Oklahoma Tolak Permintaan Rusia Pantau Pemilu
A
A
A
WASHINGTON - Pejabat pemilu Oklahoma menolak permintaan dari Konsulat Rusia di Houston untuk memantau pemilu pada 8 November mendatang di negara bagian. Seorang pejabat mengatakan delegasi asing tidak diizinkan masuk ke TPS.
Langkah itu diambil pemerintah Amerika Serikat (AS) setelah secara resmi menuduh Rusia berada di balik serangan cyber terhadap Partai Demokrat untuk mengganggu proses pemilu seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (22/10/2016).
Permintaan serupa juga diajukan kepada para pejabat di Texas dan Lousiana dimana permintaan itu juga ditolak. Terkait hal ini, Konsulat Jenderal Federasi Rusia di Houston tidak bersedia berkomentar.
Sementara juru bicara Departemen Luar Negeri AS, John Kirby mengatakan bahwa masing-masing negara bagian mempunyai kewenangan untuk menyetujui atau menolak permintaan dari pihak lain untuk mengamati jalannya pemilu.
Ketika ditanya apakah permintaan Rusia tidak menimbulkan kekhawatiran karena muncul setelah AS menuduh Moskow mencoba untuk ikut campur dalam pemilu, Kirby menjawab: "Kami tidak punya sesuatu untuk disembunyikan dan kami yakin dengan sistem pemilu yang ada."
Para pejabat intelijen AS telah menyimpulkan bahwa pemerintah Rusia sedang melakukan atau mendalangi serangan cyber terhadap Komite Nasional Demokrat dan Komite Kampanye Kongres Demokrat. Serangan ini mungkin untuk mengganggu atau mendeskriditkan pemilu, dimana calon presiden (capres) dari Partai Demokrat Hillary Clinton akan berhadapan dengan capres dari Partai Republik Donald Trump.
Namun tudingan ini dibantah Moskow dan seorang juru bicara Kremlin menyebut tuduhan AS "omong kosong," seperti dilaporkan kantor berita Interfax.
Langkah itu diambil pemerintah Amerika Serikat (AS) setelah secara resmi menuduh Rusia berada di balik serangan cyber terhadap Partai Demokrat untuk mengganggu proses pemilu seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (22/10/2016).
Permintaan serupa juga diajukan kepada para pejabat di Texas dan Lousiana dimana permintaan itu juga ditolak. Terkait hal ini, Konsulat Jenderal Federasi Rusia di Houston tidak bersedia berkomentar.
Sementara juru bicara Departemen Luar Negeri AS, John Kirby mengatakan bahwa masing-masing negara bagian mempunyai kewenangan untuk menyetujui atau menolak permintaan dari pihak lain untuk mengamati jalannya pemilu.
Ketika ditanya apakah permintaan Rusia tidak menimbulkan kekhawatiran karena muncul setelah AS menuduh Moskow mencoba untuk ikut campur dalam pemilu, Kirby menjawab: "Kami tidak punya sesuatu untuk disembunyikan dan kami yakin dengan sistem pemilu yang ada."
Para pejabat intelijen AS telah menyimpulkan bahwa pemerintah Rusia sedang melakukan atau mendalangi serangan cyber terhadap Komite Nasional Demokrat dan Komite Kampanye Kongres Demokrat. Serangan ini mungkin untuk mengganggu atau mendeskriditkan pemilu, dimana calon presiden (capres) dari Partai Demokrat Hillary Clinton akan berhadapan dengan capres dari Partai Republik Donald Trump.
Namun tudingan ini dibantah Moskow dan seorang juru bicara Kremlin menyebut tuduhan AS "omong kosong," seperti dilaporkan kantor berita Interfax.
(ian)