Jet F-35 Payah, AS Pertimbangkan Produksi Lagi F-22
A
A
A
WASHINGTON - Sebuah gerakan di korps Angkatan Udara sedang berlangsung di Amerika Serikat (AS) untuk menyerukan agar pesawat jet tempur menakutkan F-22 Raptor diproduksi kembali. Gerakan ini muncul setelah peforma pesawat jet tempur F-35 mengecewakan.
Produksi pesawat jet tempur F-22 telah dihentikan sejak tahun 2011 lalu. Para pejabat Pentagon telah memperingatkan bahwa ide untuk memproduksi kembali pesawat jet tempur F-22 Raptor akan memakan biaya mahal. Namun, Angkatan Udara AS tidak terlalu peduli dengan peringatan para pejabat Pentagon.
Para anggota parlemen AS juga tidak yakin dengan peringatan pejabat Pentagon. Selama bertahun-tahun, anggota parlemen AS telah mengecam keputusan untuk menghentikan produksi F-22 Raptor karena dianggap merugikan keamanan nasional Amerika.
Produsen jet tempur Lockheed Martin awalnya dijadwalkan untuk membangun 749 unit F-22, tetapi akhirnya hanya memproduksi 187 unit.
Para anggota parlemen ikut mendorong gagasan memproduksi kembali F-22 untuk menghadapi revolusi penerbangan militer Rusia dan China yang semakin canggih.
Kongres AS kini secara resmi meminta Angkatan Udara melakukan studi untuk memeriksa biaya dan implikasi potensial di lini produksi jet tempur F-22.
Ide memproduksi kembali F-22 juga dipicu suara “teriakan” sekutu AS di Asia-Pasifik, yakni Jepang yang menginginkan pesawat jet tempur F-22 seiring dengan potensi ancaman yang kian meningkat dari China dan Korea Utara.
Biaya yang kelewat mahal dan kinerja buruk pesawat jet tempur F-35 juga telah menyebabkan Kongres untuk mempertimbangkan alternatif itu. Program F-35 telah menelan biaya pembayar pajak AS lebih dari USD1,5 triliun.
Pesawat F-35 yang direncanakan dinyatakan siap tempur dalam beberapa minggu mendatang, ternyata masih menngalami sejumlah kekurangan teknis termasuk kesalahan perangkat lunak.
Defense News mewawancarai mantan Kepala Staf Angkatan Udara AS, Jenderal Mark Welsh tentang kemungkinan menghidupkan kembali program F-22.
”Saya tidak berpikir itu ide liar, maksud saya keberhasilan F-22 dan kemampuan pesawat dan kru yang terbang itu cukup luar biasa,” kata Jenderal Welsh, yang dikutip Sputniknews, Senin (1/8/2016).
”Saya pikir itu membuktikan bahwa pesawat tersebut inni menjadi harapan semua orang. Kami menggunakannya dalam cara-cara baru dan berbeda dan itu sudah sukses spektakuler dan potensinya benar-benar, benar-benar luar biasa.”
Produksi pesawat jet tempur F-22 telah dihentikan sejak tahun 2011 lalu. Para pejabat Pentagon telah memperingatkan bahwa ide untuk memproduksi kembali pesawat jet tempur F-22 Raptor akan memakan biaya mahal. Namun, Angkatan Udara AS tidak terlalu peduli dengan peringatan para pejabat Pentagon.
Para anggota parlemen AS juga tidak yakin dengan peringatan pejabat Pentagon. Selama bertahun-tahun, anggota parlemen AS telah mengecam keputusan untuk menghentikan produksi F-22 Raptor karena dianggap merugikan keamanan nasional Amerika.
Produsen jet tempur Lockheed Martin awalnya dijadwalkan untuk membangun 749 unit F-22, tetapi akhirnya hanya memproduksi 187 unit.
Para anggota parlemen ikut mendorong gagasan memproduksi kembali F-22 untuk menghadapi revolusi penerbangan militer Rusia dan China yang semakin canggih.
Kongres AS kini secara resmi meminta Angkatan Udara melakukan studi untuk memeriksa biaya dan implikasi potensial di lini produksi jet tempur F-22.
Ide memproduksi kembali F-22 juga dipicu suara “teriakan” sekutu AS di Asia-Pasifik, yakni Jepang yang menginginkan pesawat jet tempur F-22 seiring dengan potensi ancaman yang kian meningkat dari China dan Korea Utara.
Biaya yang kelewat mahal dan kinerja buruk pesawat jet tempur F-35 juga telah menyebabkan Kongres untuk mempertimbangkan alternatif itu. Program F-35 telah menelan biaya pembayar pajak AS lebih dari USD1,5 triliun.
Pesawat F-35 yang direncanakan dinyatakan siap tempur dalam beberapa minggu mendatang, ternyata masih menngalami sejumlah kekurangan teknis termasuk kesalahan perangkat lunak.
Defense News mewawancarai mantan Kepala Staf Angkatan Udara AS, Jenderal Mark Welsh tentang kemungkinan menghidupkan kembali program F-22.
”Saya tidak berpikir itu ide liar, maksud saya keberhasilan F-22 dan kemampuan pesawat dan kru yang terbang itu cukup luar biasa,” kata Jenderal Welsh, yang dikutip Sputniknews, Senin (1/8/2016).
”Saya pikir itu membuktikan bahwa pesawat tersebut inni menjadi harapan semua orang. Kami menggunakannya dalam cara-cara baru dan berbeda dan itu sudah sukses spektakuler dan potensinya benar-benar, benar-benar luar biasa.”
(mas)