlambatan untuk mendata jutaan pemilih dituding menjadi penyebabnya.
Para pemimpin oposisi mengatakan penundaan itu adalah siasat Kabila untuk tetap berkuasa dan akhirnya mengubah konstitusi untuk kemudian menjadi Presiden lagi. Kabila menyangkal ini, tetapi menolak untuk berkomitmen agar tidak mengubah konstitusi.
Direktur Afrika Tengah HRW mengatakan di Twitter bahwa kematian, termasuk 19 di ibukota Kinshasa dan lima di pusat pertambangan tenggara Lubumbashi, terjadi pada aksi protes Selasa pagi. HRW sendiri telah memverifikasi lebih banyak laporan kematian seperti dikutip dari Reuters, Kamis (22/12/2016).
Sementara pemerintah Kongo mengatakan 22 orang tewas dalam bentrokan, termasuk seorang polisi. Kebanyakan dari mereka tewas akibat peluru nyasar atau saat penjarahan.
Pihak berwenang mengatakan mereka telah menangkap 275 orang di seluruh negeri, 116 di antaranya tetap dalam tahanan. Aktivis kelompok Lucha, Fred Bauma, mentweet polisi telah menangkap 14 aktivislainnya di timur kota Bukavu, termasuk enam dari kelompok Lucha. Seorang juru bicara polisi tidak segera menanggapi permintaan untuk komentar terkait hal ini.
Dalam upaya untuk menghindari bentrokan, pembicaraan antara pro dan anti Kabila yang difasilitasi oleh gereja Katolik telah dilakukan. Namun tidak diketahui apa yang telah dicapai dalam pembicaraan itu. Pihak oposisi mengatakan kesepakatan hanya mungkin terjadi jika Kabila mundur dan mengadakan pemilu pada tahun depan.
Konstitusi melarang Kabila untuk tetap memerintah. Namun, pemerintahnya mengatakan tidak dapat melakukan pemilihan presiden yang dijadwalkan bulan lalu sampai setidaknya April 2018. Keterlambatan untuk mendata jutaan pemilih dituding menjadi penyebabnya.
Para pemimpin oposisi mengatakan penundaan itu adalah siasat Kabila untuk tetap berkuasa dan akhirnya mengubah konstitusi untuk kemudian menjadi Presiden lagi. Kabila menyangkal ini, tetapi menolak untuk berkomitmen agar tidak mengubah konstitusi.
(ian)