Menlu Filipina Minta Dunia Tidak Intevensi Perang Anti Narkoba
A
A
A
NEW YORK - Menteri Luar Negeri Filipina menyinggung kritikan terhadap perang anti narkoba yang dilakukan oleh Presiden Rodrigo Duterte. Ia menyatakan PBB dan dunia untuk tidak mengganggu perang anti narkoba yang dilakukan pemerintah Filipina.
"Kami mendesak semua orang untuk membiarkan kami menghadapi masalah internal kami untuk mencapai tujuan nasional kami tanpa campur tangan yang tidak semestinya," kata Perfecto Yasay dalam sidang Majelis Umum PBB seperti dikutip dari Inquirer, Minggu (25/9/2016).
Seperti diketahui, Duterte terpilih menjadi Presiden setelah bersumpah akan memberantas perdagangan narkoba ilegal selama enam bulan, dan menjanjikan bahwa 100 ribu penjahat akan dibunuh. Sejak ia menjabat pada 20 Juni lalu, sekitar 3.000 orang telah tewas dimana sepertiga dari mereka adalah tersangka pengedar yang ditembak mati oleh polisi dan sisanya dibunuh oleh penyerang tidak dikenal.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran di dunia internasional dimana kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa pasukan keamanan terlibat dalam pembunuhan di luar hukum.
"Kami belum dan tidak akan pernah memberdayakan penegak hukum untuk menembak atau membunuh orang uang diduga terlibat kejahatan narkoba. Pembunuhan ekstra yudisial (di luar hukum) tidak memiliki tempat dalam masyarakat kami, dan dalam sistem peradilan pidana kami,"kata Yasay.
Yasay mengatakan dengan sikapnya itu Duterte mendapatkan restu 92 persen rakyat Filipina dan menyatakan bahwa kampanye perang anti narkoba sang presiden telah disalahpahami.
"Tindakan kami, bagaimanapun, telah menjadi perhatian nasional dan internasional untuk semua alasan yang salah. Korupsi dan obat-obatan telah banyak mengoyak masyarakat kami, menghancurkan keluarga kami dan memadamkan harapan serta impian rakyat kami baik muda maupun tua untuk masa depan yang cerah," tukasnya.
"Kami mendesak semua orang untuk membiarkan kami menghadapi masalah internal kami untuk mencapai tujuan nasional kami tanpa campur tangan yang tidak semestinya," kata Perfecto Yasay dalam sidang Majelis Umum PBB seperti dikutip dari Inquirer, Minggu (25/9/2016).
Seperti diketahui, Duterte terpilih menjadi Presiden setelah bersumpah akan memberantas perdagangan narkoba ilegal selama enam bulan, dan menjanjikan bahwa 100 ribu penjahat akan dibunuh. Sejak ia menjabat pada 20 Juni lalu, sekitar 3.000 orang telah tewas dimana sepertiga dari mereka adalah tersangka pengedar yang ditembak mati oleh polisi dan sisanya dibunuh oleh penyerang tidak dikenal.
Hal ini menimbulkan kekhawatiran di dunia internasional dimana kelompok-kelompok hak asasi manusia mengatakan bahwa pasukan keamanan terlibat dalam pembunuhan di luar hukum.
"Kami belum dan tidak akan pernah memberdayakan penegak hukum untuk menembak atau membunuh orang uang diduga terlibat kejahatan narkoba. Pembunuhan ekstra yudisial (di luar hukum) tidak memiliki tempat dalam masyarakat kami, dan dalam sistem peradilan pidana kami,"kata Yasay.
Yasay mengatakan dengan sikapnya itu Duterte mendapatkan restu 92 persen rakyat Filipina dan menyatakan bahwa kampanye perang anti narkoba sang presiden telah disalahpahami.
"Tindakan kami, bagaimanapun, telah menjadi perhatian nasional dan internasional untuk semua alasan yang salah. Korupsi dan obat-obatan telah banyak mengoyak masyarakat kami, menghancurkan keluarga kami dan memadamkan harapan serta impian rakyat kami baik muda maupun tua untuk masa depan yang cerah," tukasnya.
(ian)